Jumat, 02 November 2012

Menikmati Rasa Sakit di Nasi Pecel Dilema Cinta

Beberapa hari lalu, di jalan Bambu Apus, Jakarta Timur, Addis tak sengaja melihat sebuah tempat makan Nasi Pecel yang unik. Addis memberitahu saya, namanya "Dilema Cinta". Bagi kami, nama itu terdengar aneh untuk sebuah tempat makan. Kami pun tertawa sambil membayangkan apa yang ada di dalamnya: jangan-jangan, nama-nama menunya juga galau? Jangan-jangan, isinya orang-orang galau semua? Jangan-jangan?


Kami kemudian memutuskan ke sana.

Addis memesan makanan. Saya tanpa basa-basi langsung menanyakan kepada Abang yang bekerja di sana perihal nama Pecel Ayam ini.

"kok namanya Dilema Cinta, sih, Bang?"

"iya. Lagi galau," jawabnya pelan dengan aksen Jawa.

Saya dan Addis pun tertawa. Saya menggerutu iseng, "lagi galau mah bikin band atau apa gitu." Addis bilang, "mungkin mereka nganggep kalo bikin band itu terlalu mainstream, makanya mereka bikin Nasi Pecel." Si Abang pun mesem-mesem sendiri.

Rupanya mereka (tiga orang yang bekerja di sana) memang berasal dari Surabaya. Mereka membuka tiga cabang Dilema Cinta. "ini yang pertama, dan ini yang paling lama, sudah dua setengah tahun. Dilema Cinta dua dan tiga, sudah tutup," katanya.

Hal tersebut barangkali membuktikan bahwa di daerah ini, memang banyak orang-orang yang mengidap galau akut. Itu yang membuat Dilema Cinta di daerah ini tetap hidup, dan memiliki pasar. Kalau mau lebih jelas lagi, silahkan buktikan: datang dan amati wajah-wajah orang yang sedang makan di sana.

Makanan pun matang. Saat si Abang menyuguhkan makanan kepada Addis, ia berkata pelan sekali bahkan saya pun tak mendengar, "makan dulu, mba, biar ga galao."

Addis nampak jengkel, tapi tak bisa menahan tawa. Ia mengeluh dan menceritakannya pada saya sambil ngakak. Saya bilang, "sesama orang galau memang wajar kalo saling paham, soalnya ada keterkaitan."

                                           Seorang perempuan nampak seperti sedang makan sepiring rasa sakit.

Sebenarnya menu makanan di tempat ini biasa-biasa saja. Sama seperti Nasi Pecel pada umumnya. Padahal, jika saja menu-menu makanan itu diberi gimmick berupa nama yang juga bercitarasa galau, mungkin tempat ini akan lebih menarik.

"Rasa" di lidah boleh biasa saja. Tapi kalau bicara tentang "rasa" di hati, sudah tentu berbeda. Di tempat ini, siapapun yang sedang merasakan galau dilematis, pasti akan merasakan sensasi yang luar biasa karena perasaan di hati telah direfleksikan pada kenyataan melalui Nasi Pecel Dilema Cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar