Selasa, 01 Juli 2014

Balada Jox kecil dan Republik Sulap



Beberapa tahun lalu, Jakarta kedatangan seorang kurus, tinggi, murah senyum, rendah hati, berflanel ala Cobain dan Vedder, berwajah mirip Barry Obama, orang itu adalah Jox. Jox merupakan seorang yang gemar terhadap musik rock yang hingar bingar. Selain musik rock, Jox adalah salah satu yang paling berpengaruh di Republik Pakubuwono. Kala itu, Jox memenangi anugrah sebagai gubernur terbaik versi apalah, saya lupa. Singkat kata, Jox diperintahkan oleh bos besar Chicago Bulls untuk mencalonkan diri sebagai orang nomor satu di kota Joker. Dan Jox mengamini. Mungkin ia takut kualat.

Sekedar catatan, Joker adalah salah satu kota yang tak layak untuk disebut kota. Joker terlalu sibuk, lebih sibuk daripada London dan New York. Terlalu padat, sepadat Bombay dan New Delhi. Dan terlalu kecil, sekecil Singapura atau San Marino. Banyangkanlah sendiri seperti apa kota Joker. Kota ini cocok untuk anda yang ingin mencadi musisi cadas, karena iklim dan kulturnya sangat cocok untuk mendukung obsesi kecadasan anda.

Kembali lagi ke pokok permasalahan, Jox bertarung dengan empat kandidat lainnya demi kursi nomor satu di Joker. Jox mampu melewati putaran pertama dengan baik. Ia menyingkirkan lawannya untuk bertarung dengan penguasa lama, Fox. Pertarungan sengit terjadi. Kata demi kata keluar dari mulut keduanya demi meyakinkan warga Jakarta. Kata tersebut banyak berisi perencanaan pembangunan, merapihkan bobroknya menejemen, infrastruktur serta tetek bengek lainnya yang terlalu malas untuk saya jelaskan disini.

Pada pertarungan kedua, Dimana Jox menghadapi Fox, warga Jakarta berbondong-bondong memasuki bilik demi memberikan energi berlebih dan sorak sorai kepada keduanya. Hasilnya, Jox berhasil mengalahkan Fox dengan uppercut dan diakhiri dengan TKO. Jox menang telak atas penguasa lama, Si warga asli Joker (walaupun saya meragukan jika ada warga Joker bernama foxbow, tapi biar saja lah). Sebagai pengganti sabuk kejuaraan, Jox berhasil menduduki singgasana kota yang paling absurd, sumpek namun penuh dengan investasi yang tak dapat terlihat oleh mata telanjang, Joker.

Jox kemudian menandatangani perjanjian Rock Wrote, diasana ia berjanji akan memimpin Joker dengan baik selama lima tahun. Sebuah janji yang menyegarkan untuk warga Joker yang haus akan dahaga akan pembuktian dari janji seorang pemimpin. Dalam janjinya, Jox bersumpah atas nama tuhan. Sebuah sumpah yang sakral dan terlalu berdosa untuk di ingkari. Apalagi Jox saat itu sudah bergelar Haji. 

Tahun tahun awal kepemimpinannya, Jox seakan menjadi Superman. Ia hadir dengan beragam inovasi menarik. Relokasi kanal banjir, disiplin dan ketegasan kepada koorporasi, blusukan ke perkampungan dan selokan-selokan, pendirian kampung deret, negoisasi dengan sepuh Tanah Abang yang berujung pada tertatanya fuckin market tersebut serta penambahan armada untuk bus trans poin-poin penting dalam karir jox memimpin the Dammed City.

Berhasilnya poin-poin tersebut membuat beberapa orang (saya mengindikasikannya sebagai proyek gelap Chicago Bulls, untuk memperbaiki kredibilitasnya) ingin mendeklarasikan Jox sebagai orang nomor satu di Republik sulap. Republik yang sangat sakti. Dimana semua hal gaib dan magis bisa dilakukan tanpa orang lain yang melihatnya tahu. Republik sulap sendiri adalah republik yang berbasis kepulauan-kepulauan. Jumlah pulaunya melebihi 10.000 dan hampir semuanya indah. Bahkan beberapa waktu lalu, Pesepakbola dunia yang terkenal seperti Kristiano mau bermain di kompetisi sepakbola Liga Sulap suatu hari nanti. Ia hanya meminta bayarab sebuah pulau Hali Devarta.

Republik sulap sendiri sebenarnya adalah sebuah kasur yang empuk bagi para kapitalis wahid dunia. Mereka berlomba-lomba menjajakan tampilan berhalanya di republik ini. Sekalipun orang-orang di Republik ini pandai sulap, mereka tak bisa menyulap para kapitalis yang terus mendisplay kenikmatan pasca era modern. Mereka kerap tunduh dan patuh terhadap dollar ataupun poundsterling.

Deklarasi tersebut ternyata bukan omong kosong. Queen, selaku ketua umum Chicago Bulls mempromosikan Jox untuk maju sebagai calon pemimpin Republik Sulap. Queen sendiri sudah beberapa kali mencalonkan diri sebagai calon pemimpin, ia selalu gagal. Faktor ayahnya adalah legenda Republik Sulap belumlah cukup mengangkat kredibilitasnya.  Saat promosi calon di titahkan, belum ada konfirmasi resmi dari Jox. Waktu itu, Jox bilang ia hanya fokus menangani Joker bersama rekan sejawatnya, Uhuk Batuk. 

Waktu bergantu, bulan berganti  dan suara burung tetap berkumandang sebagaimana seharusnya. Jox akhirnya menyetujui hasil rapat Chichago Bulls untuk menjadikannya sebagai calon pemimpin Republik Sulap. Dengan demikian, Jox meninggalkan Uhuk, patner kerjanya untuk mengurusi Kota Joker. Ia juga mengingkari perjanjian Rock Wrote, menghianati warga Joker, serta mengkhianati sumpahnya kepada tuhan. Jox  is a judas? I dunno.

Yang jelas, ada sebuah hadist yang menggambarkan keadaan ini:

"Kamu lemah, dan ini adalah amanah sekaligus dapat menjadi sebab kenistaan dan penyesalan di hari kemudian (bila disia-siakan)." (H R. Muslim).

Berikut adalah beberapa hal yang bisa ditafsirkan:

Pertama: Jox menyiayiakan amanah untuk memimpin Joker selama lima tahun kedepan.

Kedua: Jox menghianati janjinya terhadap warga Joker, Rock wrote serta kepada tuhannya.

Ketiga: Jox masih memiliki janji yang belum ia realisasikan kepada warga Joker.

Keempat: Jox terlalu lemah, Jox terlalu mudah mengamini semua titah Queen.

Kelima:  Jika Jox nantinya memimpin Republik Sulap, bisakah ia amanah?.

Keenam: Amanah yang diabaikan oleh Jox akan menjadi sebuah penyesalan bagi Jox pribadi


Pesan moral dari tulisan ini: Jangan jadi seperti Jox. Jadilah dirimu yang busuk dan apa adanya.

Move On


SEMENJAK Raditya Dika, saya berhenti menggunakan istilah "move on". Sekali ini saya ingin menggunakannya karena melihat sendal jepit saya. Entah apa hubungannya.

Maka begini, "move on" sangat berkaitan erat dengan masa lampau. Dan masa lampau adalah sejarah. Saya akan coba ngomong soal cara menafsirkan sejarah menggunakan Nietzsche, sehingga kau tahu bagaimana sebaiknya memandang masa lalu bersama mantan kekasihmu.

Nietzsche ngomong, ada tiga cara memandang sejarah; sejarah monumental, sejarah antikurian, dan sejarah kritis.

Yang pertama, memandang sejarah sebagai sebuah monumen kebesaran. Ada semacam pengagungan terhadap peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di masa lampau. Peristiwa-peristiwa itu, digunakan untuk merealisasikan diri di masa sekarang. Ini terjadi ketika kau coba menghadirkan situasi dan kondisi masa lampau dengan mantanmu, untuk masa kini bersama pacarmu.

Yang kedua, sejarah antikurian. Ini mirip dengan sejarah monumental. Bedanya, sejarah antikurian mengagungkan identitas (sosok) di masa lalu. Di sepakbola, ini tampak saat Giggs menjadi manager MU. Dia menggunakan seluruh ke-Fergie-an untuk menghidupkan MU. Bila kau mengidentifikasi diri mantanmu untuk nafasmu hari ini, kau mempraktikkan sejarah antikurian.

Yang ketiga, sejarah kritis. Sejarawan kritis memandang masa lampau dengan lebih ilmiah. Segala hal tentang masa lampau yang dianggap membebani masa sekarang, diteliti untuk dilupakan. Karena, dengan begitu, kebebasan dirasa nyata.

Lalu, dengan cara apa kita memandang masa lalu?

Terimakasih sendal swallow...

Day 3

Membaca An-Nas, Membaca Manusia

Surat terakhir dalam Al-Quran ini adalah surat tentang manusia. Saya tak tahu, bagaimana surat ini ditempatkan di urutan 114 dalam kitab suci umat Islam. Yang pasti, An-Nas berarti manusia.

Surat pendek ini sudah tentu menjadi santapan mudah hafalan taman pengajian anak-anak (TPA) di kampung saya sewaktu kecil dulu. Mungkin surat inilah, salah satu dari ratusan ayat di Al-Quran yang pertama saya hafal.

Mari, kita membaca manusia;

Surat An-Nas (Wikipedia)
(1) Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.

(2) Raja manusia.

(3) Sembahan manusia.

(4) Dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi,

(5) yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.

(6) Dari (golongan) jin dan manusia.

Ah, manusia. Kau adalah makhluk penyembah. Dadamu begitu lemah. Tanpa bantuanNya, kau takkan mampu menghadapi bisikan.

Ada sepotong ayat yang saya ingin tampilkan di sini, tentang manusia tentunya;

Dan kalau Kami menghendaki sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah.............” 
Al-A’raaf, ayat 176

Duh, dasar manusia. Kau yang ingin derajatmu tetap rendah. Jadi jangan salahkan yang lain kalau kau tetap rendah. Memohonlah padaNya, pada pemilik semesta yang menjadikanmu ada. Kau ada, padahal tiada. Kau tiada, sekaligus ada. Duh, manusia.

Baiklah. Rasanya bicara tentang manusia adalah bicara tentang kekosongan. Karena manusia pada dasarnya tak pernah mengenal dirinya. padahal sebuat atsar yang menegaskan;

Barang siapa mengenal dirinya, niscaya ia mengenal Tuhan-nya.

Bagaimana kita mengenal diri kita sendiri. Saya ingat sebuah novel –entah dari Cinta Tak Pernah Tepat Waktu atau Petir, saya lupa- menggamblangkan bahwa saya, kamu, dan mereka, tak pernah mengenal diri kita. Kita selalu sibuk mengurusi segala sesuatu di luar ke”aku”an kita, sehingga kemauan hakiki yang terdapat dalam diri pun tak dapat kita ketahui.

Siapa “aku”? Manusia? Lantas seperti apa manusia? Seperti apa kemauan hakikinya? Bagaimana kita mengenal Tuhan kalau dengan “aku” yang ada dalam diri sendiri pun tak saling kenal? Mungkinkah aku adalah aku yang telanjang?

Saya tidak sedang ingin menjawab pertanyaan, melainkan hanya ingin membaca. Membaca manusia, membaca surat ke 114 itu.

Astaga, saya lupa membaca bismillah.

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.