Senin, 21 Juli 2014

Ngabuburock 2014: Apresiasi dari fans untuk sang idola



 Poster Ngabuburock 2014

Ngabuburock adalah sebuah event yang diselenggarakan oleh fanbase dari beberapa band independent lokal, seperti Hero (Superglad), Brigadir Rock and Roll (the Brandals), Insurgent Army (the SIGIT) Street Millionaire (Monkey to Millionaire) serta Nirvana Indonesia.

Konsep event ini awalnya ingin mengisi waktu berbuka puasa dengan suguhan musik rock. Ini adalah antitesis bahwa ngabuburit harus diisi dengan acara mendengarkan tausiah, membaca kitab suci dan beralan-jalan menyusuri kota dengan sepeda motor yang pastinya akan membuat macet jalanan. Namun kenyataanya, hingga pukul 17:30, belum ada yang pengisi acara yang tampil diatas panggung. Padahal, acara sejatinya dimulai pukul 16:00. Ah sudahlah, ini Indonesia. Acara ngabuburit dengan musik rock terpaksa keluar konteks karena sudah melewati waktu berbuka puasa.

Event inipun baru digelar selepas magrib. Beberapa band dari fanbase tersebut ikut serta meramaikan. Entah apa maksudnya, apakah ingin bersanding dengan sang idola, atau tak ingin merugi jika hanya bertindak sebagai panitia sehingga berinisiatif mengisi gelaran ini, entahlah. Ada sekitar empat band yang tampil sebagai perwakilan fanbase dan hasilnya biasa saja.

Penampilan pertama dibuka dengan the Brandals. Unit rock ugal-ugalan yang sudah berubah menjadi rocker modern dengan instrumen loop-loop supermewah. Eka dan kolega malam itu tampil sangat ngeband. Mereka menanggalkan transformasinya dan kembali ke era yang membuat nama mereka diperhitungkan di skena independen lokal, rock and roll murni dengan suntikan punk dan blues di dalamnya. Hal ini cukup mengobati kerinduan saya akan aksi lawas mereka. Lagu-lagu yang jarang dimainkan seperti Ode pinggiran Jakarta, Back on the Junk dan Lingkar Labirin berhasil dibawakan dengan apik. Walaupun suara Eka tak seprima biasanya. Namun itu tak jadi soal. Mereka juga menyisipkan athem legendaris milik David Bowie yang dipopulerkan kembali oleh Nirvana pada era 90an, the Man Who Sold the World.

Dalam set panggungnya, Eka masih berorasi, namun kali ini ia tak berorasi seperti beberapa tahun yang lalu, dimana kita bisa mendengar serapahan kotor dimana-mana. Eka kini lebih dewasa dalam berorasi. Ia menjadi sosok humanis saat membicarakan konflik di Gaza. Ia juga menjadi sosok religius saat membicarakan keberkahan malam lailatul qadar. Menjadi seorang suami nampaknya sudah merubah Eka menjadi “pribadi yang lebih baik.”

Superglad tampil sesudahnya. Grup asal timur Jakarta ini tampil tampa sang vokalis ikonik, Lukman “buluk” Laksamana, yang harus absen akibat sakit. Posisi Buluk digantikan oleh salah seorang Hero, Naeng. Hal ini tak menyurutkan keriangan massa. Mereka tetap mengisi lantai dansa dengan riang gembira. Dimana ada Superglad, disitulah ada minuman keras. Persetan dengan bulan suci, anggur merah adalah konsumsi wajib untuk sang pencabik bass, pak de Giox. Tanpa miras, Superglad tidak akan terlihat keren. Mereka juga membawakan lagu baru yang telah disebarkan beberapa waktu lalu, Berandalan Ibukota. Lagu ini masih terbawa nuansa album terakhir mereka, Cinta dan Nafsu. Lagu ini cukup baik saat ditempatkan di akhir setlist.

Dan Monkey to Millionaire tampil sebagai penutup. Saya cukup tercengang ketika Wisnu, sang vokalist menenteng gitar akustiknya bersama seorang additional player untuk menyelesaikan setlistnya . Mereka tampil bak sedang nongkrong di pinggir jalan sudut-sudut gang kumuh. Wisnu juga sempat berujar, “tadinya kita mau main di situ (panggung). Tapi kayaknya ga asik, kita main disini (diantara penonton) aja,” tukasnya. Saya sebenarnya berharap Monkey dapat main secara band. Pasalnya, setiap kali saya menonton aksi mereka, hanya kekecewaan yang saya dapatkan. Mereka kerap tampil buruk saat bermain live. Banyak sekali gangguan teknis yang mereka dapatkan saat saya menonton mereka. Apakah ini hanya kebetulan semata? Entahlah. Namun mereka tampil cukup baik semalam dengan akustik ria. Tak ada gangguan teknis disana. viva plug and play.

Acara ini juga patut diapresiasi lebih. Saya tak pernah membayangkan acara berkonsep seperti ini sebelumnya. Walaupun ekspektasi saya luntur akibat ketidakprofesionalan panitia. Namun setidaknya saya bisa mencatatkan sebuah hal penting, biasanya, penggermar kelompok musik hanya datang menyaksikan sang idola bermain dan membeli produk yang di produksi idolanya, baik berupa marchendise atau rilisan fisik. Namun lewat acara ini, penggemar bisa mempersembahkan sesuatu dengan melibatkan sang idola di dalamnya. Semoga event ini akan menjadi lebih baik kedepannya, salam hangat.

Munkar Nakir

Belum 70 langkah para pelayat meninggalkan kuburan, langit mendadak gerimis. Orang-orang berlarian menuju gubuk penjuah bunga di pinggir kali dekat blok A. Langkah-langkah mereka belum sampai angka 70. Semua orang masih menunggu gerismis reda. Munkar dan Nakir turur juga, meski mereka bukan orang. Langkah ke 70 adalah tanda bahwa mereka harus bekerja. Namun siang itu, mereka tertahan gerimis. Sementara mayat telah lari, sebelum ditanya.