Poster Ngabuburock 2014
Ngabuburock adalah sebuah event yang diselenggarakan oleh
fanbase dari beberapa band independent lokal, seperti Hero (Superglad),
Brigadir Rock and Roll (the Brandals), Insurgent Army (the SIGIT) Street
Millionaire (Monkey to Millionaire) serta Nirvana Indonesia.
Konsep event ini awalnya ingin mengisi waktu berbuka puasa
dengan suguhan musik rock. Ini adalah antitesis bahwa ngabuburit harus diisi
dengan acara mendengarkan tausiah, membaca kitab suci dan beralan-jalan
menyusuri kota dengan sepeda motor yang pastinya akan membuat macet jalanan. Namun
kenyataanya, hingga pukul 17:30, belum ada yang pengisi acara yang tampil
diatas panggung. Padahal, acara sejatinya dimulai pukul 16:00. Ah sudahlah, ini
Indonesia. Acara ngabuburit dengan musik rock terpaksa keluar konteks
karena sudah melewati waktu berbuka puasa.
Event inipun baru digelar selepas magrib. Beberapa band dari
fanbase tersebut ikut serta meramaikan. Entah apa maksudnya, apakah ingin
bersanding dengan sang idola, atau tak ingin merugi jika hanya bertindak
sebagai panitia sehingga berinisiatif mengisi gelaran ini, entahlah. Ada sekitar
empat band yang tampil sebagai perwakilan fanbase dan hasilnya biasa saja.
Penampilan pertama dibuka dengan the Brandals. Unit rock
ugal-ugalan yang sudah berubah menjadi rocker modern dengan instrumen loop-loop
supermewah. Eka dan kolega malam itu tampil sangat ngeband. Mereka menanggalkan
transformasinya dan kembali ke era yang membuat nama mereka diperhitungkan di
skena independen lokal, rock and roll murni dengan suntikan punk dan blues di
dalamnya. Hal ini cukup mengobati kerinduan saya akan aksi lawas mereka. Lagu-lagu
yang jarang dimainkan seperti Ode pinggiran Jakarta, Back on the Junk dan
Lingkar Labirin berhasil dibawakan dengan apik. Walaupun suara Eka tak seprima
biasanya. Namun itu tak jadi soal. Mereka juga menyisipkan athem legendaris
milik David Bowie yang dipopulerkan kembali oleh Nirvana pada era 90an, the Man Who Sold the
World.
Dalam set panggungnya, Eka masih berorasi, namun
kali ini ia tak berorasi seperti beberapa tahun yang lalu, dimana kita bisa
mendengar serapahan kotor dimana-mana. Eka kini lebih dewasa dalam berorasi. Ia
menjadi sosok humanis saat membicarakan konflik di Gaza. Ia juga menjadi sosok
religius saat membicarakan keberkahan malam lailatul qadar. Menjadi seorang
suami nampaknya sudah merubah Eka menjadi “pribadi yang lebih baik.”
Superglad tampil sesudahnya. Grup asal timur Jakarta ini
tampil tampa sang vokalis ikonik, Lukman “buluk” Laksamana, yang harus absen
akibat sakit. Posisi Buluk digantikan oleh salah seorang Hero, Naeng. Hal ini
tak menyurutkan keriangan massa. Mereka tetap mengisi lantai dansa dengan riang
gembira. Dimana ada Superglad, disitulah ada minuman keras. Persetan dengan bulan
suci, anggur merah adalah konsumsi wajib untuk sang pencabik bass, pak de Giox.
Tanpa miras, Superglad tidak akan terlihat keren. Mereka juga membawakan lagu
baru yang telah disebarkan beberapa waktu lalu, Berandalan Ibukota. Lagu ini
masih terbawa nuansa album terakhir mereka, Cinta dan Nafsu. Lagu ini cukup
baik saat ditempatkan di akhir setlist.
Dan Monkey to Millionaire tampil sebagai penutup. Saya cukup
tercengang ketika Wisnu, sang vokalist menenteng gitar akustiknya bersama
seorang additional player untuk menyelesaikan setlistnya . Mereka tampil bak
sedang nongkrong di pinggir jalan sudut-sudut gang kumuh. Wisnu juga sempat
berujar, “tadinya kita mau main di situ (panggung). Tapi kayaknya ga asik, kita
main disini (diantara penonton) aja,” tukasnya. Saya sebenarnya berharap Monkey
dapat main secara band. Pasalnya, setiap kali saya menonton aksi mereka, hanya
kekecewaan yang saya dapatkan. Mereka kerap tampil buruk saat bermain live. Banyak
sekali gangguan teknis yang mereka dapatkan saat saya menonton mereka. Apakah ini
hanya kebetulan semata? Entahlah. Namun mereka tampil cukup baik semalam dengan
akustik ria. Tak ada gangguan teknis disana. viva plug and play.
Acara ini juga patut diapresiasi lebih. Saya tak pernah
membayangkan acara berkonsep seperti ini sebelumnya. Walaupun ekspektasi saya
luntur akibat ketidakprofesionalan panitia. Namun setidaknya saya bisa
mencatatkan sebuah hal penting, biasanya, penggermar kelompok musik hanya
datang menyaksikan sang idola bermain dan membeli produk yang di produksi
idolanya, baik berupa marchendise atau rilisan fisik. Namun lewat acara ini, penggemar
bisa mempersembahkan sesuatu dengan melibatkan sang idola di dalamnya. Semoga
event ini akan menjadi lebih baik kedepannya, salam hangat.