Kamis, 19 September 2013

Kau Memang Menyedihkan



Kau memang menyedihkan adalah membicarakan orang di belakang.

Kau memang menyedihkan adalah mencari kawan untuk membenci seseorang.

Kau memang menyedihkan adalah ingin berteater di kampus namun tak berdaya karena status tak memungkinkan.

Kau memang menyedihkan adalah tak punya kuasa untuk berbicara.

Kau memang menyedihkan adalah mengurusi orang lain.

Kau memang menyedihkan adalah bergantung pada sesuatu.

Kau memang menyedihkan adalah bermuka dua.

Kau memang menyedihkan adalah ceriwis di belakang lubang pantat.

Kau memang menydihkan adalah pura-pura tak ada apa-apa.

Kau memang menyedihkan adalah menjadi seolah-olah tak punya daya untuk membuat hidup lebih bermakna.

Kau memang menyedihkan adalah menjadi tertawaan karena kau memang menyedihkan.

She’s Christian. So What?!

Beberapa minggu yang lalu pemberitaan cukup rame sama Lurah Lenteng Agung yang ditolak warga. Kenapa kah? Karena dia perempuan dan bukan seorang Muslim. Gue yang baca berita macem gitu cuma ber ‘what the?’ aja.

Diana dan Ratusan Anjing Hitam


“Tolong.... Tolong! Anjing!! Mampus lo.. Bakar!!” Suara itu masih tengiang di telinga Diana. Terus terngiang dan semakin memuakkan. Diana hanya bisa duduk diam sambil menangis. Ia mencoba bergerak, namun tak bisa. Ia mencoba mengencangkan tangisannya, namun malah semakin tak terdengar.

Malam menjadi semakin suram. Puluhan anjing hitam yang lewat di jalan itu tampak acuh saat melihat Diana yang kesepian. Burung-burung yang tadinya diam, mendadak pergi berhamburan bersama angin yang semakin kencang. Diana masih duduk lemas tak kuasa untuk bersuara. Matanya yang basah seperti dapat menembus ruang dan waktu, melihat sebuah kenangan. Masa saat ia masih lincah untuk melawan, saat hidupnya yang penuh luka dimulai. Dendam yang membara dalam diri Diana tak akan bisa terlupakan semenjak lelakinya hilang.
***

Sekitar 15 tahun yang lalu, Diana adalah seorang mahasiswi yang bergelora. Nyanyiannya selalu terdengar sampai seluruh pelosok kota. Tugasnya sabagai mahasiswi ia habiskan bersama teman-temannya mengusir ratusan anjing liar berwarna hitam yang sudah lebih dari seperempat abad meneror kotanya. Konon, anjing hitam itu adalah titisan dewa yang datang dari sebuah tempat yang penuh dengan kebebasan.

Pada mulanya, hanya ada satu anjing saja. Anjing itu terlihat lucu dan menggemaskan, sehingga warga kota menyayanginya seperti bagian dari keluarganya. Anjing itu begitu berani. Kalau ada yang mencuri langsung habis perutnya dirobek oleh si anjing hitam, lalu bangkainya di lemparkan ke pasar. Semua warga kota merasa aman, sekaligus ketakutan.

Anjing yang mulanya hanya satu, menikah dengan anjing kampung lalu beranak pinak menjadi sebuah koloni yang menyeramkan. Warga kota mulai panik akibat kelakuan si anjing hitam yang semakin sewenang-wenang. Rasa sayang berubah menjadi ketakutan.

Pernah suatu ketika ada seorang raga yang meludahi salah satu anjing hitam, keesokan hatinya ditemukan mati tergantung di sebuah monumen kebanggaan kota tersebut. Suasana semakin mencekam akibat teror yang dilakukan oleh anjing hitam. Para pemuda  kota hanya sedikit yang berani melawan. Kebanyakan mereka yang dengan lantang menyerukan peperangan terhadap anjing hitam, esoknya sudah hilang tak ditemukan.
***

Diana tumbuh di bawah ancaman anjing hitam. Hidupnya penuh aturan. Namun semua berubah ketika ia memasuki perguruan tinggi. Di sana, ia mengenal seorang lelaki pemberani yang selalu membawa pedang. Membawa pedang adalah simbol bagi mahasiswa pemimpin gerakan di kota. Lelaki si pembawa pedang itu selalu mengajarkan Diana untuk melawan para anjing hitam yang sudah semakin beringas.

Suatu malam, mereka menyusun rencana untuk melakukan serangan kepada komplotan anjing hitam. Diana begitu bersemangat. Selain lelaki si pembawa pedang yang membangkitkan semangatnya, ia juga rindu akan kebebasan yang pernah dialaminya saat masih di kandungan ibunya.

Akhirnya serangan dari mahasiswa dimulai. Kota yang sebelumnya sudah menakutkan menjadi tambah mengerikan. Ledakan terjadi di setiap sudut bangunan, anjing-anjing hitam banyak yang terkapar, mahasiswa yang membawa pedang satu per satu menghilang. Diana mulai khawatir terhadap lelakinya. Ia selalu menasihatinya untuk bersembuyi di kontrakkan selama suasana belum tentram.

“Aku akan pulang. Selalu pulang.” Hanya kalimat itu yang terucap dari si lelaki pembawa pedang saat Diana merayu lelakinya untuk pulang.

Ketika peperangan dengan kaum anjing hitam sedang parah-parahnya, Diana tak sedikit pun berniat untuk pulang. Ia ingin tetap bersama teman-temannya yang semuanya membawa pedang. Tiba-tiba langit menghitam. Dalam sekejap seluruh mahasiswa pembawa pedang menghilang dan anjing-anjing pingsan. Warga kota dengat cepat menangkap para anjing yang pingsan dan memasukkannya ke dalam kandang besi, berharap para anjing hitam itu bisa jinak. Diana terdiam. Ia mancari lelakinya di tengah kerumunan warga kota yang merayakan kemenangan. Tapi, si lelaki pembawa pedang tak pernah lagi terlihat.

Hari ini, mahasiswa pembawa pedang menjadi sebuah legenda yang pernah menjinakkan anjing hitam. Namun, tak semua warga percaya legenda tersebut. Mereka lebih percaya bahwa anjing-anjing hitam itu telah jinak oleh alam, dan mereka memeliharanya seperti binatang kesayangan. Dan, satu per satu anjing hitam mulai kembali dibebaskan berkeliaran di jalan.