Rabu, 24 Oktober 2012

Perbuatan, Tanda yang Paling Ideal



Mengajak seseorang untuk melakukan sesuatu adalah hal yang tidak mudah untuk dilakukan. Sang pengajak paling tidak harus memiliki pembawaan yang baik agar khalayak yang diajak mempercayai ajakannya. Pembawaan, wibawa, adalah hal yang sulit –namun bukan berarti tidak bisa- untuk ditumbuhkan.

Menumbuhkan wibawa tidak bisa hanya mengandalkan kata-kata (bahkan tulisan ini sekalipun tidak serta-merta membuat saya lebih berwibawa dari Anda). Perbuatan. Ya! Hanya perbuatan, sebagai tanda yang paling ideal, yang bisa menumbuhkan wibawa seseorang. Seseorang menilai orang lain melalui perbuatannya, bukan kata-katanya –meski dalam tulisan. Sebuah hal klise dan disadari banyak orang, namun hanya sedikit orang ynag mampu melakukannya secara konsisten.

Jika harus mengambil ajaran dari para orang tua, mereka selalu menyuruh kita untuk membenahi diri sendiri baru, setelah benar, mengajak orang lain untuk berubah. Mungkin benar seperti harus seperti itu, tapi lantas harus sampai kapan menunggu perubahan terjadi bila diri sendiri pun tak pernah bisa untuk mencapai kesempurnaan yang tidak perlu lagi untuk dibenahi? Sampai kematian menjelang? Sampai mereka sadar untuk membenahi diri sendiri dan bersifat apatis terhadap yang lain?

Tak perlu menjadi sempurna untuk mengajak orang lain untuk berubah. Yang diperlukan hanyalah konsistensi untuk membuat perubahan (ini bukanlah iklan partai politik yang membuat slogan perubahan yang entah apa tujuannya) itu bersama-sama. Dengan mengajak orang lain untuk berubah, setidaknya kita dapat menjadi lebih baik lagi melalui proses itu. Tak perlu citra yang berlebihan, tak perlu pembawaan yang palsu. Hanya perlu melakukannya dengan perbuatan, karena perbuatan adalah ajakan yang paling ideal. Citra itu akan tercipta dengan sendirinya.

Menulis adalah perbuatan. Bicara juga perbuatan. Lalu apa lagi yang harus diperbuat? Menulis dan membaca adalah perbuatan menciptakan tanda lain untuk melakukan sebuah langkah konkret. Lalu apa langkah konkretnya setelah menulis dan berbicara? Tentu melakukannya dengan konsisten. Menulis dan berbicara hanya akan menjadi konsep matang yang sangat sayang bila tak diberikan langkah yang konkret. Dan tentu saja, langkah konkret tanpa sebuah konsep adalah sesuatu yang mudah untuk ditunggangi. Sudah siap berubah? Ah, mungkin waktunya belum tepat.

Noah, Band yang (Belum) Fenomenal Itu

Noah merupakan sebuah band baru, suka atau tidak, mau tidak mau (terlepas dari mereka adalah mantan personil Peterpan). Skandal video seks Ariel, ekspos media ke jeruji besi tempat sang vokalis mendekam, penyambutan kebebasan Ariel dari Hotel Prodeo nan dingin dan sesak, launching buku Kisah Lainnya, serta tour lima negara dua benua sejatinya hanya bumbu untuk memacu angka penjualan album yang diissukan harus mencapai tiga juta kopi dari Musica Studio (label Noah bernaung). Layakkah sebuah band baru ditargetkan penjualan album yang sedemikian dahsyatnya?

Melihat materi lagu di album Seperti Seharusnya, Noah mustahil bisa mengulang kesuksesan album Bintang Di Surga milik Peterpan yang dirilis medio 2004. Hampir semua lagu di album Bintang Di Surga merupakan sebuah hits, dan hampir seluruh lagunya dibuatkan Video Clip. Album Noah yang dirilis baru-baru ini bisa jadi merupakan sebuah langkah blunder. Ciri khas Ariel nampak tak terlihat di album ini. Yang ada hanya sisa-sisa kejayaan yang nampak di album ini. 'Separuh Aku' masih membawa warna Peterpan dengan sedikit polesan sound yang megah. 'Raja Negeriku' merupakan lagu terbaik di album ini, sangat liar dan megah. Dan disertai pidato Soekarno di akhir lagu.

Tiga juta kopi di tahun 2012 adalah hal yang “mungkin“ tak masuk akal. Maraknya pembajakan, free download, serta lesunya penjualan album fisik telah menjadi bukti. Saya pun memliki sebuah full album dengan cara mendownload, ironis. Akankah Musica sedang sepi penjualan? Sepertinya tidak. Mengingat katalog musisi yang bernaung dibawah Musica merupakan musisi-musisi yang potensial. Nidji, Geisha, d’ Massiv, Letto, Vierra, dan baru-baru ini Astoria (project dari Uki, gitaris Noah).

Apakah ini memang ketamakan Major label ataukah sebuah langkah ofensif untuk menghidupkan kembali rilisan fisik? Ataukah ini langkah berani atau bunuh diri? Yang jelas, pengulangan “mungkin“ akan menemukan maknanya. Dan saya nampak sejutu ketika semua jurnalis dari majalah populer maupun lokal menuliskan review tentang Noah, mereka selalu mengkaitkan Noah dengan Peterpan, band yang fenomenal itu.

Tentang Kerinduan yang Tak Menemukan Tujuan


Aku telusuri kamu dari panjang siang, yang lengking mengerang rindu tentang hujan. Tapi kamu tak ada. Barangkali kamu memang tak nyata.

Kadang kalau kemudian debu-debu menyapu trotoar, aku titipkan padanya rindu supaya terbang tanpa menuju, sementara orang-orang menutup hidungnya, mobil-mobil menutup kacanya.

Tapi rindu hanya rindu seperti semua orang tau: lamunan yang terus berdetak di tik-tik hujan, renungan yang kian lapang, atau hal-hal yang membuat nyaring klakson kereta. Ia meminta menagih, satu hal yang membuatnya tabah atau bahkan gegabah.

Sesekali aku seenaknya menebakmu: mungkin kamu berada di atas batu koral pada sebuah sungai, menari-nari mengikuti bunyi arusnya yang perih. Atau mungkin kamu di pinggir gelas kopi setengah isi yang baru saja ditinggal pergi, seorang laki-laki buru-buru sambil melihat arlojinya di tangan kiri.

Kerinduanku diredam sebuah ingatan. Waktu itu temanmu pernah berkata, "dalam lakon, kita harus tak jadi diri sendiri". Ah mungkin kamu justru sedang mencari-cari, apa itu "lakon", apa itu "diri". 

Sementara rinduku tanpa menuju. Ia meminta menagih, satu hal yang membuatnya tabah atau bahkan gegabah, hingga tengadah.