Rabu, 07 November 2012

Jendela pada Sebuah Malam

Catatan: cerita ini hasil kolaborasi saya dengan Addis Nadira. Awalnya kalimat perkalimat, lama-lama alur peralur. Ditulis agak spontan dalam waktu kurang lebih satu jam.
______________________________________________________________________________


Di depan saya ada sebuah jendela. Sepertinya ada seorang perempuan di balik jendela itu. Rupanya samar, terhalang tumpukan embun. Entah apa yang ia lakukan. Sisa-sisa hujan yang masih juga menetes, semakin membuatnya ganjil.

Perempuan itu menempelkan jarinya pada kaca, geraknya terlihat asyik mengukir embun yang dirahasiakan hujan. Nampaknya ia hendak menerjemahkannya pada sebuah kata.

Entah siapa dia. Saya tak tahu betul seperti apa rupanya. Yang jelas, hanya jari-jarinya yang nyata. Saya mengamatinya, di antara asap yang terus mengepul bersamaan rasa penasaran, yang membeku pada dinding-dinding ruangan. 

Lama mengamatinya, saya hanya sadar pada waktu yang terhitung dalam puntung-puntung rokok, yang menggunduk di asbak. Tik-tok jam terus berdenyut. 

(23:35) ada yang hendak ia sampaikan...

(23:40) mungkin ia hanya iseng...

(23:42) oh, sepertinya bukan...

(23:46) nampaknya ia memberi sebuah petanda...

Perempuan itu melepaskan jari-jarinya, menjauh perlahan, menghilang dari jendela. Yang samar, kini benar-benar menghilang, dengan meninggalkan sebuah tanda.

Saya mendekat pada kaca mendapatkan satu kata, yang tak kalah dingin dari dinding: R-O-M-A-N-T-I-S

...

...

...

Tanda yang ia tinggalkan itu membuatnya tak benar-benar menghilang. Yang hilang, yang semula samar, kini justru menjadi jelas. Kata itu, sama persis seperti sebelumnya. Kata yang sama, namun rasanya tak pernah sama. Kata yang selalu membuat kita berbeda.

Saya lantas menghisap rokok dalam-dalam. Asapnya mengepul, membawa saya terbang-tenggelam, ke dalam ingatan.


Lenteng Agung, 7 November 2012.

Siapa yang Harus Ku Caci-Maki?


Anak-anak kecil era Millenium tak banyak yang menyanyikan lagu-lagu yang semestinya mereka nyanyikan. Adakah ini sebuah degradasi akan lagu anak-anak yang hilang? Ataukah anak- anak era Millenium mulai jengah dan bosan dengan lagu anak-anak yang lawas macam , “Lihat kebunku” , “Bintang Kecil” , “Aku Seorang Kapiten” , "Bintang Kejora".

Banyak upaya penyelamatan lagu anak-anak yang dilakukan oleh orang-orang yang berkepentingan seperti ajang ajang menyanyi khusus anak-anak, musik pengiring olah raga di taman kanak-kanak ( Tk) bahkan Odong-odong pun turut member andil menyelamatkan hal tersebut (walaupun banyak lagu anak-anak yang sudah di remix oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab).

Saya amat miris ketika melihat banyak anak-anak yang membentuk sebuah Girl / Boyband Cilik. Sebut saja Cowboy Junior, Super Seven,Stanza dan masih banyak lagi. Rata-rata mereka menyanyikan lirik-lirik bertemakan percintaan. Apakah seorang anak-anak pantas mengatakan “mungkin inilah rasanya, rasamya rasa suka pada dirinya, sejak pertama aku bertanya facebook-mu apa nomermu berapa”.

Dan kegilaan ini masih berlanjut ketika saya berada di sebuah warnet dekat rumah saya. Beberapa anak kecil menyanyikan refrain dari SM*SH, “you know me so well, girl I need you” adakah hal yang salah? Menurut saya, jelas ada. Ada dua faktor utama yang menyebabkan hal ini berlangsung. Televisi dan kurangnya pengawasan orang tua.

Televisi yang katanya etalase sudah jelas-jelas menyebarkan virus ini. Banyak sekali iklan, promo sinetron dan acara musik pagi yang semakin semena-mena menampilkan lagu-lagu cinta kelas kerupuk. Masyarakat khususnya anak-anak terlalu sering dicekoki hal-hal tersebut. Saat ini sudah sedikit sekali program yang mengedukasi penikmat televisi. Jika sudah seperti ini, siapa yang harus disalahkan? Produser pelaksana suatu acara adalah seorang yang pantas untuk dicaci maki. Dan tentu saja slogan Evrything Is Rating.

Pengawasan orang tua tentunya menjadi sebuah pekerjaan rumah yang amat berat. Orang tua yang baik tentu tak akan membiarkan anaknya tercebur begitu saja dalam limbah industri hiburan yang semakin gila. Orang tua yang baik akan menemani tumbuh kembang anaknya dengan memberikan pembelajaran, wawasan, hal hal yang boleh disimak maupun tidak, mengawasi anak anak dalam menyaksikan suatu acara di televisi. Ini adalah hal yang terkesan kolot, namun inilah yang terbaik. Kebanyakan orang tua sekarang membebaskan tontonan anak-anak mereka. Inilah faktor utama banyaknya anak-anak yang sudah Nampak dewasa dengan menyannyikan lagu-lagu cinta.

Menunggu Senja

Apa kabar, pagi?
Sudah lama aku tak menyetubuhimu..
Dinginmu yang alami, membunuhku perlahan
Mematikan urat, menghentikan otak
Aku rindu permainanmu
Namun aku lebih rindu kepada sudaramu..

Apa kabar senja?
Berapa lama kita tak berjumpa?
Ah, aku ingat!
Terakhir kali kau bilang ingin pergi
Aku mengangguk iya
Lantas semua menuju barat
Malam datang, engkau selalu menghilang..
Pergi tanpa pesan

Apa kabar malam?
Sudah berapa kali kau kusapa?
Mungkin kau sudah bosan
Tapi hanya kau yang bisa kusapa
Tak seperti senja yang angkuh
Tak seperti pagi yang membunuh
Aku pun mulai bosan
Engkau selalu diam, malam

Aku sedang tak ingin marah
Aku bosan marah
Toh, semua percuma
Tak ada yang berubah oleh kemarahan
Aku hanya sedang rindu senja
Senja yang selalu bisa diajak bicara

Ah, hari sudah siang
Aku rindu senja, yang angkuh
Tapi sekarang, senja telah tiada
Siang langsung berubah malam
Malam selalu diam dan pagi terlalu menyakitkan

Aku rindu padamu, senja
Entah kapan kau kembali mengemaskan langit
Entah kapan kau pulang
Atau aku yang harusnya pulang?



Jakarta, November 2012