Minggu, 21 Oktober 2012

Secuil Hal tentang Anak Balita dan Perempuan Duapuluh Tahun

Gambar didapat dengan memanfaatkan google.

Di dekat pintu, Khaila mengajak saya bercanda. Ia nampak ceria. Sementara saya asyik merokok dan terus memikirkan apa yang bisa saya ceritakan untuk meneruskan proyek 30 hari menulis. Saya pun hanya menanggapi sekenanya.

Khaila, keponakan saya, perempuan yang baru berumur tiga tahun itu masih juga bernyanyi-nyanyi. Ia kemudian naik-naik ke atas meja. Asap rokok yang saya kepulkan semakin memasuki ruangan. Di rumah saya, ada semacam aturan: merokok tak boleh di dalam ruangan. Karena itu, saya pun menutup pintu. Kini kami terpisah. Saya di luar, Khaila di dalam, tak sadar dengan pintu yang saya tutup -- yang membuat kami terpisah.

Tapi akhirnya ia sadar. Ia mendabak menangis, menjerit.

Sementara itu, saya yang tengah fokus dalam pikiran, tak begitu mempedulikan suara tangisannya. Lalu saya mendengar Khaila merengek-rengek menyebut nama saya, ketika ia ditanya mengapa menangis.

Saya tiba-tiba teringat pada sesuatu. Ah! Ingatan: sesuatu yang selalu mengintai, yang kapan saja bisa datang, dan kemudian seenaknya membawa kita ke masa lalu.

Saya mengingat ketika sedang berjalan dengan seorang perempuan. Katakanlah "A". Saat itu kami berjalan bersamaan di antara gelap, hujan, dan sepi. A tiba-tiba mengeluh pada saya, "kalo jalan, gak boleh cepet-cepet tau, May. (Itu bikin) cewek ngerasa gak dilindungin."

Atas keluhannya, saya tersadar. Rupanya tadi saya berjalan terlalu cepat. Saya mendahului A, membuatnya tertinggal di belakang, sendirian.

Entah mengapa saya mengingat dcerita itu. Saya rasa ada keterkaitan antara cerita tentang Khaila dan tentang A. Yang jelas, di kedua cerita (pengalaman) itu, saya merasakan hal yang sama. Saya pikir, Khaila dan A (bahkan mungkin anda) memiliki latar belakang yang sedikit banyak punya kesamaan. Itu yang membuat keduanya melakukan hal yang mirip, yang membuat saya merasakan hal yang sama di dua cerita berbeda.

Namun tidak bagi A. Ketika saya menceritakan mengenai pengalaman saya ini, ia berpendapat lain. Menurutnya, apa yang dialami Khaila adalah naluri alamiah seorang anak berumur tiga tahun. "Semua anak kecil seusia dia (Khaila), cewek ataupun cowok, akan merasakan dan melakukan hal yang sama seperti Khaila," A melanjutkan.

Soal apa yang A rasakan ketika berjalan dengan saya, "itu naluri perempuan seumur gua (20 tahun)," ungkapnya.

Berbeda dengan saya, A adalah perempuan yang percaya dengan takdir, peran terberi, atau sesuatu yang apriori.

Tak ada yang salah dari ini semua.

Gelisah dan Lahirnya Pemikiran Segar

Ilustrasi: blogspot.com

Mengapa harus gelisah? Mengapa tak kau simpan sendiri kegelisahanmu itu?” –seorang teman imajiner

Kegelisahan adalah sifat dari manusia konkret, yang hidup secara sadar. Manusia konkret menjadi pusat kegelisahan yang melahirkan sebuah renungan, lalu mereka menempatkan dirinya sebagai manusia yang bereksistensi. Keeksistensian itu memerlukan apresiasi dari manusia lain. Oleh karena itu, kegelisahan yang telah direnungkan sudah selayaknya dibagikan kepada manusia lain –setidaknya untuk mencari apresiasi.

Kegelisahan manusia muncul dari ketidakpuasan terhadap kondisinya –baik secara personal maupun terhadap lingkungan sosial. Intinya adalah penolakan terhadap sistem yang berlaku dalam kehidupan sosial tidak mengakui eksistensinya. Menurut Freidrich Nietzche, manusia yang berkesistensi adalah manusia yang mempunyai keinginan untuk berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus menjadi manusia super (uebermensh) yang mempunyai mental majikan bukan mental budak. Dan kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan penderitaan karena dengan menderita orang akan berpikir lebih aktif dan akan menemukan dirinya sendiri.

Penderitaan yang dimaksud adalah proses kegelisahan itu datang dan selalu menghantui kehidupan manusia. Dalam pederitaan itulah, manusia ditantang untuk menemui hakikat dari dirinya sendiri. Dibutuhkan proses renungan yang panjang untuk menemukan makna dari hidup yang sebenarnya.

Manusia membutuhkan waktu untuk merenungkan kegelisahan yang menghantui pikirannya. Renungan yang digunakan untuk mengatasi kegelisahannya itu yang menentukan kualitas hidup yang dimiliki seseorang. Ya, renungan yang jernih akan menhasilkan pikiran yang jernih pula, pikiran yang jernih akan menghasilkan ide yang jernih, yang lahir dari kegelisahan yang menghantui.

Kegelisahan manusia akan terus ada. Ia (kegelisahan) merupakan proses untuk menemukan makna dari kehidupan. Manusia-manusia yang belum menemukan makna dari kehidupannya, senantiasa selalu menjadi gelisah. Dan manusia yang cerdas tentu akan memanfaatkan kegelisaahan itu menjadi sebuah pemikiran dan ide-ide yang baru, bukan hanya larut dalam kegelisahannya sendiri.

Rilisan Musik Adalah Sebuah Fashion

Ilustrasi: guardian.co.uk

“Musik Koil akan selalu gratis,” ujar si mulut besar J. A. Verdyantorro beberapa waktu lalu di akun twitternya. 

Sementara itu, di televisi, sering sekali kita mendengar, “dengan membeli rilisan fisik, kalian sedikit banyak membatu perkembangan musik tanah air," . Opini kedua pihak tersebut bisa saja menjelaskan keadaan kultur musik yang semakin absurd.

Di saat semua orang bebas mengunduh lagu di situs situs free download maupun berbayar, masih ada sekelompok orang yang rela membeli rilisan fisik sebuah album. Bisa jadi untuk menjadi bahan koleksi ataupun sekedar gengsi, atau mungkin saja untuk mengeksklusifkan diri. Semoga poin terakhir bukan menjadi alasan.

Hari ini, musik sudah tak menjadi barang yang mahal, tak ada lagi data penjualan yang mencapai jutaan kopi. Seperti yang pernah dibuat Sheila On 7, Peterpan (Innalillahi wainalillaihi rojiun), Padi. Semua telah banyak berubah karena makin menjamurnya pembajakan di negeri tercinta ini (cuih...).Untuk memperoleh penjualan Gold. Dulu para musisi harus menjual album hingga satu juta kopi. Saat ini, major label hanya menargetkan beberapa ratus ribu kopi untuk mencapai predikat tersebut.

Menurut sebagian orang (atau lebih tepatnya produser musik), bisa jadi membuat rilisan fisik di era sekarang adalah tindakan bunuh diri. Mengingat maraknya pembajakan serta free download. Sampai sampai banyak dari major label yang mengaktifkan sistem “single“. Memilih sebuah lagu terbaik untuk dijadikan lagu utama dari musisi, sebagai ajang tes ombak ke pasaran. Jika sukses, major label akan membuatan sang musisi sebuah album, jika tidak, bersiaplah untuk ditelantarkan. Nagaswara adalah sebuah label yang paling sering mengorbitkan artisnya dengan cara seperti ini

Melihat list traffic download yang semakin menggila (entah karena tak mampu membeli rilisan fisik, malas pergi ke toko musik, atau memanfaatkan teknologi yang semakin tak terkendali), sampai ada beberapa band/musisi yang gencar menggratiskan rilisannya, seperti Koil, Bottlesmoker, Frau dan masih banyak lagi. Atau juga membuat sebuah langkah (yang menurut mereka brilian), untuk tidak merilis fisik karena bisa menyebabkan rusaknya data musik pada media penyimpanan seperti kaset, compact disc atau vynil. Dan membiarkan para fans membayar lagu mereka secara sukarela via Itunes. Seperti yang dilakukan Radiohead.

Terpujilah para pembeli rilisan di jalan Surabaya, Heyfolks, Disc Tarra, Duta Swara. Karena berkat kalian, rilisan fisik tak sepenuhnya mati (terlepas dari semua hal yang saya jabarkan di atas). Dan terima kasih untuk para pengunduh, pembajak, dan pengunggah musik secara ilegal. Karena tanpa kalian, rilisan musik di negara ini akan terlihat basi.