Kamis, 24 Juli 2014

Kikuk



“Kemana saja kamu hah? Sudah sore tidak pulang.!!! Joko marah besar kepada pujaannya, Rumi di telepon. “Aku bukannya melarangmu untuk bergaul, tapi asal jangan dengan mereka. Mereka adalah serigala yang siap memangsamu kapan saja.” Tukas joko. Rumi hanya diam saja mendengar perkataan Joko, ia malah mematikan telepon genggamnya. Rumi terlalu bodoh jika selalu mengikuti titah Joko.

Sorepun menjelang, lembayung senja berkumpul membentuk sebuah kerumunan. Rumi masih belum pulang. Ia masih asik dengan rokok di tangannya. Ia menghembuskannya sekuat mungkin ke udara. Ada sebuah pikiran tengah merasuki dirinya. Ia masih bingung dengan perlakuan Joko kepadanya. Joko terlalu protektif, kolot, sayap kanan. Ia tak suka dengan sikap Joko. “Joko bangsat !!! elu gausah ngatur hidup gua !!!

Rumi memanglah seorang anak kota yang tak pernah suka diatur. Sementara Joko adalah anak desa yang konservatif. Perbedaan ini membuat mereka kerap berselisih paham. Padahal Joko sayang Rumi. Hanyasaja Joko tak berani mengungkapkan perasaannya. Ia yakin Rumi akan menolak cintanya apabila ia menyatakan.
Joko masih menunggu Rumi di rumahnya. Ia cemas, secemas suami menunggu istri yang tengah dalam proses melahirkan, bahkan leih dari itu. Joko berputar-putar di ruang tamu, dapur, teras depan, kamar mandi dan setiap sudut ruang lainnya. Namun, Rumi tak kunjung datang, Joko kikuk berkepanjangan. Dan Adzan Magrib dikumandangkan dari surau dekat rumahnya, Joko masih kikuk.

Satu jam setelah Adzan berkumandang, Rumi belum datang. Dua jam sama saja, tiga jam berlalu, Joko mencoba kembali menelepon Rumi, namun telepon genggamnya tak memiliki pulsa. Empat jam berlalu, Joko mulai mengantuk. Ia mencoba mengusir kantuknya dengan segelas kopi hitam tanpa gula. Joko mulai terjaga dan bebas dari kantuk. Lima jam berlalu, Rumi masih belum tiba. Joko mulai cemas, gelisah, was-was. Enam Jam berlalu, Joko mulai jenuh. Ia pun mencoba memejamkan mata di sofa lusuhnya. Joko terlelap.
Waktu sudah menunjukan dini hari, Joko telah masuk ke alam mimpinya. Ia bermimpi melihat Rumi tersenyum sangat manis kepadanya. Bibir merah Rumi membuat Joko tersipu malu. Joko hanya bisa mengagumi keindahan yang dimiliki Rumi. Sekali lagi Joko kikuk. Ia kikuk dalam mimpinya.

Adzan subuh surau telah berkumandang. Pinto Joko diketuk dengan sangat kencang tak beraturan. Seketika Joko bangun dari sofa lusuhnya. Ia membuka pintu. Betapa terkejutnya dia melihat Rumi pulang ke rumah Joko dengan keadaan compang camping. Pakaian Rumi sobek disegala penjuru. Rumi memeluk Joko, ia menangis sekencang-kencangnya di pelukan Joko. Air matanya merobek kaos Joko yang lusuh. Joko masih terdiam. Joko mencoba menenangkan Rumi, Joko tak tahu harus bagaimana. Untuk ketiga kalinya, Joko kikuk.

Fadli Zon

Apa kabar bung Fadli? Apakah anda sudah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi? Dari kabar berita, saya dengar gugatan itu akan dilayangkan Jumat mendatang. Tapi peduli setan, saya sedang tak ingin membahasnya.

Oh iya, bung. Semester lalu saya diberi tugas oleh redaktur saya untuk mencari apa yang terjadi saat tahun 1998 dulu. Ia memberikan buku Penakluk Rezim Orde Baru: Gerakan Mahasiswa ’98. Saya disuruh baca buku itu dan buat kesimpulannya.

Saya takjub, bung. Ada namamu disebut-sebut di buku itu. Kau dibilang sebagai mahasiswa teladan kampus perjuangan Orde Baru. Betapa besar namamu hingga bisa masuk buku.

Bung tidak percaya? Ah baiklah, saya akan tuliskan di sini beberapa cukilannya dari buku itu, tentang PRD, gerakan mahasiswa dan tentu saja; Orde Baru.
***

Kerusuhan yang terjadi di markas PDI, yang akhirnya mengambinghitamkan Partai Rakyat Demokratik (PRD), membuat aktivitas demontrasi sedikit menyusut. PRD dianggap sebagai neokomunis –yang pada masa Orde Baru, kata neokomunis, dapat dapat diadili tanpa melalui sidang- yang berpikir dan bertindak seperti Partai Komunis Indonesia. Koor politik tersebut juga diamini oleh HMI, Pemuda Muhammadiyah, Gerakan Pemuda Ansor, dll.

Fadli Zon, sebagai mahasiswa teladan kampus perjuangan Orde Baru, ikut ambil suara dalam menuntut tindakan tegas kepada PRD. Menurutnya, PRD adalah partai yang anti Soeharto dan anto Orde Baru, hal tersebut dibuktikan, bahwa aktifis mahasiswa Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID), sayap PRD, setiap kali menyebut Soeharto, selalu menambahkan huruf ‘A’ di depannya.

Pimpinan PRD dipenjara, namun para pengikutnya tetap menjalani aktivitasnya sesuai dengan tujuan PRD, menurunkan Soeharto, mencabut paket 5 UU Politik dan mencabut dwifungsi ABRI. Aktifis-aktifis ini menyebar dalam organ-organ lain tanpa menggunakan nama PRD.

Gerakan politik ini adalah motor yang memang terkenal radikal dalam mengampanyekan politik golput. Pada 29 Januari 1997 di Purwokertotiga mahasiswa diperiksa oleh polisi dalam kasus 50 stiker politik yang bunyinya, “Bila upah buruh rendah, pengangguran masih ada, paket 5 UU politik belum dicabut. Jangan lupa Golput!”

Gerakan Mahasiswa pada reformasi 98 terbagi menjadi dua: Pertama, gerakan politik yang memang sejak awal menentang Orde Baru; Kedua, gerakan moral yang muncul sejak isu krisis moneter mulai bermunculan dan ekonomi negara semakin kacau.

Bergabungnya Universitas Indonesia dalam barisan, diyakini sebagai bangunnya gerakan mahasiswa setelah 20 tahun tertidur. “Bila UI turun, berarti negara dalam keadaan genting.” Mitos angkatan 66 memang belum bisa dihilangkan. Padalah, subtansi gerakan mahasiswa yang muncul pada 1998 adalah hasil proses panjang sejak tahun 80an.

Namun sebagai penakluk rejim, keduanya sama-sama memiliki andil yang tak bisa dibandingkan satu sama lain. Gerakan politik menentukan format, isi dan radikalisasi gerakan, sedangkan gerakan moral aktifis ‘resmi’ kampus yang memungkinkan aksi menjadi massif dan serentak secara nasional.I
***

Sekian dulu, bung. Kebetulan, saya belum selesai membacanya. Kalau ada kesempatan, mungkin akan saya lanjutkan. Semoga kita bisa berjumpa, bung.

Tabik!


I"’Turunkan Harga, Atau Kami Turunkan Kamu..’ Gerakan Mahasiswa Menggulingkan Soeharto” oleh Muridan S. Widjojo dalam Penakluk Rezim Orde Baru: Gerakan Mahasiswa '98.