“Kemana saja kamu hah? Sudah sore tidak
pulang.!!! Joko marah besar kepada pujaannya, Rumi di telepon. “Aku bukannya
melarangmu untuk bergaul, tapi asal jangan dengan mereka. Mereka adalah
serigala yang siap memangsamu kapan saja.” Tukas joko. Rumi hanya diam saja
mendengar perkataan Joko, ia malah mematikan telepon genggamnya. Rumi terlalu
bodoh jika selalu mengikuti titah Joko.
Sorepun menjelang, lembayung senja berkumpul
membentuk sebuah kerumunan. Rumi masih belum pulang. Ia masih asik dengan rokok
di tangannya. Ia menghembuskannya sekuat mungkin ke udara. Ada sebuah pikiran
tengah merasuki dirinya. Ia masih bingung dengan perlakuan Joko kepadanya. Joko
terlalu protektif, kolot, sayap kanan. Ia tak suka dengan sikap Joko. “Joko
bangsat !!! elu gausah ngatur hidup gua !!!
Rumi memanglah seorang anak kota yang tak
pernah suka diatur. Sementara Joko adalah anak desa yang konservatif. Perbedaan
ini membuat mereka kerap berselisih paham. Padahal Joko sayang Rumi. Hanyasaja
Joko tak berani mengungkapkan perasaannya. Ia yakin Rumi akan menolak cintanya
apabila ia menyatakan.
Joko masih menunggu Rumi di rumahnya. Ia
cemas, secemas suami menunggu istri yang tengah dalam proses melahirkan, bahkan
leih dari itu. Joko berputar-putar di ruang tamu, dapur, teras depan, kamar
mandi dan setiap sudut ruang lainnya. Namun, Rumi tak kunjung datang, Joko
kikuk berkepanjangan. Dan Adzan Magrib dikumandangkan dari surau dekat
rumahnya, Joko masih kikuk.
Satu jam setelah Adzan berkumandang, Rumi
belum datang. Dua jam sama saja, tiga jam berlalu, Joko mencoba kembali
menelepon Rumi, namun telepon genggamnya tak memiliki pulsa. Empat jam berlalu,
Joko mulai mengantuk. Ia mencoba mengusir kantuknya dengan segelas kopi hitam
tanpa gula. Joko mulai terjaga dan bebas dari kantuk. Lima jam berlalu, Rumi
masih belum tiba. Joko mulai cemas, gelisah, was-was. Enam Jam berlalu, Joko
mulai jenuh. Ia pun mencoba memejamkan mata di sofa lusuhnya. Joko terlelap.
Waktu sudah menunjukan dini hari, Joko telah
masuk ke alam mimpinya. Ia bermimpi melihat Rumi tersenyum sangat manis
kepadanya. Bibir merah Rumi membuat Joko tersipu malu. Joko hanya bisa
mengagumi keindahan yang dimiliki Rumi. Sekali lagi Joko kikuk. Ia kikuk dalam
mimpinya.
Adzan subuh surau telah berkumandang. Pinto
Joko diketuk dengan sangat kencang tak beraturan. Seketika Joko bangun dari
sofa lusuhnya. Ia membuka pintu. Betapa terkejutnya dia melihat Rumi pulang ke
rumah Joko dengan keadaan compang camping. Pakaian Rumi sobek disegala penjuru.
Rumi memeluk Joko, ia menangis sekencang-kencangnya di pelukan Joko. Air
matanya merobek kaos Joko yang lusuh. Joko masih terdiam. Joko mencoba
menenangkan Rumi, Joko tak tahu harus bagaimana. Untuk ketiga kalinya, Joko
kikuk.