Kamis, 17 Juli 2014

Pinggulmu Bukan Omelet

Aku bersama anak-anak kita
Menyaksikan pinggulmu di halaman
Bergoyang ke kiri bergoyang ke kanan
Menyisakan suara air menetes-netes
Kau sadar tapi terus memeras baju kami
Dan kau justru bersiul seraya menjemur
Kaos kaki juga celana dalam kami

Barangkali kau mengingat saat kami tertidur
Aku memasukkan tanganku ke dalam celana sambil mengorok
Sedangkan anak-anak begitu pulas
Mereka tetap memeluk perut buncitku
Meski saat terbangun mereka memprotesku

Kau tahu, pagi yang sama tak akan terulang kembali
Ketika kau memberi tahu anak-anak bagaimana suara ayam berkokok
Ketika kau mengajari anak-anak bagaimana cara menyapu dengan sapu lidi
Anak-anak tak peduli
Mereka tetap melompat-melompat sambil menjulurkan tangannya ke langit timur
Mereka masih mengira matahari dapat diraih

Pinggulmu itu
Bukan omelet yang kau buat dengan irisan cabe rawit di saban minggu
Kau bisa lihat kami
Tak berebut mengambil bagian terbanyak sambil saling sikut
Soal pinggulmu itu
Mata kami membuat semacam kesepakatan damai

Kau tentu saja ingat di Depok tak ada bir yang mudah didapat
Waktu kau dan aku pertama kali bertemu
Aku ingin ceritakan itu pada anak-anak kita kelak
Walau kau tak tertarik ikut bersama kami
Anak-anak pasti tetap menyimak cerita itu
Bahkan lebih khusyuk dari pada upaya mereka meraih matahari

Sebab sebelum bercerita, diam-diam aku berbisik cerita itu tentang puisi ini
Lalu aku berjanji akan membacakan puisi ini pada mereka



 Day 19


Tidak ada komentar:

Posting Komentar