SABTU siang lelaki tua itu terbangun. Tak ada yang berbeda
dari harinya itu. Hanya ada hujan yang menyambut mesra di atap yang ditambal
seng hibahan dari asrama militer. Istrinya seperti biasa, tidak ada di rumah. Ia
langsung ke kamar mandi, mengambil wudhu dan sembayang.
Sabtu itu adalah pertengahan bulan puasa. Lelaki tua itu
masih masih terus berdoa, memohon restu kepada semesta. Ada perasaan yang aneh
siang itu. Pikirannya selalu melayang ke kampung halamannya di Kebumen. Ada sesosok
suara yang menyuruhnya pulang. Ia bimbang, apakah tahun ini akan pulang.
Sudah lebih dari lima tahun ia tak pernah berjumpa dengan
Emaknya. Di Jakarta, ia tinggal dengan keluarga kecilnya. Anaknya tiga. Satu sudah
menikah dan merantau ke seberang. Di rumahnya hanya ada empat manusia, temasuk
dirinya. Keluarganya memiliki satu kebiasan yang sama: DIAM. Lelaki tua itu
rindu kepada Emak yang banyak bicara.
Ia rindu Emak, rindu Kebumen, rindu pulang.
SORE hari sehabis mandi, ia langsung bersiap menyuruh anak
lelakinya yang terakhir untuk mengantar ke Pasar Minggu, tempat bus malam Sinar
Jaya menunggu penumpang. Mardi bingung bercampur kesal, pasalnya sudah pukul 17.00
dan sebentar lagi buka puasa. Namun Mardi tak banyak bicara, ia simpan kesalnya
dalam hati.
Dengan motor yang dulu dibelikan Bapaknya, ia mengantar
dengan kecepatan 40km/jam di jalan yang sedikit lengang. Sampai di Pasar
Minggu, bus-bus Sinar Jaya sudah menunggu. Beberapa jurusan Purwokerto, ada
yang ke Pekalongan. Ada satu yang menuju Kebumen. Leaki tua itu langsung
membeli tiket. Mardi sungkan untuk izin pulang.
Azan magrib telah berkumandang. Lelaki tua dan anaknya
berbuka di warung kopi dadakan yang hanya ada saat bulan puasa. Setengah jam,
Sinar Jaya yang menuju Kebumen dengan nomor polisi B 2345 BM akan jalan. Mardi mencium
tangan bapaknya.
Mardi segera pulang setelah bus Sinar Jaya jalan. Malam itu
ia tidak ikut solat Tarawih di masjid samping rumah. Ia baru sampai ketika
bilal sudah mengucap niat Tarawih.
Di televisi, Mardi menghabiskan waktunya. Berita. Aku butuh
berita, pikirnya. Maklum, hasil hitung cepat dari kemarin masih belum ada yang
mau mengalah. Mardi senang membanding-bandingkan antara Metro TV dan TV One,
hanya untuk ditertawakan.
Seperti tersambar kilat, ia diam menganga, melihat berita
terbakarnya bus malam Sinar Jaya yang dia hapal nomor polisinya itu. Bus itu
meledak di jalan tol menuju Cibitung. Mardi bingung hendak melakukan apa. Ia mencoba
menelpon nomor Bapaknya, namun tak nyambung jua.
Mardi masih tegang. Ia tidak yakin dengan berita yang
dilihatnya itu. Ia tidak percaya berita televisi. Namun ia akhirnya menyerah,
mencoba untuk percaya.
“Bapak akhirnya pulang,” ucapnya pelan seperti tak ingin
didengar.
Lelaki tua itu akhirnya pulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar