Sabtu, 03 November 2012

Sajak Kebenaran




Vox populi vox dei. Suara mayoritas adalah suara yang paling benar. Kalau begitu, bunuh saja minoritas, biar perkara selesai. Semakin banyak rakyat yang merasa sebagai mayoritas, yang menyebut kebenarannya adalah kebenaran mutlak.

Rakyat yang (merasa) mayoritas semakin sulit untuk dikritik, semakin sensitif akan pandangan negatif. Semua pandangan mayoritas adalah benar (titik). Tak ada yang bisa mengganggu gugat. Suara kami (mayoritas) adalah suara tuhan. Lalu apa urusanmu? Pergi sana jauh-jauh. Nanti kalau lama-lama di sini kau bisa mati. Kau hanyalah minoritas, makhluk hidup yang tak pantas memperjuangkan kebenarannya. Makhluk yang harusnya mengikuti kami, mayoritas.

Egoiskah kami? Apakah boleh kami membunuh minoritas untuk kebenaran kami? Salahkah kami memperjuangkan kebenaran bagi orang yang lebih banyak? Hah? Anda jangan diam saja. Bicara! Bertindak! Jangan menjadi pengecut, yang mondar-mandir lalu menganggukkan kepala, tanda sepakat. Apa Anda tak ingin memberontak? Tak ingin memperjuangkan kebenaran yang anda percayai?

Ambilah senjata. Isi otak kalian dengan pemahaman. Cari tahu dulu apa arti kebenaran. Sudah ketemu? Mari kita serang orang-orang yang memaksakan ketuhanannya!

Tusuk matanya. Robek kulitnya. Jangan lupa, karatkan terlebih dahulu tongkat besimu sebelum kau tancapkan ke jantungnya. Jangan beri mereka kesempatan. Hancurkan, sampai mereka kesakitan dan menemukan kebenaran, kematian.

Sampai jumpa kawan-kawan. Dahulu kita bermain bersama, melewati lembah, menghirup ganja sampai berkhayal tentang surga. Namun kita saling berlawanan, saling menghancurkan. Aku adalah tuhanku dan kau adalah tuhanmu, kebenaranmu. Sampai jumpa. Sampai jumpa di kematian, kebenaran.


Jakarta, November 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar