Sabtu, 20 Oktober 2012

Jurnalisme Warga, Ketidakpuasan kepada Media Massa



Jurnalisme warga, yang saat ini menjadi fenomena di Indonesia, lahir dari ketidakpuasan masyarakat dengan media massa yang ada. Media-media besar semakin hari semakin berpihak kepada kepentingan penguasa. Informasi yang dihadirkan sering kali tidak berimbang. Hal ini yang menyebabkan masyarakat tidak puas dengan berita-berita yang disajikan di media mainstream.

Banyak kepentingan yang terdapat di dalam berita yang disajikan media massa. Mulai dari kepentingan politik, ekonomi, dan lain sebagainya, yang semakin membuat media massa tidak seimbang (cover both side) lagi dalam menyampaikan isi pernyataan. Yang dirugikan adalah masyarakat yang mengkonsumsi media tersebut. Masyarakat diberikan mitos melalui tanda (bahasa) oleh media, kemudian media mengemas mitos dengan rapi, sehingga mitos itu dianggap sebagai sebuah kebenaran. Mitos-mitos yang diciptakan media mainstream membuat masyarakat terperangkap dalam tanda-tanda yang diberikan tanpa tahu kebenarannya, bagaikan seekor katak dalam tempurung. Dalam kepalsuan mitos itu pula, kualitas pikiran masyarakat terus menurun. Oleh karena itu, mitos yang dihasilkan oleh media perlu untuk diketahui asal-usul kebenarannya.

Masyarakat yang memiliki sikap kritis, tentu, tidak begitu saja percaya dengan apa yang disaksikan melalui media massa. Mereka, yang masih bisa sedikit kritis, akan berusaha membongkar fakta yang diberikan oleh media mainstream. Namun, mitos yang dihasilkan oleh media massa tidak lantas menjadi alasan untuk membenci media yang notabene-nya memberi informasi. Salah satu cara untuk membongkar mitos tersebut adalah dengan menjadi media yang lebih jujur, obyektif, tanpa adanya kepentingan para penguasa. Dari hal tersebut munculah jurnalisme warga, sebagai media dari dan untuk untuk masyarakat.

Juralisme warga lahir dari masyarakat yang muak dengan media massa mainstream, yang seragam. Mereka, masyarakat yang muak dengan media mainstream, lantas mencari media alternatif, mengamati dan mulai menirukannya. Sadar atau tidak, mereka telah menjadi media –setidaknya media untuk menyalurkan pemikirannya sendiri. Saat ini masyarakat dapat dengan sangat mudah menjadi media yang memnyampaikan pikiran-pikirannya tentang isu atau kondisi yang sedang terjadi melalui situs jejaring sosial yang ada. Jika antusias seperti ini dikelola dengan baik, seperti jurnalisme profesional, tentu akan menjadi alternatif bagi masyarakat untuk menemukan informasi yang berbeda dari berbagai perspektif.

Don’t hate the media, just be the media,” begitulah salah seorang kawan saya berucap. Jangan pernah menyalahkan media bila kita tak dapat berbuat apa-apa. Setidaknya, bertindaklah sebagai media. Media yang menghasilkan pikiran-pikiran segar, yang telah lama hilang dari media-media besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar