Senin, 15 Oktober 2012

Aku Adalah Aku, Telanjang


"Aku bukan nasionalis, bukan katolik, bukan sosialis. Aku bukan buddha, bukan protestan, bukan westernis. Aku bukan komunis. Aku bukan humanis. Aku adalah semuanya. Mudah-mudahan inilah yang disebut muslim. Aku ingin orang menilai dan memandangku sebagai suatu kemutlakan (absolute entity) tanpa menghubung-hubungkan dari kelompok mana saya termasuk serta dari aliran apa saya berangkat. Memahami manusia sebagai manusia.”
-Ahmad Wahib, pemikir dan pembaharu Islam.

Ilustrasi: hidupkatolik.com

Manusia sebagai mestinya dipandang sebagai manusia utuh tanpa pernak-pernik di sekitarnya. Tapi pada kenyataanya, manusia selalu menganggap manusia sebagai bentuk, aliran, dan lainnya, bukan dalam keutuhannya sebagai manusia. Entah apa yang salah. Apakah para pemuka agama? Mungkin.

Sebagai seorang muslim, saya percaya Alquran. Tapi tafsirnya, tunggu dulu. Tafsir itu ada karena adanya kesepakatan para ulama. Alquran diturunkan di Timur Tengah dengan kondisi dan budaya setempat, ketika masuk ke kultur yang berbeda, perlahan tapi pasti itu akan bercampur dengan kultur lokal. Tidak selamanya kebenaran mereka sama dengan kebenaran yang saya yakini. Alquran, seperti juga karya seni, dimana setiap orang berhak menafsirkannya dengan kebenaran masing-masing.

Banyak ambiguitas saat ada seseorang berkata, “percuma muslim, tapi diem ketika agamanya dihina,” ketika ada aliran Islam lain mengungkapkan tafsirnya menurut kebenarannya. Musim mana yang merasa terhina? Bukankah Alquran itu multitafsir? Bukankah setiap orang mempunyai hak untuk memperjuangkan kebenarannya? Masih banyak setumpuk pertanyaan yang tak menemukan jawaban dalam dunia ini.

Persepsi saya untuk saat ini terbentuk dan mengatakan bahwa yang paling benar adalah ajaran yang saya anut saat ini. Itu ego saya, mungkin. Tapi setiap manusia punya ego masing-masing. Saya menganggap mereka benar ketika mereka tidak mengganggu ketenangan –kenyamanan untuk hidup bersosial- saya.

"Kita begitu berbeda dalam semua, kecuali dalam cinta."
 -Soe Hok Gie, pemikir dan aktivis yang mati muda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar