Jerman tampil amat gila semalam,
mereka menggerus tuan rumah Brazil 1-7 di Estadio Bello Horizonte.
Jerman sendiri menjawab keraguan saya akan sisi pragmatisnya yang
membosankan. Mereka mencoba keluar dari zona nyaman dan hasilnya
adalah 200 juta jiwa lebih harus merasakan kepiluan atas perlakuan
Jerman. Hal ini tentu mengingatkan saya terhadap pembantaian tentara
Jerman kepada kaum yahudi puluhan tahun silam. Kepiluan yang
dirasakan warga Brazil dan Yahudi mungkin terlihat sama. Namun
berbeda konteks.
Ketiadaan Thiago Silva dan Neymar
disinyalir menjadi kerapuhan utama pertahanan dan penyerangan Brazil.
Lihat saja bagaimana Kroos, Khedira, Muller, Oezil dan Klose mampu
menari-nari ditengah benteng pertahanan Brazil yang dijaga jendral
dadakan, kribo bangsat David Luiz. Dalam tempo setengah jam, sudah
ada lima peluru tim panser yang bersarang di benteng terakhir Brazil.
Sejujurnya, peperangan itu sudah selesai semenjak panser unggul lima
gol.
Siapa yang bisa memprediksi
kemenangan super besar ini? Saya rasa tak ada satu orangpun mampu
meramalkannya. Yang saya tahu ialah, Jerman bermain dengan semestinya
mereka bermain, disiplin dalam menyerang dan bertahan, seperti perpaduan Munchen dan Dortmund. Hal itu sudah
cukup untuk saya tersenyum lebar.
Yang menggelikan, hasil akhir
pertandingan ini dijadikan acuan siapa pemenang Capres 2014.
Pendukung Prabowo mencoba menggambarkan skor 1-7 sebagai tanda bahwa
presiden ke 7 Indonesia adalah nomor 1. Sementara pendukung Jokowi
menandakan Skor tersebut dengan analogi 7okow1 sebagai penanda
presiden Republik indonesia ke tujuh. Atau 7 (untuk pengganti huruf
J pada Jokowi) dan 1 sebagai maksud RI 1, whatever. Fcuk.
Tim panser tinggal menunggu lawan
berikutnya di Final. Apakah wakil Nike asal Eropa, Belanda. Atau
kebanggaan Adidas asal Amerika Selatan, Argentina. Kemungkinan yang
bakal terjadi di final ialah Battle of Adidas atau Battle of
Branding.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar