Senin, 07 Juli 2014

Berhala

Saya punya pengalaman menarik terkait efek televisi. Beberapa tahun lalu, saya membeli rokok di warung. Di sana, saya mendapati perempuan penjaga warung sedang membelakangi saya karena tengah menonton sinetron di tv. Saya memanggilnya untuk memesan rokok. Lalu rasa canggung tiba-tiba hadir tatkala perempuan itu menoleh ke arah saya dalam keadaan menangis terisak. Rupanya ia menangis lantaran menonton sinetron yang waktu itu memang sedang mendapat rating yang tinggi.

Begitu gaibnya sebuah kotak bercahaya di hadapan manusia. Kotak itu bisa membuat orang menangis, tertawa, dan bahkan horny. Segala yang ada dalam kotak tersebut, seolah-olah adalah kenyataan yang utuh, penuh, dan apa adanya. Sialnya, banyak orang percaya saja.

Acara-acara tv barangkali memang berfungsi untuk memberi pengalaman atau pengetahuan yang tak bisa kita alami atau ketahui di kenyataan. Bila ingin melihat macan, kita tak perlu membuang uang untuk pergi ke Ragunan, sebab macan ada di tv. Bila ingin mengetahui kondisi luar angkasa, kita tak perlu membuang-buang tenaga naik jet, karena bisa kita lihat dengan memutar film Gravity.

Itu kenapa tv menjadi menarik, apa lagi bagi penjaga warung berusia tua yang kerjanya hanya menunggu pembeli datang. Tv menjadi menarik sejauh ia tak sama dengan kenyataan yang penonton dapat alami atau ketahui. Agar tetap menjadi menarik, tv bahkan kerap memproduksi sesuatu yang bahkan tak mungkin terjadi di kenyataan.

Namun begitulah tv. Ia memproduksi mimpi. Mimpi tentang anak remaja yang memiliki pacar seorang monyet atau seorang serigala. Mimpi tentang tukang becak berlarian di pinggir pantai sambil menggenggam tangan pacarnya yang super cantik. Mimpi, mimpi, dan mimpi.

Sampai di sini, batas antara realitas dan imajinasi pun melebur. Kita sulit membedakan mana yang fakta mana yang fiksi. Segalanya ada di tv, bahkan sesuatu yang tak ada pun, bisa ada di tv. Seluruh imaji sudah habis dilumat televisi.

Maka, seperti kata Melancholic Bitch di lagu Mars Penyembah Berhala:

Siapa yang membutuhkan imajinasi jika kita sudah punya televisi?

Karena itu, tv seperti dipuja, seperti disembah. Ia seperti berhala. Melbi pun berkhotbah di lagu itu:

Sodara… Sodara-sodara...
Sodara-sodara dalam iman
Letakkan kedua tangan sodara di layar kaca
Pejamkanlah kedua mata sodara
Dan dalam gelap itu, sodara, lihatlah satu titik cahaya di kejauhan 
Biarkan cahaya itu mendekati sodara
Lalu capailah cahaya itu, sodara, dengan kedua tangan sodara
Genggamlah ia... genggamlah ia sodara
Sebab semesta ada di tangan sodara
Sebab semesta ada di tangan sodara
Sebab semesta, sodara... telah pepat... telah pepat dalam 14 inchi 


Day 9


Tidak ada komentar:

Posting Komentar