Di pinggir jalan dekat pohon yang beridiri gagah, sambil
duduk di gundukkan tanah, Estragon mencoba melepas sepatunya. Dibetotnya dengan
kedua tangannya disertai mendesah. Setelah istirahat sejenak, dicobanya lagi
melepaskan sepatu –begitu terus, berulang-ulang sampai Vladimir masuk. Lalu,
lakon Menunggu Godot pun dimulai.
Saya belum pernah menonton lakon karya Samuel Beckett itu
secara langsung. Saya hanya pernah membacanya, itu pun belum sampai tuntas. Namun
katanya, Godot tak pernah muncul –dan tak ada yang tahu siapa itu Godot. Padahal
Vladimir dan Estragon begitu setia menantikan kehadirannya, pun mereka bebas
untuk meninggalkan tempat penantian Godot.
Ah, terlalu sok tahu kalau saya menceritakan sebuah karya
sastra, yang saya sendiri belum tamat membacanya. Lagi pula, mungkin ada ribuan
ulasan tentang naskah Menunggu Godot.
Saya akan bertutur tantang langit saja. Ah, langit sedang hitam. Hanya bulan
yang tampak di kejauhan. Sepertinya tema langit sedang tak mau diajak bercanda –padalah
saya sedang ingin bercanda. Atau bercarita tentang absurditas yang semakin lama
menjadi dekat dengan kita. Misalnya? Saya adalah pencari contoh yang buruk,
jadi sulit untuk menampilkan misal.
Yasudahlah, mau tak mau, lagi dan lagi, Riko menjadi bahan.
Lagi pula saya sudah menulis nama Riko sebagai judul.
Beberapa hari terakhir ini saya menunggu Riko. Bukan. Bukan
karena karena urusan bisnis yang belum terselesaikan, namun karena sebuah
romansa sederhana melalui media 140 karakter, bernama Twitter. Riko bukan Godot
yang absurd nan menjengkelkan. Riko adalah manusia utuh yang bisa sedikit main
gitar dan sangat protektif terhadap air mineral.
Sudah lebih dari dua hari saya tidak melihat Riko membuat
kata-kata –brengsek- di Twitter. Bahkan di dunia nyata, sudah seminggu lebih
saya tidak bertemu dengannya. Ada yang bilang kalau Riko sakit, tapi ia tak mau
dijenguk. Padahal ingin sekali saya membawakan jamu-jamu pilihan dari
perempatan yang memisahkan jalan menuju Pasar Rebo, Cijantung, Cililitan, dan
Kampung Rambutan.
Riko adalah superstar, orang yang saya kenal baik dari
sekolah dasar hingga sekarang. Keinginannya sederhanya. Hanya membakar sampah di
sebuah tong kosong agar terlihat seperti kebiasaan orang-orang di luar negeri –hal
ini disebabkan karena ia sering melihat film-film Hollywood, banyak orang-orang
berkumpul dan berdendang melingkari tong yang mengeluarkan api, dan itu
terlihat keren.
Ah, Riko. Kembalilah muncul ke permukaan! Paling tidak
menulislah kejujuran di Twitter. Saat orang-orang banyak berbicara tentang
Tuhan, paradoks, rasionalis, jadwal kuliah, habib yang meninggal, atau bahkan
polisi yang dibegal, kau hanya berbicara tentang kejujuran. Yang lain masih
berkicau mengenai tentang tren vickinisasi, sampai ada yang ngetwit lagu 'Karma
Police' Radiohead dengan kata “Karma polish! !” yang entah apa maksudnya. Saat yang
lain sibuk dengan segala hal yang aktual nan absurd, sementara saya hanya masih
menunggu Riko!
:')
BalasHapusPasang foto Riko dong, Bay.
BalasHapus8======D~~~
BalasHapus