Seorang
teman datang kepada saya di siang yang terik dan berawan. Ia menyulutkan rokok
kretek dan memulai pembicaraan dengan saya “kemaren maen jadi apaan lo di teater? sayapun menjawab, “maenin lampu gua” jawab saya. “anjir, masa maenin lampu sih?” saya pun
menjawab, “emang kenape? Salah yah?”
dan kami mulai berkata panjang lebar tentang apapun dan tentunya sangat
menghabiskan waktu yang semakin hari semakin sempit.
Obrolan
tadi memang terdengar biasa namun terkesan satir yang penuh canda. Namun saya
mencoba menafsirkan obrolan sederhana tadi ke arah yang lebih serius. Tentang
pentingnya peran sebuah lampu dalam pertunjukan teater. Sebuah hal bodoh
menurut orang banyak yang saya akan uraikan sedikit demi sedikit.sekedar untuk
hiburan semata.
Dalam
pementasan teater, sosok Lightman
sepertinya kurang mendapat sorotan dari para pemeran tokoh teater. Tentu saja
hal ini sangat beralasan. Penonton tentu hanya memperhatikan setiap adegan yang
terjadi diatas panggung. Itu adalah hal mutlak, Jarang ada penonton teater yang
memperhatikan sosok seorang lightman, sorot lampu yang keluar mungkin yang
menjadi bahan perhatian penonton.
Namun
apakah peran Lightman dalam suatu
pementasan teater begitu kecil? Tentu tidak. Mengutip perkataan senior saya di
teater kampus, “dalam produksi suatu teater, semua elemen produksi merupakan
elemen yang berkaitan satu sama lain” sayapun mengamini hal itu. Lightman seakan menjadi sebuah peran
yang dikucilkan oleh seorang yang awam tentang teater, termasuk kedua orang tua
saya.
Bayangkan
bila suatu pementasan super megah, dengan para pemeran berbiaya mahal, biaya sewa gedung yang super aduhay dan
property yang ciamik nian berlangsung
tanpa adanya sosok Lightman dan tanpa adanya lampu-lampu yang menghiasi
panggung. Apa yang akan terjadi? Tak ada yang bisa kita lihat selain kegelapan
pekat dan suara para pemeran yang berbicara tanpa penonton tahu siapa yang
berbicara.
Hal
ini bisa disimpulkan sebagai suatu keterkaitan satu sama lain. Semua hal indah
dan terbaik tak mungkin bisa berjalan dengan baik tanpa elemen kecil. Jika
pertunjukan teater dianalogikan sebagai raga manusia, maka sosok lampu
merupakan sebuah mata yang tak bisa dipisahkan dari sebuah raga. Jikapun ada,cacatlah
raga tersebut.
Tulisan
ini tidak bermaksud menjelek-jelekan sosok teman saya, orang-orang yang awam
tentang teater. Niat saya sekedar memberikan pencerahan dari apa yang pernah
saya dapatkan. Tak ada maksud memberikan edukasi disini, jika ada yang
tersinggung, anggaplah ini sebagai guyonan. Jika masih tersinggung, anggaplah anda
tak pernah membaca tulisan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar