Rabu, 31 Oktober 2012

Sebuah Lampu


Seorang teman datang kepada saya di siang yang terik dan berawan. Ia menyulutkan rokok kretek dan memulai pembicaraan dengan saya “kemaren maen jadi apaan lo di teater? sayapun menjawab, “maenin lampu gua” jawab saya. “anjir, masa maenin lampu sih?” saya pun menjawab, “emang kenape? Salah yah?” dan kami mulai berkata panjang lebar tentang apapun dan tentunya sangat menghabiskan waktu yang semakin hari semakin sempit.

Obrolan tadi memang terdengar biasa namun terkesan satir yang penuh canda. Namun saya mencoba menafsirkan obrolan sederhana tadi ke arah yang lebih serius. Tentang pentingnya peran sebuah lampu dalam pertunjukan teater. Sebuah hal bodoh menurut orang banyak yang saya akan uraikan sedikit demi sedikit.sekedar untuk hiburan semata.


Dalam pementasan teater, sosok Lightman sepertinya kurang mendapat sorotan dari para pemeran tokoh teater. Tentu saja hal ini sangat beralasan. Penonton tentu hanya memperhatikan setiap adegan yang terjadi diatas panggung. Itu adalah hal mutlak, Jarang ada penonton teater yang memperhatikan sosok seorang lightman, sorot lampu yang keluar mungkin yang menjadi bahan perhatian penonton.

Namun apakah peran Lightman dalam suatu pementasan teater begitu kecil? Tentu tidak. Mengutip perkataan senior saya di teater kampus, “dalam produksi suatu teater, semua elemen produksi merupakan elemen yang berkaitan satu sama lain” sayapun mengamini hal itu. Lightman seakan menjadi sebuah peran yang dikucilkan oleh seorang yang awam tentang teater, termasuk kedua orang tua saya.

Bayangkan bila suatu pementasan super megah, dengan para pemeran berbiaya  mahal, biaya sewa gedung yang super aduhay dan property yang ciamik nian berlangsung tanpa adanya sosok Lightman dan tanpa adanya lampu-lampu yang menghiasi panggung. Apa yang akan terjadi? Tak ada yang bisa kita lihat selain kegelapan pekat dan suara para pemeran yang berbicara tanpa penonton tahu siapa yang berbicara.

Hal ini bisa disimpulkan sebagai suatu keterkaitan satu sama lain. Semua hal indah dan terbaik tak mungkin bisa berjalan dengan baik tanpa elemen kecil. Jika pertunjukan teater dianalogikan sebagai raga manusia, maka sosok lampu merupakan sebuah mata yang tak bisa dipisahkan dari sebuah raga. Jikapun ada,cacatlah raga tersebut.

Tulisan ini tidak bermaksud menjelek-jelekan sosok teman saya, orang-orang yang awam tentang teater. Niat saya sekedar memberikan pencerahan dari apa yang pernah saya dapatkan. Tak ada maksud memberikan edukasi disini, jika ada yang tersinggung, anggaplah ini sebagai guyonan. Jika masih tersinggung, anggaplah anda tak pernah membaca tulisan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar