Minggu, 28 Oktober 2012

Masih Layakkah Memperingati Sumpah Pemuda?



Pertama   : Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah   Indonesia.

Kedoewa  : Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.

Ketiga      : Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Apakah Anda masih ingat isi dari sumpah pemuda? Blablabla.... Saat ini sumpah pemuda tidak lebih dari sebuah slogan palsu, yang pada akhirnya kita semua telah melanggarnya. Ya, kita semua telah menjadi pelacur. Pelacur yang malang, yang menjajakan dirinya untuk mendapatkan nilai tukar yang sepadan, atau lebih tepatnya yang menguntungkan.

Kami, putra-putri Indonesia, yang selalu bangga terhadap Indonesia hanya dalam kata-kata, hanya dalam ucapan. Rakyat Indonesia meneriakkan cinta Indonesia. Saya pun meneriakkannya. Tapi, tak terlihat adanya perbuatan nyata. Atau mungkin saya yang kurang peka?

Kami, putra-putri Indonesia berbangsa satu, bangsa yang apatis ketika para kapitalis asing terus menghisap darah bangsa ini. Putra-putri yang semangat membela rakyat ketika muda dan lupa setelah dekat dengan penguasa. Power tends to corrupt.

Kami, putra-putri Indonesia mengaku berbahasa satu, bahasa yang dimengerti dari media massa dan enggan membongkarnya. Hanya terus menerima tanpa memperbarui intelektualitas dalam diri sendiri. Kami, putra-putri Indonesia yang hidup dalam mitos-mitos yang diciptakan melalui bahasa media massa.
Kami, putra-putri Indonesia yang perlahan akan menjadi tua dan bersenang-senang sebagai penguasa. Lupa dengan perjuangan ketika muda. Dan memang nyatanya sumpah ini hanya berlaku bagi pemuda. Setelah tua, langgar saja. Toh, tak ada kutukan yang membuat sumpah ini menjadi sakral.

Masih kurang lacur apa? Mudah-mudahan masih ada putra-putri Indonesia yang mempunyai dan menyebarkan harapannya tentang Indonesia kepada orang yang (kadang) sinis seperti saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar