Ilustrasi: deviantart.net
Kehidupan tidak selalu tentang baik dan buruk, benar dan
salah, hitam dan putih. Namun, tak seorangpun yang berhasih menjadi satu sisi
tersebut secara sempurna. Tidak ada orang yang sepenuhnya salah, begitu pula
sebaliknya. Kehidupan merupakan proses menjumpai kebenaran yang sesungguhnya. Selalu
abu-abu. Selalu ada toleransi.
Pertentangan terjadi ketika keegoisan kebenaran melawan
segala hal yang dianggap salah. Kebenaran menurut siapa? Menurut golongan yang
merasa benar dan tak mau mengakui kebenaran orang lain, karena menurutnya,
kebenaran yang diperjuangkannya adalah kebenaran mutlak. Konflik mungkin tak
akan terjadi bila dalam kehidupan ini tidak ada kebenaran atau mungkin dengan
toleransi yang tak ada batasannya. Tapi, toleransi selalu mempunyai batas.
Sayang sekali toleransi tak bisa sepenuhnya menjadi anti-tesis konflik.
OK. Mungkin saya
keliru. Kebenaran mungkin memang harus ada dalam kehidupan. Tapi, kebenaran
menurut siapa? Kebenaran penguasa? Kebenaran agama? Kebenaran kaum minoritas? Kebenaran
feminisme? Kebenaran fasisme? Begitu banyak kebenaran dalam kehidupan kita. Begitu
banyak orang yang dianggap salah atas dasar kebenaran tersebut. Begitu bahagianya
mereka yang hidup atas nama kebenaran.
Lalu siapa yang paling benar? Tidak ada kebenaran yang
mutlak di kehidupan ini. Yang ada hanya kebenaran atas dasar kesepakatan. Kebenaran
yang diterima oleh semua pihak. Kebenaran yang tidak mengambinghitamkan yang
lain. Kebenaran yang tidak melabeli predikat “salah” secara semena-mena kepada pihak yang
bertentangan. Semua ada prosesnya. Ada proses untuk merundingkan kebenaran
untuk disepakati.
Ohhh... Betapa membawa masalahnya kebenaran ini. Kebenaran tulisan
ini pun mungkin mengambinghitamkan Anda sebagai pembaca. Tapi hal tersebut
tentu saja di luar kuasa saya. Anda yang merasa tersalahkan. Saya tidak bilang
bahwa Anda keliru. Tapi tenang, kekelirauan saya masih bisa ditoleransi, saya
pun akan memberi toleransi kepada Anda yang keliru secara tidak terbatas –walaupun
dalam realita, toleransi selalu berbatas. Ya, masih ada toleransi sebagai
kambing hitam untuk tidak menyalahkan Anda atau saya. Mungkin ini adalah
keapatisan saya saat ini kepada mereka yang membicarakan tentang kebenaran. Betapapun
usaha seseorang untuk membuka kebenaran, namun kebenaran sejati adalah diri
kita sendiri –yang tidak semena-mena menyalahkan pihak lain, tentunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar