Kamis, 24 Juli 2014

Fadli Zon

Apa kabar bung Fadli? Apakah anda sudah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi? Dari kabar berita, saya dengar gugatan itu akan dilayangkan Jumat mendatang. Tapi peduli setan, saya sedang tak ingin membahasnya.

Oh iya, bung. Semester lalu saya diberi tugas oleh redaktur saya untuk mencari apa yang terjadi saat tahun 1998 dulu. Ia memberikan buku Penakluk Rezim Orde Baru: Gerakan Mahasiswa ’98. Saya disuruh baca buku itu dan buat kesimpulannya.

Saya takjub, bung. Ada namamu disebut-sebut di buku itu. Kau dibilang sebagai mahasiswa teladan kampus perjuangan Orde Baru. Betapa besar namamu hingga bisa masuk buku.

Bung tidak percaya? Ah baiklah, saya akan tuliskan di sini beberapa cukilannya dari buku itu, tentang PRD, gerakan mahasiswa dan tentu saja; Orde Baru.
***

Kerusuhan yang terjadi di markas PDI, yang akhirnya mengambinghitamkan Partai Rakyat Demokratik (PRD), membuat aktivitas demontrasi sedikit menyusut. PRD dianggap sebagai neokomunis –yang pada masa Orde Baru, kata neokomunis, dapat dapat diadili tanpa melalui sidang- yang berpikir dan bertindak seperti Partai Komunis Indonesia. Koor politik tersebut juga diamini oleh HMI, Pemuda Muhammadiyah, Gerakan Pemuda Ansor, dll.

Fadli Zon, sebagai mahasiswa teladan kampus perjuangan Orde Baru, ikut ambil suara dalam menuntut tindakan tegas kepada PRD. Menurutnya, PRD adalah partai yang anti Soeharto dan anto Orde Baru, hal tersebut dibuktikan, bahwa aktifis mahasiswa Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID), sayap PRD, setiap kali menyebut Soeharto, selalu menambahkan huruf ‘A’ di depannya.

Pimpinan PRD dipenjara, namun para pengikutnya tetap menjalani aktivitasnya sesuai dengan tujuan PRD, menurunkan Soeharto, mencabut paket 5 UU Politik dan mencabut dwifungsi ABRI. Aktifis-aktifis ini menyebar dalam organ-organ lain tanpa menggunakan nama PRD.

Gerakan politik ini adalah motor yang memang terkenal radikal dalam mengampanyekan politik golput. Pada 29 Januari 1997 di Purwokertotiga mahasiswa diperiksa oleh polisi dalam kasus 50 stiker politik yang bunyinya, “Bila upah buruh rendah, pengangguran masih ada, paket 5 UU politik belum dicabut. Jangan lupa Golput!”

Gerakan Mahasiswa pada reformasi 98 terbagi menjadi dua: Pertama, gerakan politik yang memang sejak awal menentang Orde Baru; Kedua, gerakan moral yang muncul sejak isu krisis moneter mulai bermunculan dan ekonomi negara semakin kacau.

Bergabungnya Universitas Indonesia dalam barisan, diyakini sebagai bangunnya gerakan mahasiswa setelah 20 tahun tertidur. “Bila UI turun, berarti negara dalam keadaan genting.” Mitos angkatan 66 memang belum bisa dihilangkan. Padalah, subtansi gerakan mahasiswa yang muncul pada 1998 adalah hasil proses panjang sejak tahun 80an.

Namun sebagai penakluk rejim, keduanya sama-sama memiliki andil yang tak bisa dibandingkan satu sama lain. Gerakan politik menentukan format, isi dan radikalisasi gerakan, sedangkan gerakan moral aktifis ‘resmi’ kampus yang memungkinkan aksi menjadi massif dan serentak secara nasional.I
***

Sekian dulu, bung. Kebetulan, saya belum selesai membacanya. Kalau ada kesempatan, mungkin akan saya lanjutkan. Semoga kita bisa berjumpa, bung.

Tabik!


I"’Turunkan Harga, Atau Kami Turunkan Kamu..’ Gerakan Mahasiswa Menggulingkan Soeharto” oleh Muridan S. Widjojo dalam Penakluk Rezim Orde Baru: Gerakan Mahasiswa '98.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar