Rabu, 24 Oktober 2012

Tentang Kerinduan yang Tak Menemukan Tujuan


Aku telusuri kamu dari panjang siang, yang lengking mengerang rindu tentang hujan. Tapi kamu tak ada. Barangkali kamu memang tak nyata.

Kadang kalau kemudian debu-debu menyapu trotoar, aku titipkan padanya rindu supaya terbang tanpa menuju, sementara orang-orang menutup hidungnya, mobil-mobil menutup kacanya.

Tapi rindu hanya rindu seperti semua orang tau: lamunan yang terus berdetak di tik-tik hujan, renungan yang kian lapang, atau hal-hal yang membuat nyaring klakson kereta. Ia meminta menagih, satu hal yang membuatnya tabah atau bahkan gegabah.

Sesekali aku seenaknya menebakmu: mungkin kamu berada di atas batu koral pada sebuah sungai, menari-nari mengikuti bunyi arusnya yang perih. Atau mungkin kamu di pinggir gelas kopi setengah isi yang baru saja ditinggal pergi, seorang laki-laki buru-buru sambil melihat arlojinya di tangan kiri.

Kerinduanku diredam sebuah ingatan. Waktu itu temanmu pernah berkata, "dalam lakon, kita harus tak jadi diri sendiri". Ah mungkin kamu justru sedang mencari-cari, apa itu "lakon", apa itu "diri". 

Sementara rinduku tanpa menuju. Ia meminta menagih, satu hal yang membuatnya tabah atau bahkan gegabah, hingga tengadah.

2 komentar:

  1. Ini telat. Gw saksi matanya...

    BalasHapus
  2. eyke ga pernah ajarin u untuk jadi pecundang dan pembohong. dasar selangkangan sapi

    BalasHapus