Semesta, apa kabarmu?
Maafkan aku jika tak mampu merawatmu dari apapun. Aku hanya bisa memandangimu
diantara rongsoknya kota dan kebiri matahari. Jarang sekali aku tersenyum
kepadamu dikala malam tiba. Dan apa kabar bintang-bintangmu? Apakah masih setia
berada dihamparan langitmu? Apakah mereka selalu menghangatkanmu? Aku tak tahu.
Semesta, maafkanlah
jika polusi roket dan manusia luar angkasa mengotori tempatmu. Maaf jika mereka
mengganggumu. Apa perasaanmu saat bendera Amerika ditancapkan di bulan pada tahun
1967? Sakit? Dan apakah benar Neil Amstrong telah menginjakan kaki di bulan?
Dan benarkah ada suara Adzan disana? Apakah hanya propaganda?.
Satelit antariksa
yang di letakan diatas permukaan ruangmu adalah sebuah dosa yang aku dan kaumku
lakukan. Kami dengan seenaknya mengambil ruang kosong untuk sebuah kepentingan.
Dan pada akhirnya kepentingan-kepentingan itu hanya menghasilkan kebodohan missal
yang tak terhindarkan.
Waktu-waktu yang aku
habiskan untuk menghancurkanmu secara perlahan adalah hal terbodoh yang kami
lakukan. Apa yang kami lakukan seperti melubangi cawan berisi air. Kami adalah
mahluk-mahluk yang tak tahu diri. Adakah senyum untuk kami hari ini?.
Matahari seakan
mewakili kemaraahanmu yang besar. Sinisme tiada henti seakan nyinyir menemani
hari demi hari. Panas yang kami rasakan tentu tak sebanding dengan penderitaanu
yang besar. Sekaratlah kami dengan kemarahanmu yang sedekarnya,
Maka izinkanlah aku
untuk memelukmu, menyentuh wajahmu ataupun mengkecup dirimu walau sejenak. Biarkanlah
aku mati membusuk disisimu bersama seluruh benda-benda di antariksa sekedar
menebus dosa aku dan kaum-kaumku yang nista. Sekalipun nyawaku tak seberapa
untukmu. Maafkanlah aku, Semesta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar