Jumat, 26 Oktober 2012

Menulis (Bukan) Sekedar Fashion


Ilustrasi: blogspot.com

Menulis, yang katanya telah menjadi fashion, ternyata adalah pekerjaan yang sangat mudah untuk dilakukan. Apa yang sedang Anda pikirkan? Tuliskan saja pada selembar kertas –atau di-update di jejaring sosial- lalu Anda akan mendapatkan apresiasi. Apalagi bila dibumbui dengan kata-kata ngawur ditambah motivasi-motivasi dari hasil kontemplasi instan, tentu ratusan “like” akan hinggap di tulisan Anda.

Dengan banyaknya update status di jejaring sosial, bisa dipastikan bahwa minat menulis masyarakat sangatlah besar. “Menulis sudah menjadi fashion!” begitu kalau meminjam perkataan teman saya. Semua orang suka menulis, layaknya berbicara. Semua bersuara. Semua orang ingin mendapat apresiasi.

Namun, berapa orang yang mau membaca sebuah tulisan? Berapa orang yang lebih senang mendengarkan daripada berbicara? Keadaan ini menjadi tidak seimbang ketika tulisan-tulisan semakin banyak, namun minat membaca justru semakin berkurang. Keinginan menulis agar dapat diapresiasi secara prematur membuat mental masyarakat menjadi lemah. Mereka cenderung akan puas ketika telah mendapatkan apresiasi dan tak lagi mencari referensi untuk bahan tulisannya. Semua orang dengan cepat menjadi “penulis” tanpa mau membaca tulisan orang lain. Bukankan begitu egois?

Keegoisan yang berlebihan akan melahirkan persepsi bahwa tulisan kita adalah sebuaah kebenaran, yang tak bisa untuk dikritisi. Tapi ingat, tulisan tanpa referensi bacaan yang kuat akan menjadi kering dan sangat mudah untuk dipatahkan –seperti apapun Anda mempertahankan tulisan Anda, namun selalu ada antitesis dari sebuah tesis. Jika membaca hanya bersumber pada status-status jejaring sosial, dengan sangat menyesal saya katakan, betapa miskinnya referensi bahan bacaan kita. Dan tentu saja, tulisan seperti itu hanya akan menjadi fashion tanpa ada pesan yang ingin disampaikan kepada pembacanya. Fashion menulis seperti itu hanya akan menjadi fashion kering tanpa makna –yang biasa dijumpai di layar televisi. Bila menurut Anda menulis hanyalah sekedar fashion, maka tak ada yang salah dari tulisan Anda yang tersebar di jejaring sosial.

Kegiatan menulis hanya untuk mendapatkan apresiasi memang sangat mudah untuk dilakukan. Kegiatan menulis menjadi sulit ketika dalam tulisan itu dituntut untuk memiliki makna dan pesan yang jelas serta memberi efek pada kehidupan sosial –paling tidak kepada orang yang membacaya.




Tulisan ini ditanggapi Oleh Heri Susanto.

1 komentar: