Beberapa tahun lalu, Jakarta kedatangan
seorang kurus, tinggi, murah senyum, rendah hati, berflanel ala Cobain dan
Vedder, berwajah mirip Barry Obama, orang itu adalah Jox. Jox merupakan seorang
yang gemar terhadap musik rock yang hingar bingar. Selain musik rock, Jox
adalah salah satu yang paling berpengaruh di Republik Pakubuwono. Kala itu, Jox
memenangi anugrah sebagai gubernur terbaik versi apalah, saya lupa. Singkat
kata, Jox diperintahkan oleh bos besar Chicago Bulls untuk mencalonkan diri
sebagai orang nomor satu di kota Joker. Dan Jox mengamini. Mungkin ia takut
kualat.
Sekedar catatan, Joker adalah salah satu kota
yang tak layak untuk disebut kota. Joker terlalu sibuk, lebih sibuk daripada
London dan New York. Terlalu padat, sepadat Bombay dan New Delhi. Dan terlalu
kecil, sekecil Singapura atau San Marino. Banyangkanlah sendiri seperti apa
kota Joker. Kota ini cocok untuk anda yang ingin mencadi musisi cadas, karena
iklim dan kulturnya sangat cocok untuk mendukung obsesi kecadasan anda.
Kembali lagi ke pokok permasalahan, Jox
bertarung dengan empat kandidat lainnya demi kursi nomor satu di Joker. Jox
mampu melewati putaran pertama dengan baik. Ia menyingkirkan lawannya untuk
bertarung dengan penguasa lama, Fox. Pertarungan sengit terjadi. Kata demi kata
keluar dari mulut keduanya demi meyakinkan warga Jakarta. Kata tersebut banyak
berisi perencanaan pembangunan, merapihkan bobroknya menejemen, infrastruktur
serta tetek bengek lainnya yang terlalu malas untuk saya jelaskan disini.
Pada pertarungan kedua, Dimana Jox menghadapi
Fox, warga Jakarta berbondong-bondong memasuki bilik demi memberikan energi berlebih
dan sorak sorai kepada keduanya. Hasilnya, Jox berhasil mengalahkan Fox dengan
uppercut dan diakhiri dengan TKO. Jox menang telak atas penguasa lama, Si warga
asli Joker (walaupun saya meragukan jika ada warga Joker bernama foxbow, tapi
biar saja lah). Sebagai pengganti sabuk kejuaraan, Jox berhasil menduduki
singgasana kota yang paling absurd, sumpek namun penuh dengan investasi yang
tak dapat terlihat oleh mata telanjang, Joker.
Jox kemudian menandatangani perjanjian Rock
Wrote, diasana ia berjanji akan memimpin Joker dengan baik selama lima tahun.
Sebuah janji yang menyegarkan untuk warga Joker yang haus akan dahaga akan
pembuktian dari janji seorang pemimpin. Dalam janjinya, Jox bersumpah atas nama
tuhan. Sebuah sumpah yang sakral dan terlalu berdosa untuk di ingkari. Apalagi
Jox saat itu sudah bergelar Haji.
Tahun tahun awal kepemimpinannya, Jox seakan
menjadi Superman. Ia hadir dengan beragam inovasi menarik. Relokasi kanal
banjir, disiplin dan ketegasan kepada koorporasi, blusukan ke perkampungan dan
selokan-selokan, pendirian kampung deret, negoisasi dengan sepuh Tanah Abang
yang berujung pada tertatanya fuckin market tersebut serta penambahan armada
untuk bus trans poin-poin penting dalam karir jox memimpin the Dammed City.
Berhasilnya poin-poin tersebut membuat
beberapa orang (saya mengindikasikannya sebagai proyek gelap Chicago Bulls,
untuk memperbaiki kredibilitasnya) ingin mendeklarasikan Jox sebagai orang
nomor satu di Republik sulap. Republik yang sangat sakti. Dimana semua hal gaib
dan magis bisa dilakukan tanpa orang lain yang melihatnya tahu. Republik sulap
sendiri adalah republik yang berbasis kepulauan-kepulauan. Jumlah pulaunya
melebihi 10.000 dan hampir semuanya indah. Bahkan beberapa waktu lalu,
Pesepakbola dunia yang terkenal seperti Kristiano mau bermain di kompetisi
sepakbola Liga Sulap suatu hari nanti. Ia hanya meminta bayarab sebuah pulau
Hali Devarta.
Republik sulap sendiri sebenarnya adalah
sebuah kasur yang empuk bagi para kapitalis wahid dunia. Mereka berlomba-lomba
menjajakan tampilan berhalanya di republik ini. Sekalipun orang-orang di
Republik ini pandai sulap, mereka tak bisa menyulap para kapitalis yang terus
mendisplay kenikmatan pasca era modern. Mereka kerap tunduh dan patuh terhadap
dollar ataupun poundsterling.
Deklarasi tersebut ternyata bukan omong kosong.
Queen, selaku ketua umum Chicago Bulls mempromosikan Jox untuk maju sebagai
calon pemimpin Republik Sulap. Queen sendiri sudah beberapa kali mencalonkan
diri sebagai calon pemimpin, ia selalu gagal. Faktor ayahnya adalah legenda
Republik Sulap belumlah cukup mengangkat kredibilitasnya. Saat promosi calon di titahkan, belum ada
konfirmasi resmi dari Jox. Waktu itu, Jox bilang ia hanya fokus menangani Joker
bersama rekan sejawatnya, Uhuk Batuk.
Waktu bergantu, bulan berganti dan suara burung tetap berkumandang
sebagaimana seharusnya. Jox akhirnya menyetujui hasil rapat Chichago Bulls
untuk menjadikannya sebagai calon pemimpin Republik Sulap. Dengan demikian, Jox
meninggalkan Uhuk, patner kerjanya untuk mengurusi Kota Joker. Ia juga
mengingkari perjanjian Rock Wrote, menghianati warga Joker, serta mengkhianati
sumpahnya kepada tuhan. Jox is a judas?
I dunno.
Yang jelas, ada sebuah hadist yang
menggambarkan keadaan ini:
"Kamu
lemah, dan ini adalah amanah sekaligus dapat menjadi sebab kenistaan dan
penyesalan di hari kemudian (bila
disia-siakan)." (H R. Muslim).
Berikut adalah beberapa hal yang bisa
ditafsirkan:
Pertama: Jox menyiayiakan amanah untuk
memimpin Joker selama lima tahun kedepan.
Kedua: Jox menghianati janjinya terhadap warga
Joker, Rock wrote serta kepada tuhannya.
Ketiga: Jox masih memiliki janji yang belum ia
realisasikan kepada warga Joker.
Keempat: Jox terlalu lemah, Jox terlalu mudah
mengamini semua titah Queen.
Kelima:
Jika Jox nantinya memimpin Republik Sulap, bisakah ia amanah?.
Keenam: Amanah yang diabaikan oleh Jox akan
menjadi sebuah penyesalan bagi Jox pribadi
Pesan moral dari tulisan ini: Jangan jadi
seperti Jox. Jadilah dirimu yang busuk dan apa adanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar