Ilustrasi: kangjava.files.wordpress.com
Pertama : Kami poetera dan poeteri Indonesia,
mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoewa : Kami
poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga : Kami poetera dan poeteri Indonesia,
mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Apakah Anda masih
ingat isi dari sumpah pemuda? Blablabla....
Saat ini sumpah pemuda tidak lebih dari sebuah slogan palsu, yang pada akhirnya
kita semua telah melanggarnya. Ya, kita semua telah menjadi pelacur. Pelacur
yang malang, yang menjajakan dirinya untuk mendapatkan nilai tukar yang
sepadan, atau lebih tepatnya yang menguntungkan.
Kami, putra-putri Indonesia,
yang selalu bangga terhadap Indonesia hanya dalam kata-kata, hanya dalam ucapan.
Rakyat Indonesia meneriakkan cinta Indonesia. Saya pun meneriakkannya. Tapi, tak
terlihat adanya perbuatan nyata. Atau mungkin saya yang kurang peka?
Kami, putra-putri
Indonesia berbangsa satu, bangsa yang apatis ketika para kapitalis asing terus
menghisap darah bangsa ini. Putra-putri yang semangat membela rakyat ketika
muda dan lupa setelah dekat dengan penguasa. Power tends to corrupt.
Kami, putra-putri
Indonesia mengaku berbahasa satu, bahasa yang dimengerti dari media massa dan
enggan membongkarnya. Hanya terus menerima tanpa memperbarui intelektualitas
dalam diri sendiri. Kami, putra-putri Indonesia yang hidup dalam mitos-mitos yang
diciptakan melalui bahasa media massa.
Kami, putra-putri
Indonesia yang perlahan akan menjadi tua dan bersenang-senang sebagai penguasa.
Lupa dengan perjuangan ketika muda. Dan memang nyatanya sumpah ini hanya
berlaku bagi pemuda. Setelah tua, langgar saja. Toh, tak ada kutukan yang membuat sumpah ini menjadi sakral.
Masih kurang lacur
apa? Mudah-mudahan masih ada putra-putri Indonesia yang mempunyai dan
menyebarkan harapannya tentang Indonesia kepada orang yang (kadang) sinis
seperti saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar