Foto: bbc.co.uk
“Apakah kamu pernah merasakan mati? Aku
sedang mengalaminya.” Kata-kata yang keluar melalui orang yang sedang
bermonolog yang baru saja saya saksikan.
Hidupnya penuh
kehampaan, penderitaan. Kisah percintaannya tak pernah berjalan mulus,
pernikahannya berantakan, sampai kematian menjemputnya, hidupnya belum
menemukan kebahagiaan. Menurutnya, kematian adalah jalan keluar. Jalan keluar
menuju kebebasan. Ya, jika boleh saya katakan, ia adalah manusia putus asa yang
tak punya harapan. Harapannya adalah untuk bertemu pada jalan keluarnya, yaitu
kematian.
Seorang manusia
adalah mereka yang belum pernah mengalami kematian. Lantas bagaimana manusia
bisa tahu kalau kematian lebih indah dari kehidupan? Mungkin hanya sekedar
pemikiran. Tapi, bukankah segala hal yang terjadi di dunia ini lahir
berdasarkan sebuah pemikiran yang menjadi sebuah pengalaman empiris? Ya, itu
bila bisa dibuktikan. Namun, ketika bicara tentang kematian, semua hanya
sebatas prasangka melalui tanda. Manusia masih dalap tahap merabanya dan akan
terus meraba sampi statusnya tidak lagi menjadi manusia.
Kematian –menurut prasangka
saya- merupakan sebuah tujuan, tujuan tanpa harapan, bukan pelarian. Pelarian adalah anggapan dari meraka yang putus asa dengan kehidupannya dan ingin dengan cepat menggapai
kebebasan –itu pun bila kematian adalah kebebasan. Kematian adalah keseluruhan
proses yang terdapat dalam kehidupan untuk menuju kebenaran yang mutlak melalui
kesabaran. Hidup hanya untuk mati, menurut saya benar. Tapi mati yang terlalu
dipaksakan adalah putus asa. Bila dalam kehidupan saja sudah putus asa,
bagaimana mau menghadapi kenyataan yang sesungguhnya dalam kematian?
Semoga kita bukan
manusia-manusia putus asa yang kehilangan harapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar