Laman

Rabu, 31 Oktober 2012

Intermezzo Kematian


Foto: bbc.co.uk

Apakah kamu pernah merasakan mati? Aku sedang mengalaminya.” Kata-kata yang keluar melalui orang yang sedang bermonolog yang baru saja saya saksikan.

Hidupnya penuh kehampaan, penderitaan. Kisah percintaannya tak pernah berjalan mulus, pernikahannya berantakan, sampai kematian menjemputnya, hidupnya belum menemukan kebahagiaan. Menurutnya, kematian adalah jalan keluar. Jalan keluar menuju kebebasan. Ya, jika boleh saya katakan, ia adalah manusia putus asa yang tak punya harapan. Harapannya adalah untuk bertemu pada jalan keluarnya, yaitu kematian.

Seorang manusia adalah mereka yang belum pernah mengalami kematian. Lantas bagaimana manusia bisa tahu kalau kematian lebih indah dari kehidupan? Mungkin hanya sekedar pemikiran. Tapi, bukankah segala hal yang terjadi di dunia ini lahir berdasarkan sebuah pemikiran yang menjadi sebuah pengalaman empiris? Ya, itu bila bisa dibuktikan. Namun, ketika bicara tentang kematian, semua hanya sebatas prasangka melalui tanda. Manusia masih dalap tahap merabanya dan akan terus meraba sampi statusnya tidak lagi menjadi manusia.

Kematian –menurut prasangka saya- merupakan sebuah tujuan, tujuan tanpa harapan, bukan pelarian. Pelarian adalah anggapan dari meraka yang putus asa dengan kehidupannya dan ingin dengan cepat menggapai kebebasan –itu pun bila kematian adalah kebebasan. Kematian adalah keseluruhan proses yang terdapat dalam kehidupan untuk menuju kebenaran yang mutlak melalui kesabaran. Hidup hanya untuk mati, menurut saya benar. Tapi mati yang terlalu dipaksakan adalah putus asa. Bila dalam kehidupan saja sudah putus asa, bagaimana mau menghadapi kenyataan yang sesungguhnya dalam kematian?

Semoga kita bukan manusia-manusia putus asa yang kehilangan harapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar