Saya sedang cukup malas
menulis dan berpikir. Tapi agar proyek blog ini tetap berjalan, mau tak mau
saya harus mempublikasi tulisan. Oleh karena itu, di postingan ini saya hanya ingin menyampaikan
kembali renungan saya tentang lirik lagu Melancholia (Efek Rumah Kaca) yang
pernah saya share di twitter, beberapa waktu lalu,
dengan ditambahkan sedikit pembuka.
_______________________________________________________________________________
Cinta bukanlah tema baru dalam ranah musik. Begitu juga dengan kegundahan. Ia memiliki keterkaitan erat dengan cinta.
Simak liriknya berikut ini:
Tersungkur di sisa malam
Murung itu sungguh indah
Nikmatilah saja kegundahan ini
1) Lirik itu menawarkan cara lain dalam memandang depresi. Cara untuk menyikapi rasa, bukan sesuatu yang menimbulkannya.
2) Karena itu, dalam liriknya tak ada objek "siapa" atau "apa" yang membuat murung. Sebab barangkali memang itu gak penting-penting amat.
3) Bagi ERK, justru yang lebih penting adalah "rasa" itu sendiri.
4) Sudah jelas, "nikmatilah saja kegundahan ini", sebuah penghayatan (bukan penolakan) terhadap kegundahan, terhadap hidup.
5) Atau, "murung itu sungguh indah, melambatkan butir darah". Seperti sesuatu yang membuat "ada", dan "hidup": sebuah keindahan.
6) Tapi meski begitu, "siapa" atau "apa" ini bukan tidak penting. Ia tetap ada: sebagai sesuatu untuk diterima seutuhnya, bukan untuk dihindari, dikoreksi, dipersalahkan. Tapi untuk dihayati, bukan diakali, bukan dihindari.
7) Karena ia (si "siapa" atau si "apa") adalah yang menciptakan "rasa" itu (mungkin depresi, mungkin kecemasan, kegundahan, atau keresahan), sekaligus keindahan.
8) Intinya. seperti kata orang, mungkin dunia ditakdirkan untuk tidak baik-baik aja. Tapi buat apa ngeluh? Nikmatilah! (setidaknya dalam hal cinta).
Tersungkur di sisa malam
Kosong
dan rendah gairah
Puisi
yang romantik
Menetes
dari bibir
Murung itu sungguh indah
Melambatkan
butir darah
Nikmatilah saja kegundahan ini
Segala
denyutnya yang merobek sepi
Kelesuan
ini jangan lekas pergi
Aku
menyelami sampai lelah hati
1) Lirik itu menawarkan cara lain dalam memandang depresi. Cara untuk menyikapi rasa, bukan sesuatu yang menimbulkannya.
2) Karena itu, dalam liriknya tak ada objek "siapa" atau "apa" yang membuat murung. Sebab barangkali memang itu gak penting-penting amat.
3) Bagi ERK, justru yang lebih penting adalah "rasa" itu sendiri.
4) Sudah jelas, "nikmatilah saja kegundahan ini", sebuah penghayatan (bukan penolakan) terhadap kegundahan, terhadap hidup.
5) Atau, "murung itu sungguh indah, melambatkan butir darah". Seperti sesuatu yang membuat "ada", dan "hidup": sebuah keindahan.
6) Tapi meski begitu, "siapa" atau "apa" ini bukan tidak penting. Ia tetap ada: sebagai sesuatu untuk diterima seutuhnya, bukan untuk dihindari, dikoreksi, dipersalahkan. Tapi untuk dihayati, bukan diakali, bukan dihindari.
7) Karena ia (si "siapa" atau si "apa") adalah yang menciptakan "rasa" itu (mungkin depresi, mungkin kecemasan, kegundahan, atau keresahan), sekaligus keindahan.
8) Intinya. seperti kata orang, mungkin dunia ditakdirkan untuk tidak baik-baik aja. Tapi buat apa ngeluh? Nikmatilah! (setidaknya dalam hal cinta).
(Delapan poin di atas adalah salin-tempel dari twitter saya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar