Apa
kabar bung Fadli? Apakah anda sudah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi?
Dari kabar berita, saya dengar gugatan itu akan dilayangkan Jumat mendatang. Tapi
peduli setan, saya sedang tak ingin membahasnya.
Oh
iya, bung. Semester lalu saya diberi tugas oleh redaktur saya untuk mencari apa
yang terjadi saat tahun 1998 dulu. Ia memberikan buku Penakluk Rezim Orde Baru: Gerakan Mahasiswa ’98. Saya disuruh baca
buku itu dan buat kesimpulannya.
Saya
takjub, bung. Ada namamu disebut-sebut di buku itu. Kau dibilang sebagai mahasiswa
teladan kampus perjuangan Orde Baru. Betapa besar namamu hingga bisa masuk
buku.
Bung
tidak percaya? Ah baiklah, saya akan tuliskan di sini beberapa cukilannya dari
buku itu, tentang PRD, gerakan mahasiswa dan tentu saja; Orde Baru.
***
Kerusuhan
yang terjadi di markas PDI, yang akhirnya mengambinghitamkan Partai Rakyat
Demokratik (PRD), membuat aktivitas demontrasi sedikit menyusut. PRD dianggap
sebagai neokomunis –yang pada masa Orde Baru, kata neokomunis, dapat dapat
diadili tanpa melalui sidang- yang berpikir dan bertindak seperti Partai
Komunis Indonesia. Koor politik tersebut juga diamini oleh HMI, Pemuda
Muhammadiyah, Gerakan Pemuda Ansor, dll.
Fadli
Zon, sebagai mahasiswa teladan kampus perjuangan Orde Baru, ikut ambil suara
dalam menuntut tindakan tegas kepada PRD. Menurutnya, PRD adalah partai yang
anti Soeharto dan anto Orde Baru, hal tersebut dibuktikan, bahwa aktifis
mahasiswa Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID), sayap PRD,
setiap kali menyebut Soeharto, selalu menambahkan huruf ‘A’ di depannya.
Pimpinan
PRD dipenjara, namun para pengikutnya tetap menjalani aktivitasnya sesuai
dengan tujuan PRD, menurunkan Soeharto, mencabut paket 5 UU Politik
dan mencabut dwifungsi ABRI. Aktifis-aktifis ini menyebar dalam organ-organ
lain tanpa menggunakan nama PRD.
Gerakan
politik ini adalah motor yang memang terkenal radikal dalam mengampanyekan
politik golput. Pada 29 Januari 1997 di Purwokertotiga mahasiswa diperiksa oleh
polisi dalam kasus 50 stiker politik yang bunyinya, “Bila upah buruh rendah,
pengangguran masih ada, paket 5 UU politik belum dicabut. Jangan lupa Golput!”
Gerakan
Mahasiswa pada reformasi 98 terbagi menjadi dua: Pertama, gerakan politik yang memang sejak awal menentang Orde Baru;
Kedua, gerakan moral yang muncul
sejak isu krisis moneter mulai bermunculan dan ekonomi negara semakin kacau.
Bergabungnya
Universitas Indonesia dalam barisan, diyakini sebagai bangunnya gerakan
mahasiswa setelah 20 tahun tertidur. “Bila UI turun, berarti negara dalam
keadaan genting.” Mitos angkatan 66 memang belum bisa dihilangkan. Padalah,
subtansi gerakan mahasiswa yang muncul pada 1998 adalah hasil proses panjang
sejak tahun 80an.
Namun
sebagai penakluk rejim, keduanya sama-sama memiliki andil yang tak bisa
dibandingkan satu sama lain. Gerakan politik menentukan format, isi dan
radikalisasi gerakan, sedangkan gerakan moral aktifis ‘resmi’ kampus yang
memungkinkan aksi menjadi massif dan serentak secara nasional.I
***
Sekian
dulu, bung. Kebetulan, saya belum selesai membacanya. Kalau ada kesempatan,
mungkin akan saya lanjutkan. Semoga kita bisa berjumpa, bung.
Tabik!
I"’Turunkan Harga, Atau Kami
Turunkan Kamu..’ Gerakan Mahasiswa Menggulingkan Soeharto” oleh Muridan S.
Widjojo dalam Penakluk Rezim Orde Baru: Gerakan
Mahasiswa '98.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar