Ilustrasi yang sangat menginsprirasi oleh: Renny Rumhil
“Twinkle, twinkle,
little star... How i wonder what you are... Up above the world so high... Like
a diamond in the sky... Twinkle, twinkle, little star... How i wonder what you
are...”
Suara nyanyian itu terdengar lagi dari kamar Asih. Seperti
biasa, setelah nyanyian terdengar, suara tangisan akan menyusul dari kamar
bernomor 13 di ujung koridor. Suaranya lirih seperti orang yang kesakitan. Aroma
melati pun akan segera menyusul saat semua mulai tenang.
Kamar itu sudah lama dihuni oleh Asih, seorang mahasiswi
jurusan sejarah di salah satu universitas swasta. Selain kuliah, ia juga
menyibukkan dirinya dengan bekerja di sebuah majalah yang berorientasi pada
anak muda. Para peghuni yang lain sudah hapal betul jadwal Asih menangis. Setiap
malam Jumat, ketika azan isya sudah dekat. Tak ada yang heran, tak ada yang
mempedulikan.
Awalnya, Asih tak pernah menangis dalam kamar. Ia selalu
riang ketika pulang ke kamar kosnya. Asih juga dikenal ramah oleh para penghuni
lainnya. Setiap ada waktu luang, tak jarang dihabiskan untuk mengobrol hingga
larut malam bersama penghuni yang lain. Hingga suatu malam yang merubah
semuanya.
Kejadian malam itu bermula saat ada seorang pemuda tak
dikenal masuk ke kamar Asih. Tak ada penghuni lain yang menyadari kehadiran
pria tersebut. Asih yang sudah tertidur pun tak bisa merasakan hawa kelam yang
dibawa oleh pria tersebut. Pria yang entah dari mana datangnya tersebut merasa
kaget melihat Asih yang biasa tertidur tanpa sehelai benang pun di tubuhnya. Adegan
pemerkosaan pun dimulai. Asih berusaha memberontak dengan sekuat tenaga, namun
pria tersebut terus menerus menindihnya. Pria itu semakin ganas menindih tubuh
Asih yang mulai terkulai tanpa perlawanan.
“Aku akan membawamu ke langit tinggi. Melihat bintang, menemukan
surga dalam kedamaian,” bisik pria itu sambil menindih Asih.
Asih semakin lemas tak kuasa untuk melawan. Ia semakin
terbawa oleh bisikan pria tersebut.
“Lepaskanlah.. Biarkan tubuhmu mengalir dalam gairahku.”
“Baiklah, mari kita nikmati permainan ini,” ucap Asih lirih
sambil menancapkan pisau ke tubuh pria itu.
Asih menggila. Tubuh pria itu dirobek-robek dengan pisau
yang digenggamnya. Perlahan, Asih memasukan satu per satu bagian tubuh si pria
ke dalam mulutnya. Melahapnya rakus tak tersisa. Hanya darah yang bececeran di
mulut yang menjadi saksinya.
Semua berakhir begitu saja. Asih tertunduk lemas dengan
pisau berlumuran darah di tangan kirinya, dan pulpen di tangan kanannya, yang
dengan sendirinya menuliskan kejadian tersebut di pangkal pahanya. Pria yang
memberkosanya telah menyatu dengan dirinya, menjadi bintang di hatinya.
Tak ada yang tahu tentang kisah ini kecuali aku, kau, dan
Asih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar