Seorang remaja Rudi masih berumur 15 tahun, masih segar sebagai anak muda. Pokoknya masih banyak aksi lah.
Rudi, memiliki motor bebek yang merupakan hadiah dari orang tuanya. Orang tuanya berharap dengan motor tersebut Rudi tidak terlambat ke sekolah. Ya, semenjak ada motor tersebut, Rudi terlihat rajin berangkat ke sekolah. Rudi juga mengaku kepada orang tuanya bahwa dengan motor tersebut, ia tak pernah terlambat datang ke sekolah. Rasanya Rudi ingin membuat orang tuanya lega dan membenarkan keputusan orang tuanya yang telah membelikannya motor.
Tapi, motor bukan sekedar alat agar dirinya tidak terlambat. Rudi melupakan bahwa di balik kendaraan tersebut terdapat norma yang harus ditaati. Rudi harus menaati peraturan lalu lintas. Rudi tidak boleh berkendara secara ugal - ugalan. Tapi di tempat Rudi tinggal, tidak banyak juga orang yang memahami aturan - aturan berlalu lintas. Lingkungan lalu lintas tersebut akhirnya menular pada diri Rudi. Rudi menjadi anak yang tidak memahami lalu lintas.
Suatu hari sehabis sekolah, Rudi tidak langsung pulang. Ia di ajak temannya untuk berjalan - jalan menggunakan motornya. Sekedar untuk mencari tempat nongkrong. Di tempat nongkrong ini, diam - diam Rudi juga merokok. Jika orang tuanya tahu, habislah dia. Ayah Rudi adalah seorang perokok, tapi ia tidak menginginkan anaknya merokok. Lantas Ayah Rudi melarang keras anaknya merokok. Tapi Rudi hanya anak berumur 15 tahun. Ia masih muda dan ia ingin mencoba.
Telepon genggam milik Rudi berdering. Rupanya orang tuanya menelpon. Hanya untuk menanyakan keberadaan dan apa yang sedang dilakukan Rudi. Rudi bilang, ia mampir ke rumah temannya, hanya untuk beralasan. Orang tuanya meminta agar Rudi pulang dulu. Sekedar mengganti pakaian lalu Rudi dipersilahkan untuk pergi ke rumah temannya lagi. Akhirnya Rudi menuruti perintah orang tuanya. Ia pulang dan kebetulan temannya yang sedang nongkrong juga ikut pulang.
"Rud, kita tes motor yuk, kenceng - kencengan", kata temannya. Rudi setuju lalu merekapun berbalapan dengan motornya masing - masing. Rumah teman Rudi tidak jauh dari rumah Rudi, jadi mereka berdua pulang mengambil jalan yang sama. Mereka memacu motornya pada kecepatan lebih dari 80 Km/jam. Temannya unggul jauh di depan Rudi. Rudi semakin panas karena tertinggal jauh, ia pun menggila. Rudi telah melupakan resiko sebagai pengendara motor.
Beberapa meter di depan Rudi, seorang pemuda menyeberang jalan. Rudi yang sedang berada di kecepatan tinggi kagok melihat situasi tersebut. Refleknya terlambat untuk menarik tuas rem. Ia menyerempet pemuda tersebut. "Ngentot !" sentak pemuda tersebut setelah ia terjatuh. Pemuda tersebut terlihat baik - baik saja setelah diserempet. Pemuda tersebut menghampiri Rudi. Ia melihat kondisi Rudi, lalu ia seperti menyesali kata - katanya. Pemuda tersebut melihat Rudi tergeletak di jalan tak sadarkan diri. Rudi pingsan. Lengan kirinya patah dan kakinya dipenuhi darah. Kondisi motornya parah. Sepertinya membutuhkan banyak biaya untuk memperbaikinya.
Rudi masuk rumah sakit, Rudi juga dikenakan denda karena berkendara tanpa SIM. Seorang pemuda yang menyeberang juga dituntut untuk bertanggung jawab atas kecelakaan tersebut. Tanpa saya tahu apa kelanjutannya. Proses yang rumit harus dilalui keluarga Rudi dan pemuda tersebut atas kecelakaan yang terjadi.
Rudi hanya lugu. Ia tidak tahu. Ia masih muda. Ia masih harus belajar tentang lalu lintas. Tetapi apa yang membuat Rudi berani melakukan tindakan demikian padahal ia belum tahu banyak urusan lalu lintas ?
Malam ini aku mencoba menulis
Mengalir hingga Rudi berakhir tragis
Malam ini aku mencoba menulis
Mengalir hingga Rudi berakhir tragis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar