Saya berada di sebuah ruangan kaca. Bening sekaligus hening. Ada yang tertinggal di luar sana sebelum langit pecah. Arloji yang berdegup, redup. Dilemparnya gumpalan kertas oleh Boneka Kelinci berwarna putih, memantul jatuh berserak di ruangan hampa berbentuk kaca.
Saya menari telanjang, menikmati ular-ular yang menggelayut di setiap lekuk tubuh. Dipetakannya juga luka-luka yang tak utuh. Matahari yang tepat berada di bawah kaki, membiarkan saya menari, mengundi hidup atau mati. Tak kunjung pepat.
Gumpalan kertas itu belum juga berhenti. Tiap pantulnya mengandung bunyi, melesap menyatu dengan diri. Boneka Kelinci yang belum juga mati, sesekali menyalak tak terperi: menyaksikan saya yang masih juga mengundi hidup atau mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar