Ilustrasi: jagadfakta.files.wordpress.com
Sebuah perspektif
tentang kehidupan, sebagai lanjutan dari Menunggu Ratu Adil
Ratu Adil, konon
katanya akan datang sebagai juru selamat. Entah dalam sosok manusia atau sebuah
zaman keadilan. Yang pasti ada sebuah kepercayaan bahwa saat itu akan datang,
saat ketika semua orang tidak lagi gelisah. Semua tenang, semua nyaman.
Budaya Eropa atau
barat, yang dikenal telah mendapat pencerahan, mengagungkan hak asasi manusia,
dengan segala tedeng aling-aling kepentingan, sebagai proses menuju keadaan damai,
utopis. Hak asasi disebarkan ke seluruh polosok dunia, dan menumbuhkan
harapan-harapan semu tentang keadaan tersebut. Mengatasnamakan hak asasi
sebagai kebenaran sama halnya dengan mereduksi kemampuan manusia untuk melawan.
Kelemahan dianggap sebuah kewajaran, sehingga orang-orang cendderung menjadi
lemah. Manusia-manusia lemah tersebut diberi pengharapan akan datangnya Ratu
Adil untuk menyelamatkan.
Menurut Nietzsche,
budaya eropa yang mengagunggkan hak asasi tidak lagi oriental. Bangsa Eropa menjadi
lebih lembek dengan mengatasnamakan hak asasi manusia. Menurutnya,
ketidakberdayaan si lemah telah direduksi menjadi moralitas, sementara kekuatan
si kuat dimaknai sebagai dosa. Power tends
to corrupt adalah sebuah kesalahan.
Bangsa timur yang
dikenal terbelakang, barbar, yang belum tersentuh “pencerahan” bangsa barat,
justru dinilai sebagai bentuk dari merayakan kehidupan yang gelisah. Masyarakat
timur, yang belum mengenal peradaban Eropa, tidak menunggu Ratu Adil datang. Mereka
menjadi Ratu Adil untuk dirinya sendiri dengan berperang. Nietzsche juga
mengungkapkan bahwa sikap misoginis dan anti-demokratis adalah bentuk dari manusia
oriental sejati, yang sudah diketahui banyak orang, namun dianggap barbar oleh
pencerahan barat yang mengatasnamakan hak asasi. “Apa yang dianggap perang oleh
‘agama Semit yang menerima hidup’ seperti budaya timur hanya dipandang sebagai
gemuruh derap langkah binatang oleh ‘agama Semit negatif’ di barat.”₁
Inilah yang dimaksud
dengan merayakan kehidupan, dengan segala kegelisahannya, dan tidak bertameng
moralitas untuk menggambarkan ketidakberdayaan. Tak perlu untuk menunggu Ratu
Adil datang hingga semua menjadi indah. Kehidupan adalah tentang kegelisahan,
bersuka cita merayakan kegelisahan, bukan menjadi lemah di bawah hak asasi dan berharap tentang kedatangan Ratu Adil
yang semu.
Catatan kaki:
1 Ian Almond, Nietzsche Berdamai dengan Islam (terjemahan
Depok: Kepik Ungu, 2011), hal 15.
ada kepastian ga bang kapan ratu adil datang?? saya sudah lelah mencari keadilan
BalasHapuskeadilan = menjadi lembek dalam kehidupan. Mari berperang, rayakan kehidupan.
Hapus