Laman

Selasa, 06 November 2012

Mawar yang Ketakutan


Ilustrasi: blogspot.com

“Gue takut, nanti diketawain kalo ngomong,” begitulah teman saya berkata saat kami sedang berdua. Sebut saja Mawar, teman saya yang pendiam dan (terkesan) anti-sosial. Mawar adalah seorang anak muda yang sedang mempelajari ilmu komunikasi, namun sungguh ironis karena tidak dapat –atau lebih tepatnya belum mau- untuk berkomunikasi dengan orang banyak. Ia terlalu takut akan hal yang belum terjadi, terlalu berlebihan memikirkan efek komunikasi yang hendak dilakukannya.

Memang, dalam ilmu komunikasi, efek dari komunikasi yang dilakukan haruslah dipertimbangkan karena itulah yang membedakan orang komunikasi atau bukan. Namun, Mawar terlalu takut untuk mengahadapi efek komunikasi yang dilakukannya, cenderung bermain di zona nyamannya dan tak berani untuk keluar dan mengahadapi kenyataan. Mawar hidup dalam sugesti yang dirancangnya sendiri. Menciptakan kebenarannya dalam mitos-mitos yang dibuatnya tanpa mau melihat realita. Oleh karena itu ia memilih diam dan menjadi anti-sosial.

Pikirannya terkurung dalam ketakutan-ketakutan berlebihan berasal dari pengalamannya yang selalu ditertawakan orang lain saat menyatakan pendapatnya yang payah, yang terkesan sok serius di saat yang tidak tepat. Masa lalu selalu menghantui pikiran Mawar saat ingin berkomunikasi. Pengaruh-pengaruh tersebut membuat Mawar hidup dalam idelismenya sendiri, dan perlhan menjadi manusia yang cenderung egois.

Orang-orang seperti Mawar memang sedang dalam mencari konsep kebenarannya sendiri –sama halnya dengan saya yang berusaha menafsirkan kebenaran dalam proyek menulis 30 hari ini, pun tidak berhasil, setidaknya telah memahami bentuk keeksistensian manusia. Namun akan sangat disayangkan bila mereka menjadi seorang idealis yang egois, yang hanya bisa terkurung dalam mitos-mitos yang dibuatnya sendiri. Ketakutan yang berlebihan menjadikan segala tindakan menjadi tak wajar, nyeleneh tanpa makna dan tujuan yang jelas. Tentu, cap anti-sosial akan hinggap di jidat mereka.

Semoga kau mengerti, Mawar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar