Laman

Minggu, 21 Oktober 2012

Rilisan Musik Adalah Sebuah Fashion

Ilustrasi: guardian.co.uk

“Musik Koil akan selalu gratis,” ujar si mulut besar J. A. Verdyantorro beberapa waktu lalu di akun twitternya. 

Sementara itu, di televisi, sering sekali kita mendengar, “dengan membeli rilisan fisik, kalian sedikit banyak membatu perkembangan musik tanah air," . Opini kedua pihak tersebut bisa saja menjelaskan keadaan kultur musik yang semakin absurd.

Di saat semua orang bebas mengunduh lagu di situs situs free download maupun berbayar, masih ada sekelompok orang yang rela membeli rilisan fisik sebuah album. Bisa jadi untuk menjadi bahan koleksi ataupun sekedar gengsi, atau mungkin saja untuk mengeksklusifkan diri. Semoga poin terakhir bukan menjadi alasan.

Hari ini, musik sudah tak menjadi barang yang mahal, tak ada lagi data penjualan yang mencapai jutaan kopi. Seperti yang pernah dibuat Sheila On 7, Peterpan (Innalillahi wainalillaihi rojiun), Padi. Semua telah banyak berubah karena makin menjamurnya pembajakan di negeri tercinta ini (cuih...).Untuk memperoleh penjualan Gold. Dulu para musisi harus menjual album hingga satu juta kopi. Saat ini, major label hanya menargetkan beberapa ratus ribu kopi untuk mencapai predikat tersebut.

Menurut sebagian orang (atau lebih tepatnya produser musik), bisa jadi membuat rilisan fisik di era sekarang adalah tindakan bunuh diri. Mengingat maraknya pembajakan serta free download. Sampai sampai banyak dari major label yang mengaktifkan sistem “single“. Memilih sebuah lagu terbaik untuk dijadikan lagu utama dari musisi, sebagai ajang tes ombak ke pasaran. Jika sukses, major label akan membuatan sang musisi sebuah album, jika tidak, bersiaplah untuk ditelantarkan. Nagaswara adalah sebuah label yang paling sering mengorbitkan artisnya dengan cara seperti ini

Melihat list traffic download yang semakin menggila (entah karena tak mampu membeli rilisan fisik, malas pergi ke toko musik, atau memanfaatkan teknologi yang semakin tak terkendali), sampai ada beberapa band/musisi yang gencar menggratiskan rilisannya, seperti Koil, Bottlesmoker, Frau dan masih banyak lagi. Atau juga membuat sebuah langkah (yang menurut mereka brilian), untuk tidak merilis fisik karena bisa menyebabkan rusaknya data musik pada media penyimpanan seperti kaset, compact disc atau vynil. Dan membiarkan para fans membayar lagu mereka secara sukarela via Itunes. Seperti yang dilakukan Radiohead.

Terpujilah para pembeli rilisan di jalan Surabaya, Heyfolks, Disc Tarra, Duta Swara. Karena berkat kalian, rilisan fisik tak sepenuhnya mati (terlepas dari semua hal yang saya jabarkan di atas). Dan terima kasih untuk para pengunduh, pembajak, dan pengunggah musik secara ilegal. Karena tanpa kalian, rilisan musik di negara ini akan terlihat basi.

2 komentar: