Laman

Minggu, 29 Juni 2014

Maanfaat kecil dari berpuasa




Berpuasalah, maka kamu akan sehat (HR Ibnu Suny dan Abu Nu’aim)

Kutipan sederhana yang popular dari Nabi besar Muhammad SAW itu seakan mengajarkan (atau mendoktrinasi) bahwa puasa adalah sesuatu yang menyenangkan untuk kalian yang ingin selalu sehat. Banyak sekali contoh tulisan mengenai puasa yang menyehatkan. hal tersebut bisa kalian dapatkan dalam situs yang maha kuasa, instan dan murah, Google.com. Sudah barang tentu saya tak perlu menegaskan sehatnya dari situs disini. Karena kredibilitas saya akan dipertanyakan jika menuliskannya. Karena saya sendiri bukanlah tipikal orang yang menerapkan gaya hidup sehat.

Berpuasa adalah salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan orang yang beriman kepada Allah SWT. Sekali lagi, orang yang beriman kepada Allah SWT. Jadi jika kalian merasa belum beriman, tidak begitu diwajibkan. Puasa sendiri dikonsepkan untuk menahan diri dari hawa nafsu. Nafsu makan, nafsu minum, nafsu birahi, nafsu ingin membentak dan memukili teman karena terlalu lama menunggak hutang judi pertandingan sepakbola serta banyak nafsu lainnya.

Dalam beberapa tulisan yang ada di situs maha kuasa itu, ada sebuah argumen yang menarik saya untuk dikembangkan lebih lanjut, yaitu tentang berpuasa dapat membuang racun dalam diri seseorang. Tentu saja hal ini menarik untuk saya kupas. Terlebih saya adalah orang yang gemar memasukan racun kedalam diri saya. Merokok, menanamkan kebencian dan berprilaku boros adalah beberapa diantaranya. Dengan berpuasa, saya tidak bisa menanamkan hal-hal tersebut pada siag hari, jika malam tiba, mungkin bisa.

Tentang berpuasa yang dapat membuang racun dalam diri seseorang, saya  turut merasakan daya magisnya. Seluruh tubuh seakan stabil saat berpuasa. tak ada rokok dan kebencian yang masuk di siang hari membuat saya merasa menjadi manusia yang berbeda.walaupun hanya satu bulan, maknanya terasa sekali. Berpuasa juga membuat saya merasa keren. Karena di lingkungan rumah saya, hanya saya dan keluarga yang beragama Islam.

Berpuasa juga bisa membuat saya tak lagi berprilaku boros yang dapat menyebabkan penderitaan tak berujung. Perilaku boros adalah sebuah racun dalam diri manusia. Sifat manusia yang tak pernah puas yang membuat konsep boros akhirnya lahir ke dunia. Dengan berpuasa, minimal saya bisa menetralisir perilaku konsumtif saya. Walaupun hanya sejenak.

Dan makna berpuasa dapat membuat sehat adalah benar adanya. Saya telah membuktikan argumen populer tersebut dan mencoba mengamalkannya dikemudian hari. Semoga saja.

Di Minimarket

ORANG di sebelah saya pura-pura tak peduli ketika saya mempertanyakan si mas kasir tentang uang kembalian yang saya terima. Ia yang mendengar betul beberapa pertanyaan saya kepada si mas kasir, baru menatap ke arah saya ketika saya beranjak pergi dari mini market itu.

Kejadian tersebut bermula ketika saya membeli rokok di sana. Harga rokok saya 14.300 rupiah. Saya membayarnya 100.000. Tentulah saya berhak menerima uang kembalian senilai 87.700. Tapi tanpa babibu, tanpa satu kata pun keluar dari mulut si mas kasir, ia memberi saya hanya 87.500. Itu berarti uang kembalian saya kurang 200.

Pada saat itu, orang di sebelah saya tampak sedang mengutak-atik handphonenya. Saya tahu, itu hanya blocking saja lantaran ia mendengar percakapan serta teguran saya kepada si mas kasir.

“Bukankah harganya 14.300, mas?” tanya saya pada mas kasir.

“Iya, pak. Itu kembalinya,” katanya.

“Ini kok cuma 87.500, mas?”

Ia mengambil uang 500 rupiah. Tapi uang itu tak ia berikan pada saya. Ia hanya menggenggamnya sambil berkata, “200-nya gak ada, pak.”

Saya masukkan uang kembalian tadi ke dompet. “Kalau gak ada kembaliannya kenapa harganya mesti nanggung gitu?” tanya saya. “Harusnya uang kembaliannya disiapkan.”

Mas kasir itu diam saja. Orang di sebelah saya masih pura-pura main handphone.

“Lain kali, sediakan uang recehan, ya, mas,” sambung saya.

Mas kasir tak berani menatap saya. Ia hanya menganggukkan kepala dengan uang 500 rupiah yang masih dipegangnya.

Saya beranjak keluar mini market itu. Ketika menyalakan motor, mas kasir dan orang di sebelah saya tadi, tengah melihat saya dengan seksama. Dengan matanya, mereka menghukum saya padahal saya hanya mempertanyakan hak saya. Mereka barangkali berpikir saya orang yang pelit, atau orang yang ribet karena ributkan hal sepele.

Itu bukan pengalaman pertama saya. Sebelumnya, saya pernah mengalami hal serupa. Hanya saja, waktu itu caranya lebih “bermoral”: si kasir meminta saya mengamalkan kembalian yang “nanggung” itu.

Pengalaman tersebut menandakan satu hal: betapa remehnya uang recehan kini hingga seolah sudah selayaknya diabaikan atau digunakan untuk beramal, dan tak perlu dipertanyakan.

Saya jadi teringat dengan obrolan bersama teman saya, perempuan, tentang apa yang kebanyakan perempuan rasakan saat diminta Make Love dengan pacarnya. Teman saya mengatakan, kebanyakan perempuan ML dengan pacarnya tanpa kemauan sendiri, meski para perempuan itu bilang mereka melakukannya atas dasar mau sama mau, tanpa paksaan. Maksud teman saya, kebanyakan perempuan “dikondisikan” untuk mau, bukan karena memang mau.

Ketika berada dalam sebuah ruangan, berdua saja,  menurut teman saya, para perempuan kerap berada dalam kondisi yang membuat dirinya gak enakan. Dari hati kecilnya yang paling halus, para perempuan itu takut “terhukum” (semisal konsekwensi dari kekecewaan si pacar) bila menolak. Di titik itu, mereka berada dalam kondisi yang seolah membuat dirinya “mau”.

Kembali ke cerita saya, keadaan seperti itulah yang dialami banyak orang ketika berbelanja di minimarket. Kita berada dalam kondisi yang membuat kita seolah memang mau beramal ketika kasir minimarket bilang, “sisanya boleh diamalkan?” Dengan kata lain, kita dikondisikan untuk tak berkuasa mengatakan tidak karena takut dibilang pelit atau meribetkan hal yang – mungkin mereka pikir – sepele sekali untuk diributkan.

Memangnya, sejauh apa kita meremehkan uang recehan saat ini, sehingga kita seolah tak pantas lagi mempertanyakannya? Lagi pula, apakah recehan kita yang kita amalkan pada mereka betul-betul mereka amalkan? Atau jangan-jangan, recehan yang kita abaikan itu malah menjadi bagian dari keuntungan mereka?

Sudahlah, begitu saja cerita saya di hari pertama proyek 30 hari menulis ini. Sampai di sini, tentu Bayu dan Heri akan protes tulisan saya. Karena, kesepakatan awal kami, selain tiap orang memposting satu tulisan setiap hari selama 30 hari, tema tulisan juga harus bernafaskan Ramadhan.

Bayu sudah lebih dulu memposting tulisan. Ia tahu betul bagaimana cara menjadi “islami”. Karena itu, ia sok menjadi “Arab” sejak judul: ia menggunakan “kun fayakun”.

Agar tulisan ini agak memenuhi syarat kesepakatan awal, maka saya letakkan saja satu ayat dari Al-Quran hasil googling dengan keyword “ayat Al-Quran tentang cinta”:

ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اسْتَحَبُّوا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا عَلَى الآخِرَةِ وَأَنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

"Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya, mereka mencintai kehidupan dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir." – (QS.16:107)


Day 1

Reaksi Kun Fayakun dalam Kemenangan Brasil atas Chile

“Maka barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan, barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya,” QS. Al-Zalzalah (99) ayat 7-8.

Pertandingan pertama di babak 16 besar Piala Dunia 2014 menyisakan kepahitan bagi Chile. Bagaimana tidak, Jorge Sampaoli telah berjuang keras meloloskan anak asuhnya salah satu grup neraka yang ada.

Berjajar bersama juara bertahan, Spayol; pembantai juara bertahan, Belanda; dan tim barat dari Asia, Australia, bukanlah sesuatu yang diharapkan oleh rakyat di bawah kepeminpinan presiden Michelle Bachelet. Namun Chile tak gentar menginjakkan kakinya di tanah samba. Ia membuka pertandingan awal dengan kemenangan 3-1 atas Australia, setelah menyaksikan terbantainya Iker Casillas cs oleh total football a la Tim Oranye.

Dengan kenyataan itu, mental Chile semakin menjadi untuk bisa, mengikuti jejak Belanda, mengalahkan Spanyol di tanah samba. Dan memang, keyakinan yang dijunjung oleh Chile berbuah kenyataan. Spanyol bertekuk lutut di Rio de Jeneiro oleh Chile, berkat gol Eduardo Vargas (11’) dan Charles Aranguiz (43’).

Kemenangan itu sekaligus membuat sang juara bertahan harus pamit dihadapan sekitar 74 ribu pasang mata yang memenuhi Stadion Maracana. Tanpa dapat membalas gol yang dilesatkan pemain-pemain Chile. Dan otomatis, Chile dengan tenang dapat melenggang ke putaran selanjutnya, babak 16 besar.

Kenyataan ini sekaligus membuat nama stadion Maracana semakin identik dengan tragedi, setidaknya bagi Iker Casillas. Penampilan Casillas yang terbilang buruk membuat Spanyol menjadi tim pertama yang dipastikan keluar dari pegelaran sepakbola terbesar di Bumi ini. Casillas mendadak dapat disamakan seperti Moacir Barbosa, yang menjadi kambing hitam setelah tak bisa menahan dua tembakan serta memastikan Brasil kalah 1-2, dan Uruguay meraih juara dunia untuk kedua kalinya pada 1950.

Beda Casillas, beda pula Claudio Bravo. Penjaga gawang cum kapten tinmas Chile itu puas timnya lolos ke babak selanjutnya.

Keraguan mendatangi Chile ketika mereka harus mengakui kehebatan total football yang dipraktekan oleh anak asuh calon arsitek Manchester United musim depan, Louis van Gaal. Skor 2-0 kemenangan Belanda, harus diratapi dengan cemas oleh Chile, setelah sebelumnya Brasil memastikan menjadi juara Grup A sehabis memulangkan Kamerun ke benua hitam tanpa poin satu pun. Hanya satu gol, yang menodai gawang Júlio César Soares Espíndola, yang dapat dibanggakan timnas Kamerun kepada rakyatnya.

Brasil dengan statusnya sebagai juara grup, tuan rumah, dan pabrik pesepabola handal, memang bukan lawan yang diharapkan oleh Chile. Alexis Sanchez sampai harus berkomentar, sembari berusaha menenangkan pikiran, "Saya sangat senang bertanding melawan tuan rumah, melawan pertahanan terbaik di dunia, tim yang impresif. Namun yang membuat saya khawatir adalah wasit."

Kekhawatiran Sanchez berbuah kenyataan. Bukan. Bukan karena kualitas wasit. Wasit justru menganulir gol Hulk, dan skor imbang 1-1 bertahan hingga usai. Keraguanlah yang menyebabkan kekalahan Chile.
***

Kekhawatiran yang ditunjukkan Sanchez adalah malapetaka. Ia tidak percaya pada kemampuan wasit. Ia tidak percaya bahwa Chile dapat mengatasi Brasil di rumahnya sendiri. 

Sumber: Google
Semesta adalah mekanisme tunggal yang mengaitkan segala sesuatu di dalamnya. Saat Sanchez mengeluarkan energi negatif, maka energi negatif dari arah lain akan menghampirinya, membuat dirinya kembali seimbang sebagai manusia.

Kun Fayakun adalah kunci rumus tersebut. Ia mengaitkan segala sesuatu di alam semesta dalam sebuah sistem tunggal. Sebuah kejadian kecil di suatu tempat akan berakibat terhadap kejadian di tempat lainnnya. Energi hanya berputar mengitari lekuk tubuh semesta yang indah. Ia tidak bertambah, tidak juga berkurang. Seimbang.

Mari kita ibaratkan tubuh manusia sebagai miniatur semesta. Energi yang dilepaskan Sanchez memberikan tafsir negatif bagi FIFA. Tak hanya FIFA, kredibilitas Howard Webb sebagai pemegang kuasa tertinggi di sebuah pertandingan sepakbola pun kembali dipertanyakan. Di luar kedekatannya dengan Manchester United, tim yang tidak disukai Ian Curtis itu.

Pada akhirnya, energi negatif yang dikeluarkan Sanchez kembali kepada dirinya sendiri. Walaupun berhasil mencetak gol penyeimbang pada menit 32, namun Sanchez harus rela tendangannya ditepis Cesar pada drama adu penalti.

Memang terlihat seperti energi negatif yang menimpa Sanchez dan negaranya, jauh lebih besar dari yang dikeluarkannya. Mungkin hal itu adalah akumulasi dari segala tingkahnya yang tak tersorot media. Namun, percayalah bahwa semesta adalah mekanisme tunggal.

Inama Amruhu Idza Arada Sya’ian An Yaqula Lahu Kun Fayakun,” QS. Yasin (36) ayat 82. Sesungguhnya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah.


Referensi: Kun Fayakun Rumus Segala Kejadian oleh Nurcholis Elbach dalam Majalah Azzikra no. 43 tahun 4, Juli 2008.