“Maka barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan, barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya,” QS. Al-Zalzalah (99) ayat 7-8.
Pertandingan pertama di babak 16 besar Piala Dunia 2014 menyisakan kepahitan bagi Chile. Bagaimana tidak, Jorge Sampaoli telah berjuang keras meloloskan anak asuhnya salah satu grup neraka yang ada.
Berjajar bersama juara bertahan, Spayol; pembantai juara bertahan, Belanda; dan tim barat dari Asia, Australia, bukanlah sesuatu yang diharapkan oleh rakyat di bawah kepeminpinan presiden Michelle Bachelet. Namun Chile tak gentar menginjakkan kakinya di tanah samba. Ia membuka pertandingan awal dengan kemenangan 3-1 atas Australia, setelah menyaksikan terbantainya Iker Casillas cs oleh total football a la Tim Oranye.
Dengan kenyataan itu, mental Chile semakin menjadi untuk bisa, mengikuti jejak Belanda, mengalahkan Spanyol di tanah samba. Dan memang, keyakinan yang dijunjung oleh Chile berbuah kenyataan. Spanyol bertekuk lutut di Rio de Jeneiro oleh Chile, berkat gol Eduardo Vargas (11’) dan Charles Aranguiz (43’).
Kemenangan itu sekaligus membuat sang juara bertahan harus pamit dihadapan sekitar 74 ribu pasang mata yang memenuhi Stadion Maracana. Tanpa dapat membalas gol yang dilesatkan pemain-pemain Chile. Dan otomatis, Chile dengan tenang dapat melenggang ke putaran selanjutnya, babak 16 besar.
Kenyataan ini sekaligus membuat nama stadion Maracana semakin identik dengan tragedi, setidaknya bagi Iker Casillas. Penampilan Casillas yang terbilang buruk membuat Spanyol menjadi tim pertama yang dipastikan keluar dari pegelaran sepakbola terbesar di Bumi ini. Casillas mendadak dapat disamakan seperti Moacir Barbosa, yang menjadi kambing hitam setelah tak bisa menahan dua tembakan serta memastikan Brasil kalah 1-2, dan Uruguay meraih juara dunia untuk kedua kalinya pada 1950.
Beda Casillas, beda pula Claudio Bravo. Penjaga gawang cum kapten tinmas Chile itu puas timnya lolos ke babak selanjutnya.
Keraguan mendatangi Chile ketika mereka harus mengakui kehebatan total football yang dipraktekan oleh anak asuh calon arsitek Manchester United musim depan, Louis van Gaal. Skor 2-0 kemenangan Belanda, harus diratapi dengan cemas oleh Chile, setelah sebelumnya Brasil memastikan menjadi juara Grup A sehabis memulangkan Kamerun ke benua hitam tanpa poin satu pun. Hanya satu gol, yang menodai gawang Júlio César Soares Espíndola, yang dapat dibanggakan timnas Kamerun kepada rakyatnya.
Brasil dengan statusnya sebagai juara grup, tuan rumah, dan pabrik pesepabola handal, memang bukan lawan yang diharapkan oleh Chile. Alexis Sanchez sampai harus berkomentar, sembari berusaha menenangkan pikiran, "Saya sangat senang bertanding melawan tuan rumah, melawan pertahanan terbaik di dunia, tim yang impresif. Namun yang membuat saya khawatir adalah wasit."
Kekhawatiran Sanchez berbuah kenyataan. Bukan. Bukan karena kualitas wasit. Wasit justru menganulir gol Hulk, dan skor imbang 1-1 bertahan hingga usai. Keraguanlah yang menyebabkan kekalahan Chile.
***
Kekhawatiran yang ditunjukkan Sanchez adalah malapetaka. Ia tidak percaya pada kemampuan wasit. Ia tidak percaya bahwa Chile dapat mengatasi Brasil di rumahnya sendiri.
Sumber: Google |
Semesta adalah mekanisme tunggal yang mengaitkan segala sesuatu di dalamnya. Saat Sanchez mengeluarkan energi negatif, maka energi negatif dari arah lain akan menghampirinya, membuat dirinya kembali seimbang sebagai manusia.
Kun Fayakun adalah kunci rumus tersebut. Ia mengaitkan segala sesuatu di alam semesta dalam sebuah sistem tunggal. Sebuah kejadian kecil di suatu tempat akan berakibat terhadap kejadian di tempat lainnnya. Energi hanya berputar mengitari lekuk tubuh semesta yang indah. Ia tidak bertambah, tidak juga berkurang. Seimbang.
Kun Fayakun adalah kunci rumus tersebut. Ia mengaitkan segala sesuatu di alam semesta dalam sebuah sistem tunggal. Sebuah kejadian kecil di suatu tempat akan berakibat terhadap kejadian di tempat lainnnya. Energi hanya berputar mengitari lekuk tubuh semesta yang indah. Ia tidak bertambah, tidak juga berkurang. Seimbang.
Mari kita ibaratkan tubuh manusia sebagai miniatur semesta. Energi yang dilepaskan Sanchez memberikan tafsir negatif bagi FIFA. Tak hanya FIFA, kredibilitas Howard Webb sebagai pemegang kuasa tertinggi di sebuah pertandingan sepakbola pun kembali dipertanyakan. Di luar kedekatannya dengan Manchester United, tim yang tidak disukai Ian Curtis itu.
Pada akhirnya, energi negatif yang dikeluarkan Sanchez kembali kepada dirinya sendiri. Walaupun berhasil mencetak gol penyeimbang pada menit 32, namun Sanchez harus rela tendangannya ditepis Cesar pada drama adu penalti.
Memang terlihat seperti energi negatif yang menimpa Sanchez dan negaranya, jauh lebih besar dari yang dikeluarkannya. Mungkin hal itu adalah akumulasi dari segala tingkahnya yang tak tersorot media. Namun, percayalah bahwa semesta adalah mekanisme tunggal.
“Inama Amruhu Idza Arada Sya’ian An Yaqula Lahu Kun Fayakun,” QS. Yasin (36) ayat 82. Sesungguhnya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah.
Referensi: Kun Fayakun Rumus Segala Kejadian oleh Nurcholis Elbach dalam Majalah Azzikra no. 43 tahun 4, Juli 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar