Laman

Rabu, 18 September 2013

Rabu


Saya bosan membuat cerita seperti dua hari kemarin. Jadi saya cerita tentang hari ini saja.

Ada yang aneh hari ini. Rabu memang selalu menyebalkan buat saya. Sudah empat semester ini, setiap hari Rabu, saya mendapat kesusahan dalam kuliah. Selalu saja ada mata kuliah saya yang absennya habis. Akibatnya, saya harus mengulang beberapa mata kuliah.

Dan di hari Rabu ini, saya kembali merasakan betapa malasnya kuliah. Kuliah saya jam satu siang. Saya tidur jam empat pagi, setelah menonton Real Madrid melawan Galatasaray. Lalu saya terbangun jam 11 siang karena alarm saya berbunyi.

Meski saya sadar kampus saya terletak cukup jauh, saya tidur lagi sampai jam setengah 12. Saya lalu cuci muka dan makan roti. Di kamar, hanphone saya berbunyi. Tapi saya abaikan.

Setelah selesai makan roti, saya tengok handphone saya. Ada missed call dari nomer tak bernama. Saya kira, itu nomer telepon kantor kakak saya. Tetapi, ketika saya tanya melalui bbm, ia bilang ia tak coba menelepon saya.

Namun kemudian kakak saya menanyakan kapan pengumuman lomba Kompetisi Esai Mahasiswa Tempo. Saya jawab satu Oktober. Tapi saya ragu.

Melihat nomer yang tadi coba menelepon itu, saya seperti tak asing. Barangkali itu nomer Tempo Institute. Saya bisa menduga seperti itu karena sebelumnya saya pernah dikontak oleh Tempo Institute, setahun lalu, karena saya memenangkan lomba review berita Tempo.

Saya pun langsung membuka kembali website Tempo Institute. Namun website tak kunjung terbuka karena koneksi internet saya terasa alot.

Tiba-tiba, nomer tadi kembali menelepon saya. Saya angkatlah cepat-cepat. Dan ternyata, benar saja, telepon itu dari Tempo Institute yang mengabarkan bahwa salah satu naskah kiriman saya terpilih dalam 30 besar.

Tanah Surga, Katanya...

Seketika terngiang lirik lagu Koes Ploes yang judulnya Kolam Susu ketika dosen Sistem Komunikasi Indonesia (SKI) memaparkan data apa saja yang diimpor oleh Indonesia. Kira-kira begini liriknya:
“Orang bilang tanah kita tanah surga... Tongkat kayu dan batu jadi tanaman...”

Salam Perkenalan


Selamat pagi. Sudahkah Anda memilih untuk jadi apa di pagi ini? Menonton bola? Tidur berselimut di atas kasur? Atau malah membayangkan visual-visual telanjang, lalu mengakhirinya dengan tangan telanjang? Betapa beragamnya pilihan di pagi ini. Semua memilih untuk paginya, yang akan memberikan pengaruh besar terhadap menit-menit berikutnya.

Andai saya bisa memilih, namun tak bisa. Pagi saya tak mau memilih. Padahal saya memilih untuk tidur, namun tak bisa. Yasudahlah, menulis lalu nonton bola rasanya bukan paksaan yang sangat buruk.

Oh iya, di Salam Perkenalan ini saya akan menceritakan tentang diri saya dengan segala bias yang ada. Awalnya, saya hanyalah manusia biasa yang lahir dari dua manusia yang berlainan jenis kelamin. Lalu saya dan teman-teman saya memulai proyek 30 hari menulis ini, lalu saya harus menulis setiap hari selama sebulan, kalau tidak, akan kena sanksi. Dan akhirnya, sampai sekarang saya masih manusia biasa. Apa yang patut diceritakan? Tak ada. Saya hanya sedang ingin menulis apa saja yang ada di kepala.

Oh, wahai pembaca. Jangan kesal, jangan gundah gulana. Saya sedang tak berusaha memberikan kesan yang baik pada Anda sebagai pembaca. Saya hanya ingin menyapa Anda satu per satu, pun rasanya terlambat karena blog ini sudah berjalan hampir setahun. Namun tak ada salahnya untuk kita bersapa-ria dan saling tertawa.

Sudahlah, sebaiknya Anda tinggalkan tulisan ini sekarang. Saya juga akan meninggalkan blog ini untuk menonton bola –sebagai salah satu bentuk pemanfaatan fungsi televisi yang paling berkualitas, apalagi melihat pertama kali Gareth Bale bermain di Liga Champions. Namun sebelum pulang, mari kita bersalaman untuk saling mengenal. Tak kenal maka tak sayang. Salam kenal.