Laman

Jumat, 11 Oktober 2013

Kami Menonton Bola Bersama


Malam itu, orang-orang sedang menonton pertandingan sepakbola antara Indonesia melawan Filipina. Sorak-sorak geregetan terdengar saat ada peluang yang gagal menghasilkan. Suasana meriah di setiap rumah. Jalan raya yang biasa membuat kita tolol, mendadak sepi. Para pengendara edan sedang menikmati imajinasi dalam layar 21 inci.

Saya nonton di rumah teman saya, Kribo, sepulang kondangan dalam sebuah pernikahan yang jauh melewati batas timur Jakarta. Baru sampai, saya langsung dibelikan pangsit oleh ibu teman saya ini. Ibunya memang baik. Bapaknya juga, suka berbicara tentang apa saja. Oh indahnya, menikmati babak pertama dengan pangsit yang datang secara tiba-tiba.

Kebetulan motor saya terlalu jauh dari radar kekuasaan rumahnya. Sedang asyik makan, mau tak mau saya memindahkan motor saya. “Pindahin dulu motornya, nanti ilang kalo ditaro di sana,” perintah bapaknya Kribo.

Saat itulah, saya melihat pedagang pangsit yang sedang menunggu mangkoknya pulang, mengisi waktunya dengan memonton bola dalam layar telepon genggamnya, sendirian. “Sadis,” pikir saya sambil merasa iba.

Saya ceritakan kejadian itu kepada Kribo yang sedang serius menonton bola, makan, dan sesekali melirik laptop saya yang sedang dibereskan. Tak lama berselang, penjual pangsit itu menanyakan mangkuknya yang tak kunjung pulang.

“Wah belom selesai makannya, bang. Udeh lu sini aja dulu, nonton bola bareng-bareng. Gue tau lu suka bola,” ucap Kribo.

“Gapapa nih?” tanya penjual pangsit.

“Yailah, udah sini aja. Gua lama makan gara-gara sambil nonton bola.”

Si pedagang itu duduk, tak perlu gaya yang gaduh, dan kami menonton bola bersama.

“Nonton bola juga? Udah tutup dulu gerobak lu, nonton bola dulu,” canda bapaknya Kribo.

Tampaknya, masih ada sebuah harapan dalam diri seseorang untuk sebuah Indonesia. Atau mungkin, itu hanyalah hiburan untuk membunuh kesepian. Siapa yang tahu. Hasil akhirnya, Indonesia menang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar