Sebuah lanjutan yang tak berkesinambungan.
Akhir pekan lalu, saya bertemu dengan dua mahasiswa yang
menjalankan blog ini untuk pertama kali. Berkumpulnya kami, sebagai mahasiswa
yang bergerak di media on-line, membahas
seputar media kampus. Kebetulan saya diberi tahu oleh anak-anak Pos Bawah,
bahwa terbitan Himpunan Mahasiswa Jurnalistik (Himajur) Institut Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, Eleven terbit kembali. Langsung saja kami
membelinya.
Sebenarnya saya sudah membaca Eleven sekelibat, dan tak
lantas membuat saya tertarik. Namun, rasa haus akan terbitan kampus membuat
kami terpaksa membeli untuk melihat isinya lebih dalam. Kata “kami” di atas
merepresentasikan kerjasama apik antar mahasiswa. Heri Susanto menyumbang Rp 2000,
May Rahmadi Rp 3000, dan saya yang jalan membeli Eleven yang harganya Rp 5000.
Benar-benar kerjasama apik, layaknya tim nasional Indonesia U-19 kala menggilas
Korea Selatan U-19.
Akhirnya terbitan –buletin, majalah, zine, bulanan, atau apalah namanya- dengan jargon “Gunakan Pena,
Menulis dan Bertindak” ini sampai ke tangan kami.
Membuka halaman pertama, membuat saya kaget. Ternyata, Eleven
ini sudah bisa dibilang besar karena di halaman pertama ada iklan sebuah merek prosesor
komputer. Di halaman pertama juga nampak susunan redaksi dan dua gambar yang
tak jelas maksudnya –mungkin karena tak ada caption-nya.
Halaman dua saya baca dengan singkat, karena hanya ada
daftar isi dan salam redaksi yang berisi basa-basi. Dalam editorialnya, kalimat
terpenting yang saya dapati adalah, “dalam rangka hari tata ruang dan hari
hak-hak asasi hewan, eleven ingin membahas seputar permasalahan tataruang
jakarta”. Saya menuliskannya apa adanya, dan memang sengaja tanda titik saya
taruh di luar tanda kutip.
Kertas itu tertiup angin dan membuka halaman selanjutnya,
yang berisi rubrik “Fokus”. Niat untuk membaca mendadak hilang, terbang bersama
angin yang membuka halaman ini. Saya paksakan untuk membaca, namun hati ini
tetap menolak. Ya sudahlah.
Di halaman lima, ada tulisan berjudul ‘Ulang Tahun KATS’. Tentu
saya senang, karena saya adalah bagian dari KATS (Kampus Tercinta Scooter). Dan
kebetulan, yang menulis liputan tersebut adalah teman saya di Pos Bawah, sesama
anak KATS. Tulisannya asyik, mengalir seperti air. Tentu, paragraf ini tak berdiri
sendiri. Ada latar belakang yang tak bisa dipisahkan dalam diri saya. Sehingga...
Saya lanjut membaca –tepatnya melihat- halaman berikutnya. Ada
rubrik ‘Pojok Himajur’ dengan tulisan berjudul ‘Ibukota harusnya sebagai simbol
kemakmuran, bukansimbolpermasalahan.” Saya pikir, pasti ada filosofi tinggi di
balik kata-kata tersambung dan judul yang berakhir dengan tanda titik. Sampai
sekarang saya masih memikirkannya.
Berikutnya, ada rubrik ‘Sosok’ yang mengangkat seorang
mahasiswi manis dari jurusan Desain Interior, Sekolah Tinggi Seni Rupa dan
Desain Indonesia Telkom. Tak ada yang spesial dari mahasiswi tersebut kecuali
rupanya yang ayu, pun hanya dalam cetakan hitam-putih. Dan tentu saja,
keinginannya untuk membuat desain rumah yang sesuai dengan tata ruang di
Jakarta, bisa dibilang spesial. Entah faktor apa lagi yang membuat Riris,
sapaan mahasiswi tersebut, bisa masuk dalam rubrik ‘Sosok’. Keberuntungan,
mungin.
Di halaman sembilan, ada tulisan dengan judul ‘Mengangkat
DNA Nusantara pada Arsitektur Masa Kini’ yang mengisi rubrik ‘Lintas Sahabat’.
Entah apa yang dimaksud dengan DNA dalam judul tulisan itu. Apakah ada yang
bisa menjelaskan?
Sampailah kita di bagian tengah terbitan ini, tepatnya
halaman 11 dan 12. Isinya membahas seputar komunitas dan tempat wisata yang
layak dikunjungi. Dalam rubrik ‘Komunitas’ tak ada masalah, karena yang menulis
adalah teman saya, yang saya jelaskan di atas –tentu jika dilihat dari bingkai
yang saya miliki. Di halaman 12, rubrik ‘Plesir’, saya diajak untuk mengunjungi
Dubai. Semoga saja di masa depan saya benar-benar bisa ke sana, mengingat untuk
mendapatkan terbitan ini pun harus patungan, dan saya menyumbang tenaga.
Setelah membuka halaman 13, saya sadar, ternyata gambar yang
terpasang di halaman pertama bukanlah iklan. Di rubrik ‘Iptek’, saya menemukan
ulasan tentang merek prosesor yang terpampang di halaman awal.
Melihat sepintas, rubrik di halaman berikutnya sangatlah
menarik, ‘Sekilas Sebelas’. Isinya tentang 11 tokoh arsitektur dunia. Sayang,
perasaan menarik hanya lewat sepintas. Tiga halaman terbuang sia-sia dengan
informasi yang dengan mudah dapat saya temukan secara on-line.
Halaman 17 dan 18 berisi testimoni enam mahasiswa terkait
Hari Kesaktian Pancasila. Isinya seragam, menyayangkan fenomena yang terjadi,
di mana hari besar tersebut tak bermakna lagi. Ah, seandainya mereka mencoba
sedikit keluar dari jendela. Jika saya boleh mengisi testimoni, maka isinya
adalah, “Hari Kesaktian Pancasila adalah tanda dimulainya penghakiman absolut kepada
orang-orang yang dianggap komunis.”
Rubrik ‘Skor’ di halaman 19 bisa saya anggap sebagai
penghibur, pun isinya sudah kadaluwarsa untuk edisi Oktober. Judul tulisannya ‘Indonesia
Juara Umum ISG’, jumlah paragrafnya ada lima, dan setiap paragraf berisi satu
sampai dua kalimat. Saya rasa, itu adalah berita lempang. Saya mencoba mengetik
di Google tentang Indonesia yang juara Islamic Solidarity Games. Hasilnya, saya
menemukan 302.000 halaman terkait dalam 0,30 detik. Lantas, apa saya harus
menunggu sebulan untuk membaca berita lempang?
Halaman 20 saya lewatkan. Saya tak begitu tertarik untuk
membaca tulisan tentang Indonesia International Motor Show di rubrik ‘Event’. Saya
beralih ke halaman 21, dengan rubrik ‘Ada Yang Baru’. Ah, ternyata isinya
adalah sinopsis film yang akan keluar. Andai saja resensi, pasti saya baca.
Di bagian belakang, tepat di balik sampul penutup, ada
sebuah ilustrasi yang tak mimiliki kredit. Pasti yang membuat ilustrasi
tersebut berpaham ‘Copyright is Only for
Beginner’. Begitulah. Dan, ada sepotong pengumuman untuk memasang iklan.
Sampul penutup Eleven memasang rubrik ‘Jendela Rana’. Mungkin,
ditempatkan di bagian paling belakang agar tercetak warna. Cukup menghibur. Sayang,
tak ada keterangan tentang foto-foto tersebut. Hanya ada tiga buah foto dan,
lagi-lagi, sepotong pengumuman yang berisi, “Redaksi menerima kiriman artikel
atau tulisan yang tidak mengandung sara dan kekerasan. Redaksi berhak
menyunting naskah tulisan tanpa mengubah maksud. Naskah tulisan diketik 1,5
spasi dan disertai identitas penulis (foto, nama lengkap, NRP, jurusan & fakultas,
angkatan, asal kampus, contact person, email, serta pengalaman organisasi)
pengiriman ke sekretariat Himajur.”
Begitulah tanda sayang saya kepada terbitan kampus. Andai di
blog ini bisa memasang iklan, pasti akan saya iklankan jasa ‘tata letak dan
edit tulisan’. Namun blog ini sepertinya anti-iklan. Tak apalah, asal jangan
anti-kritik.