Laman

Selasa, 13 November 2012

Folk, Penyederhanaan dan Sakit Generik Harlan

Folk kembali hadir ke permukaan musik yang hingar bingar, setelah era Iwan Fals dan Ebit G Ade, banyak musisi baru bermunculan. The Trees and The Wild, The Whispy Hummers, Panda Beach, Endah n Rhesa adalah beberapa nama yang mewarnai ranah musik. Folk yang saya sebutkan tadi adalah jenis yang agak sukar bila didengarkan oleh khalayak awam.

The Panasdalam hadir ke ranah musik untuk lebih menyederhanakan folk. Dengan musik yang ringan dan lirik yang jenaka menjurus kearah absurd. The PanDal (sebutan lain untuk The Panasdalam) seakan memiliki tempat di hati para pendengarnya. Tanyakan saja kepada mahasiswa Universitas Padjajaran, Sumedang, Bandung. Hampir di setiap sudut kampus dan kost-kostan disekitarnya kerap kali memutarkan tembang-tembang The PanDal.

Sir Dandy, seorang vocalist dari band rock ugal-ugalan Teenage Death Star seakan kembali menyambung nafas The PanDal. Ia mencoba peruntungan dengan bersolo karir dan merilis album Lesson #1 via Organic Record. Kesederhanaan yang dibawa Sir Dandy pada lagu-lagunya seakan menjadi sebuah Signature Disc-nya. Lagu-lagu seperti "Jakarta Motor City" , "Anggur Merah" , "Lagu itu" , "Gibson atau Epiphone" , dengan mudahnya mampu dihafalkan oleh pendengar. “Kalo liat Sir Dandy solo sama Di TDS (Teenage Death Star) kaya beda yeh, padahal mah orangnya sama” , tutur Bayu, seorang nihilis dari Srengseng Sawah. Saya juga mengutip beberapa kalimat dari Booklet TDS, Honesty is Best Policy. Mungkin hal inilah yang menjadi dasar berkarya Sir Dandy yang tulus dan apa adanya.

Pasca bubarnya moniker pop C’mon Lennon beberapa tahun lalu, praktis hanya Pugar Restu Julian (Drummer) yang memutuskan membuat band baru bernama The Dying Sirens. Semetara para personil eks C’mon Lennon tak diketahui kabarnya. Harlan Boer (Vocals) memutuskan menjadi manager Efek Rumah Kaca (2006-12) dan membuat sebuah majalah independent yang berbasis di Jakarta.

Beberapa waktu belakangan, terdengar kabar bahwa Harlan Boer merilis sebuah EP (Extendent Play) yang bertitel “Sakit Generik”. Mini album pertama dari Harlan yang bernafaskan Folk minimalis. Sebuah lagu lepasan dari Harlan di luar EP, “Jajan Rock” coba saya dengarkan. Lagu yang bercerita tentang fenomena keranjingan Vynil dari seorang Harlan Boer. Ekspektasi saya sebagai penikmat C’mon Lennon buyar. Harlan seperti memaksakan membuat lagu ini. Hasilnya kurang enak di telinga dan saya sempat berfikir, “apakah Harlan ingin menjadi Sir Dandy berikutnya? “ataukah Harlan ingin meneruskan tongkat estafet dari The PanDal? “inikah Harlan sesungguhnya tanpa ada embel-embel C’mon Lennon, The Upstairs ataupun Room V?. “Sakit Umum” mendayu dan syahdu dengan suara latar seorang wanita. Sekilas lagu ini terdengar seperti "Sudahkah Kau Minum Obat" milik C'mon Lennon. apakah lagu ini termasuk sesi selanjutnya dari "Sudahkah Kau Minum Obat", “Kiri kanan” bisa jadi sesuatu yang spesial. Harlan menuliskan tema yang jarang dan pasti tak terfikirkan sebelumnya, Sepatu. Tema seperti ini bisa jadi bom yang bisa meledak kapan saja, seperti Sir Dandy yang booming dengan lagu yang menceritakan tentang seorang petinju. Komposisi manis Harlan bersama seorang wanita teman kantornya. Vocal sang wanita sangat manis, sehingga saya ingin memutar track ini berulang-ulang.

Apapun itu, Harlan setidaknya telah membuat sesuatu yang bisa dinikmati. Terlepas dari jujur atau tidaknya  rilisan ini. Setidaknya ada hal yang membuat saya sedikit tersenyum, nafas dari C’mon Lennon masih terasa di mini album Harlan yang bernafaskan Folk minimalis.

Mengukur Media di Kampus Tercinta


Catatan berdasarkan sudut pandang tunggal yang bias dan penuh prasangka.

Kampus IISIP Jakarta, yang saya tahu, terkenal dengan sebutan kampus jurnalistik. Lulusannya banyak yang berhasil menjadi wartawan besar. Sebut saja, Andy F Noya, salah satu lulusan IISIP Jakarta yang sudah tak perlu lagi untuk diulas profilnya dalam tulisan ini. Banner yang memajang gambar mukanya di depan Kampus Tercinta cukup untuk menarik minat lulusan SMA yang tak sengaja tidak diterima di perguruan tinggi negeri.

Kampus jurnalistik, seperti bayangan banyak anak muda, pasti akan ada berbagai media di dalamnya. Isu-isu sengit dalam lingkungan sekitar, mungkin, akan dibahas menggunakan berbagai teori populer. Paham ke kiri-kirian, mungkin juga, akan menambah rasa tusukan pedang dari isi pernyataan. Namun setelah ke dalam, entah kenapa, saya merasa hampa, sepi, sedikit sekali media –dalam bentuk konvensional- beraksi. Padahal, dengan bangga, Kampus Tercinta memajang gambar muka Andy, yang notabennya adalah pekerja media, di depan kampus. 

Nanti juga saat lulus dan dapat kerja saya akan diajari caranya membuat tulisan pesanan. Oh, betapa dangkalnya pemikiran saya. Tapi tunggu dulu, saya sudah membaca dan berpikir tentang teori-teori komunikasi populer. Sampai sini, kesimpulan saya adalah, generasi saya adalah generasi pemikir tanpa tindakan.

Saya rasa tulisan ini sudah mulai mengawang jauh ke angkasa, melantur karena memang saya kurang tidur. Mungkin bila saya lanjutkan tulisan ini, akan berakhir dengan caci maki.

Tak perlulah saya mengucap sumpah serapah terhadap keadaan media di Kampus Tercinta yang sepi. Toh, masih banyak hiburan berkualitas dalam kampus, berupa pertunjukan seni dan berbagai seminar formal, yang juga merupakan media untuk menyampaikan kegelisahan. Yang pasti, mahasiswa, seperti saya, adalah masyarakat yang berkesempatan untuk menjadi intelektual yang bertindak secara independen. Pun ada kepentingan, itu hanyalah cara untuk mencari eksistensi yang alami.

Hai


Assalamu Alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh...
...................
.............
.........
.....
...
Assalamu Alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh...
.................
.............
......
Assalamu Alaikum!
...........
......
....
Assalamu Alaikum!!!!!!!!!!!
............
......
....
..
WOY! KOK GAK ADA YANG JAWAB SIH?
............................
ASSALAMU ALAIKUM!!!
.............
........
.....
SALAM ITU HARUS DIJAWAB!
.........
......
...
NIH COBA LO BACA!
 

وَإِذَا حُيِّيْتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيباً

“Apabila kamu dihormati dengan suatu tahiyah (selamat), maka balaslah tahiyah itu dengan lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu." (QS. 4:86)