Laman

Senin, 12 November 2012

Memaknai Hari Senin


Menonton pertunjukan musik kolektif pop White Shoes And The Couples Company, Menjadi saksi bisu kekalahan As Roma atas SS Lazio dalam Derby Della Capitalle. Mengadiri seminar serta pembagian penghargaan untuk para pewarta dari salah satu koran ternama di Indonesia adalah beberapa kejadian yang terjadi kemarin dan banyak lagi. Tak mungkin saya ceritakan dengan seksama.

Setelah beberapa agenda telah kita lakukan kemarin. Rasa penat dan lelah menyelimuti raga. Tidur adalah pilihan yang cukup bijaksana. Bermimpi adalah kehidupan kedua yang sebenarnya dan terbangun di hari Senin yang memuakan adalah kenyataan yang harus diterima.

Hari awal bekerja adalah hal yang menjemukan dan ingin dihindari. Memakai  t-shirt bertuliskan Lope Monday adalah pencitraan super menjijikan dari seorang laki-laki tomboy bernama Olga Syahputra. Sandiwara menjemukan terjadi pada trending topic di twitter pagi ini dengan Hello Monday sebagai hal terpopuler.

Seandainya pagi ini saya tak terbangun.

Three Little Pigs, Messing Their Own Life: Sebuah Dunia yang Tak Baik-Baik Saja



"Don't worry about a thing, cause every little thing gonna be all right." - Bob Marley, dalam lagunya Three Little Birds.

Albert Camus pernah mengatakan bahwa dunia ini ditakdirkan sebagai sesuatu yang absurd. Oleh karena itu, semua pencarian atas kebenaran akan berakhir pada kegagalan dan kesia-siaan. Di dunia yang serba tak jelas seperti itu, keberadaan manusia pun menjadi pertanyaan.

Sementara itu, di zaman ini, teknologi yang semakin canggih malah menimbulkan kegelisahan: apakah hal itu adalah sebuah kemajuan, atau kemunduran? Banyak orang sudah menduga bahwa pada waktunya, semua peran manusia akan dapat digantikan oleh mesin. Teknologi akan melampaui segalanya, bahkan melampaui interaksi manusia. Hidup pun semakin tak jelas. Albert Einstein pernah menghawatirkan hal ini, "I fear the day that technology will surpass our human interaction. The world will have a generation of idiots."

Harri Muthahari (selanjutnya akan saya sebut “Harbiw”), seorang mahasiswa FISIP UNPAD, melukisan hal tersebut dalam karyanya berjudul Three Little Pigs, Messing Their Own Life, sebuah lukisan dengan bentuk, objek, dan warna yang eksperimental. Ia mengaku, judul Three Little Pigs, Messing Their Own Life diambil dari judul lagu Bob Marley, Three Little Birds. Judul lagu itu kemudian ia plesetkan dan tambahkan sesuai konteks yang hendak ia hadirkan.

Dalam lukisannya, Harbiw menghadirkan tiga Babi yang berada dalam sebuah meja sebagai fokus yang menggiring mata. Di atas meja itu ada daftar menu dan secangkir kopi. Meja itu seperti meja restoran. Tapi di meja restoran itu, ketiga Babi tersebut tak saling bicara. Mereka nampak hanya saling menggenggam handphone, dengan ekspresi wajah yang berbeda-beda. Harbiw ingin menghadirkan suasana keterasingan dalam sebuah “dunia” yang di dalamnya teknologi ikut berperan.

Di belakang ketiga Babi itu, sesosok Monster berwarna biru dengan sebelah matanya yang mengedip, seperti meledek. Diam-diam Monster itu mengamati tiga Babi yang tak menyadari. Di sini, Harbiw menghadirkan tanda yang penuh makna simbolis. Siapakah sebenarnya Babi-babi itu? Siapakah sebenarnya Monster itu? Ada "rahasia" di sana.

Lebih dari itu, Harbiw sekonyong-konyong juga menghadirkan jam dinding, gitar, dan satu monster kecil yang berpose seperti ingin menyergap. Sebuah dunia yang tak jelas, yang terasing, sebuah dunia yang menghawatirkan.

Jika Bob Marley menyadari hal yang sama, ia harusnya juga ikut khawatir, sebab every little thing isn’t gonna be alright!

Hujan di Derby Della Capitale yang Panas


Ilustrasi: merdeka.com

Derby Della Capitale adalah pertandingan antara dua klub ibukota Italia, SS Lazio dan AS Roma. Minggu, 11 November 2012, Lazio berlaku sebagai tuan rumah di stadion Olimpico, menjamu rival abadinya Roma.  Pertandingan derby dibuka dengan kepulan asap dari tribun penonton stadion Olimpico dan juga hujan yang terus mengguyur lapangan. Babak pertama berjalan baru memasuki menit ke-9, Roma membuka keunggulan dengan sundulan Erik Lamela, yang berawal dari sebuah tendangan sudut.

Pertandingan terus berjalan keras, dan Lazio mendapatkan tendangan bebas. Antonio Candreva dengan tendangannya yang keras, mampu menyamakan kedudukan menjadi 1-1. Lazio berbalik unggul ketika Klose dapat memanfaatkan umpan datar dar Hernanes menjadi sebuah gol.

Hujan yang semakin deras mengguyur lapangan sempat menyulitkan para pemain untuk mengontrol bola. Namun derasnya hujan tak mampu meredakan tensi di lapangan. Puncaknya adalah ketika De Rossi dihadiahi kartu merah oleh wasit setelah mendorong muka Stefano Mauri di penghujung babak pertama.

Memasuki babak kedua, Lazio bermain cepat. Mauri berhasih menambah keunggulan Lazio, setelah memanfaatkan bluder dari pemain belakang Roma, menjadi 3-1. Lazio terus mendominasi jalannya babak kedua sebelum akhirnya, Mauri mendapat kartu kuning kedua akibat tangannya menyentuh bola. Bersamaan dengan itu, Pjanic, yang baru masuk menggantikan Totti, menjadi eksekutor tendangan bebas, mampu memperkecil ketinggalan dengan tendangan kerasnya yang tepat menuju jala gawang. Namun sayang, Roma tidak mampu memanfaatkan waktu sisa pertandingan, sehingga Lazio untuk sementara menjadi raja di kota Roma. Hujan yang deras sekaligus menutupi tangisan air mata Roma.

Foto: istimewa

Derby Della Capitale adalah pertandingan dua klub sekota paling panas di dunia sepak bola. Masing-masing pendukung adalah tifosi yang fanatik. Laziale (sebutan untuk tifosi Lazio) dan Romanisti memang tak pernah bisa berdamai. Di dalam stadion Olimpico, mereka memiliki wilayah masing-masing, Laziale di tribun sebelah utara (curva nord), sementara Romaninti menduduki bagian selatan tribun (curva sud). Tifosi kedua tim saling berseberangan tak hanya di dalam stadion, tapi juga di luar stadion. Terakhir pada tahun 2007, korban nyawa hilang dari seorang Laziale saat menyaksikkan Derby Dela Capitale.

Tak heran bila para pemain mati-matian dalam pertandingan demi gengsi dan kemenangan. Hujan deras yang sempat menghambat jalannya bola karena genangan air, bahkan hujan kartu pun tak mampu untuk menurunkan tensi laga Derby Della Capitale. Kedua tim sama-sama ingin kemenangan, yang bukan hanya untuk merebut poin, tapi juga nama besar tim. Namun untuk saat ini, Lazio yang menjadi raja di Roma.