Laman

Minggu, 11 November 2012

Nyamuk




Katanya, Tuhan menciptakan segalanya dengan menyertakan kegunaannya masing-masing. Maka semuanya saling terkait seperti rantai makanan.

Nyamuk mungkin berguna bagi Cicak. Tapi, setiap kali saya begadang, Nyamuk selalu terasa menjengkelkan dan kerap membuat saya berpikir bahwa ia sama sekali tak berguna. Rasanya ingin sekali membunuh semua Nyamuk, dan melihat darahnya di telapak tangan saya. Rasanya ingin sekali melihat darah-darah Nyamuk membercak merah dan tebal di lantai. Ah! Mungkin saya brengsek, namanya juga manusia.

Saking brengseknya, manusia dengan akalnya menciptakan metode pemusnahan para Nyamuk. Manusia membuat obat Nyamuk, krim anti-Nyamuk, dan raket Nyamuk. Bukan hanya itu, manusia juga membuat metode genosida yang lebih besar dan tak berkepribinatangan: vogging (pengasapan).

Tapi Nyamuk tak akan pernah benar-benar habis. Itu bukan karena Tuhan sengaja menakdirkan hidupnya agar tak benar-benar habis, seperti Hitler yang katanya sengaja tak membunuh semua orang Yahudi, agar yang bukan Yahudi mengerti betapa brengseknya Yahudi. Tapi itu karena manusia memang tak akan pernah menang melawan alam.

Sudah begitu, masih saja tak tahu diri: manusia tetap mengulangi kebrengsekannya lagi, tetap berusaha meniadakan yang sudah ada.

Manusia memang brengsek, iya, saya tahu. Apalagi Tuhan, tentu sudah tahu soal itu jauh lebih dulu. Oleh karenanya, Ia barangkali sengaja menciptakan Nyamuk yang menggigit kulit dan menghisap darah manusia, supaya manusia sering memukul dirinya sendiri, supaya manusia sadar bahwa dirinya brengsek. Plok!

Lebam Telak di Otak Sungsang




Kalo lu bisa nge-review albumnya, gue kasih ceban deh,” begitulah Mawar (nama disamarkan), yang sedikit lebih besar bentuk dan isinya, berkata kepada saya malam itu. Setalah dua botol minuman produk kapitalis habis, rasa kantuk mulai datang, membawa mimpi. Lalu, setelah matahari kembali, langsung saya unduh album Sapuan Feses Waria Meledak yang dimaksud Mawar di situs netlabel terkemuka.

Sungsang Lebam Telak, begitulah nama band pesanan Mawar yang minta diulas. Track ‘Kejatuhan Rona Jiwa Yang Meronta-Ronta Dalam Estetika Psikedelis’ saya dengarkan, teriakan terdengar, improv-improv super jazz –klaim dari mereka mengenai genre musik mereka- menghancurkan daras-dasar pemikiran tentang musik yang sudah ada. Tiba-tiba, saya tak tahu harus menulis apa. “Ini band mau ngapain sih?” Album yang berisi sembilan lagu, lebih asyik dibaca judul lagunya daripada harus mendengarkan lagunya.

1  –Tertangkapnya Kecepatan Wal Afiat yang Mampu Diramalkan Setiap Kancah
2  –Pengharapan Semu Dapat Dirasakan Asap-Asap Alumnus Terjerembab Lompat
3  –Kapan Lagi Membakar Aroma Bolpoin di Balik Karpet Musim Panas Terus
4  –Sebesar Usaha Kami Mencuci Kaus Ternoda Bersama Gemericik Gledek Cemerlang
5  –Kejatuhan Rona Jiwa yang Meronta-Ronta dalam Estetika Psikedelis
6  –Endapan Kesalahpahaman Bobroknya Birokrasi Tato Rusak
7  –Menyongsong Area Lampu Merah saat Anus Kembali Menyempit per Dua Detik dalam Penasaran Mabrur
8  –Usurlah Partikel Cakupan Melejitnya Adidaya Kerupuk dan Asam Garam Politik
9  –Semburan Diare Langsung ke Lidah yang Telah Terpatahkan oleh Teori Usang Tata-Titi Bersepeda

Track demi track saya putar terus menerus, tetap saja tak ada yang bisa saya tangkap maknanya. Apakah ini yang namanya komunikasi tanpa makna, yang menghancurkan makna palsu dalam komunikasi? Akhirnya dengan berat hati dan kondisi kepala pusing, saya putuskan untuk mendengarkan Weezer –berbubung Weezer sebentar lagi akan konser di Jakarta, pun tak mungkin nonton pula, yang penting kepenatan akibat sembilan track Sungsang Lebam Telak hilang.

Mungkin sesuai dengan namanya, Sungsang Lebam Telak ingin menghancurkan pandangan tentang nilai-nilai moral yang sudah ada. Mendekonstruksi nilai-nilai yang telah tersusun rapih dengan super jazz yang dibawakannya. Satu saran saya, janganlah Anda dengarkan lagu-lagu di atas, cukup baca saja judul lagunya. Anda hanya akan menghabiskan waktu, quota internet, pikiran, bahkan sampai persaan saat Anda memutuskan untuk mendengarkan album Sapuan Feses Waria Meledak. Saya pun menuliskan review ini hanya untuk mendapatkan uang cebanan, yang entah akan dibayarkan atau dianggap sebagai pemotongan hutang yang kian tak tertahan.

Infotaiment, Stigma, dan Masyarakat

Menurut Yang Mulia Wikipedia, Infotaiment adalah salah satu jenis penggelembungan bahasa yang kemudian menjadi istilah popular untuk berita ringan yang menghibur atau informasi hiburan. Infotaiment di Indonesia identik dengan menyajikan berita pesohor dan memiliki penyampaian yang berciri khas. Terkadang Infotaiment bisa menjadi sesuatu yang mengganggu privasi seseorang. Atau apa yang dibicarakan Infotaiment merupakan sesuatu yang tidak begitu penting namun dikemas menjadi seakan-akan penting dan mampu menghasilkan opini publik.

Orang-orang Indonesia biasa melakukan penggunjingan terhadap orang lain. Menempelkan stigma seenaknya kepada orang lain seperti para seniman mural yang semena-mena mengotori dinding-dinding kosong di jalanan. Atau memperdebatkan hal yang sesungguhnya bukan termasuk ranah publik menjadi sebuah konsumsi publik yang nikmat untuk disantap.

Seperti kasus berikut: A, “Cuy, lo pacaran sama si W? B, “Kenapa emang?” A, “Gapapa, gue cuma nanya  doang”. Infotaiment berhasil melakukan tugasnya dengan baik, meracuni orang orang dengan segala bentuk ocehan omong kosong yang tentunya tidak merubah apa-apa selain rasa ingin tahu berlebih tentang hal yang sebetulnya bukan untuk diketahui.

Beberapa waktu yang lalu, ketika saya menggati-ganti saluran televisi. Ada sebuah acara yang mengulas tentang kehidupan selebriti Indonesia. Yang saya lihat adalah Pasha Ungu membuatkan susu hangat untuk istri tercintanya yang saat itu tengah hamil. Apakah hal ini patut diberitakan? Apakah ada hal positif dari acara tadi? Apakah hal tersebut mengedukasi khalayak luas?.

Dan betapa nikmatnya menjadi bahan pembicaraan dikalangan masyarakat. Terimakasih Infotaiment.