Katanya, Tuhan menciptakan segalanya dengan menyertakan
kegunaannya masing-masing. Maka semuanya saling terkait seperti rantai makanan.
Nyamuk mungkin berguna bagi Cicak. Tapi, setiap kali saya
begadang, Nyamuk selalu terasa menjengkelkan dan kerap membuat saya berpikir
bahwa ia sama sekali tak berguna. Rasanya ingin sekali membunuh semua Nyamuk,
dan melihat darahnya di telapak tangan saya. Rasanya ingin sekali melihat darah-darah Nyamuk membercak merah dan tebal di lantai. Ah! Mungkin saya brengsek, namanya
juga manusia.
Saking brengseknya, manusia dengan akalnya menciptakan
metode pemusnahan para Nyamuk. Manusia membuat obat Nyamuk, krim anti-Nyamuk, dan
raket Nyamuk. Bukan hanya itu, manusia juga membuat metode genosida yang lebih
besar dan tak berkepribinatangan: vogging
(pengasapan).
Tapi Nyamuk tak akan pernah benar-benar habis. Itu bukan
karena Tuhan sengaja menakdirkan hidupnya agar tak benar-benar habis, seperti Hitler
yang katanya sengaja tak membunuh semua orang Yahudi, agar yang bukan Yahudi
mengerti betapa brengseknya Yahudi. Tapi itu karena manusia memang tak akan pernah
menang melawan alam.
Sudah begitu, masih saja tak tahu diri: manusia tetap
mengulangi kebrengsekannya lagi, tetap berusaha meniadakan yang sudah ada.
Manusia memang brengsek, iya, saya tahu. Apalagi Tuhan,
tentu sudah tahu soal itu jauh lebih dulu. Oleh karenanya, Ia barangkali sengaja
menciptakan Nyamuk yang menggigit kulit dan menghisap darah manusia, supaya manusia sering memukul dirinya sendiri, supaya manusia sadar bahwa dirinya brengsek. Plok!