Laman

Jumat, 02 November 2012

Pak Polisi di Tengah Jalan



Riko (ternyata nama ini cukup asyik untuk dijadikan karakter apa saja) baru selesai kuliah sore itu. Langit mendung, angin kencang datang, perlahan butiran air turun dari awan. Riko cepat membeli segelas kopi untuk menemani rokoknya yang masih tersisa beberapa batang.

Ia termenung melihat hujan yang tak konsisten. Sebentar deras, sebentar mengecil, mungkin karena terbawa angin. Ia menyulut rokoknya dan mulai mehirup aroma kopi yang bercampur wangi senja yang tersiram hujan. Perlahan ia meminum kopinya dan pikirannya menjadi tenang.

Hujan sudah mulai mereda, suara azan berkumandang dari musholah sebelah. Temannya yang baru datang, mengajak untuk pergi ke suatu tempat untuk menghadiri sebuah pertemuan. Selepas azan dan menghabiskan kopinya, Riko, yang belum sempat solat magrib, mengambil motornya dan pergi ke tempat pertemuan itu bersama temannya.

Ia beboncengan dengan temannya melewati jalanan Jakarta selepas hujan, yang agak lengang namun ketika bertemu pecahan jalan selalu membuat kemacetan. Terlihat banyak polisi mengatur lalu lintas di antara jalur dan lajur jalanan. Jalanan di Jakarta memang kadang sangat membosankan ketika hujan belum lama berhenti.
Riko mengemudikan motornya dengan perlahan. Di sebuah putaran balik di daerah Pasar Minggu, ia melihat seorang polisi di tengah lajur jalan, tepat di depannya, sedang mengatur lalu lintas. Riko, yang entah sadar atau tidak, berhenti di samping polisi yang sedang mengurusi kendaraan yang berputar arah. Sang polisi terlihat kesal dan langsung mematikan kontak motor Riko. “Sabar dong, mas. Jangan asal main serobot aja!” setelah mematikan mesin motor Riko, “mundur ke belakang!” Riko, yang lupa membawa STNK, langung deg-degan sambil menahan ketawa mengingat kebodohannya yang telihat konyol. Ia tidak hanya shock, namun juga bingung karena tidak ditilang oleh polisi tersebut. Sementara temannya yang diboncengi malah sibuk sedang menelpon, seakan tak peduli dengan apa yang terjadi.

Ketika teman Riko selesai menelpon, ia langsung menanyakan apa yang terjadi tadi. Riko langsung menjelaskannya dan mereka berdua tertawa perihal kebodohan dan keberuntungan Riko, karena tidak ditilang oleh polisi yang baik itu.

Sampai tempat tujuan, Riko masih memikirkan menapa ia tidak ditilang. Padahal reputasi polisi lalu lintas Jakarta-Depok terkenal dengan mata duitan. Ternyata ia baru sadar bahwa di body depan motornya ada sticker Mabes TNI. “Masa polisinya ngeliat sticker TNI doang langsung diem? Ah, mungkin saja polisi tadi memang polisi lalu lintas yang baik,” pikirnya, sambil membuang jauh-jauh kesadaran akan adanya sticker Mabes TNI.

3 komentar:

  1. "Sementara temannya yang diboncengi malah sibuk sedang menelpon, seakan tak peduli dengan apa yang terjadi." <--- kalimat paling esensial di tulisan ini! HAHAHAHHAHAHA....

    BalasHapus
  2. LO BOLEH KOMEN ASAL JANGAN PAKE NAMA ANTI-VESPA!!!! BANGSAT!!!!

    BalasHapus