Ilustrasi: blogspot.com
Menulis, yang katanya telah
menjadi fashion, ternyata adalah
pekerjaan yang sangat mudah untuk dilakukan. Apa yang sedang Anda pikirkan? Tuliskan
saja pada selembar kertas –atau di-update
di jejaring sosial- lalu Anda akan mendapatkan apresiasi. Apalagi bila dibumbui
dengan kata-kata ngawur ditambah motivasi-motivasi dari hasil kontemplasi
instan, tentu ratusan “like” akan
hinggap di tulisan Anda.
Dengan banyaknya update
status di jejaring sosial, bisa dipastikan bahwa minat menulis masyarakat
sangatlah besar. “Menulis sudah menjadi fashion!”
begitu kalau meminjam perkataan teman saya. Semua orang suka menulis, layaknya
berbicara. Semua bersuara. Semua orang ingin mendapat apresiasi.
Namun, berapa orang yang mau membaca sebuah tulisan? Berapa orang
yang lebih senang mendengarkan daripada berbicara? Keadaan ini menjadi tidak
seimbang ketika tulisan-tulisan semakin banyak, namun minat membaca justru
semakin berkurang. Keinginan menulis agar dapat diapresiasi secara prematur
membuat mental masyarakat menjadi lemah. Mereka cenderung akan puas ketika
telah mendapatkan apresiasi dan tak lagi mencari referensi untuk bahan tulisannya.
Semua orang dengan cepat menjadi “penulis” tanpa mau membaca tulisan orang
lain. Bukankan begitu egois?
Keegoisan yang berlebihan akan melahirkan persepsi bahwa
tulisan kita adalah sebuaah kebenaran, yang tak bisa untuk dikritisi. Tapi
ingat, tulisan tanpa referensi bacaan yang kuat akan menjadi kering dan sangat
mudah untuk dipatahkan –seperti apapun Anda mempertahankan tulisan Anda, namun
selalu ada antitesis dari sebuah tesis. Jika membaca hanya bersumber pada
status-status jejaring sosial, dengan sangat menyesal saya katakan, betapa
miskinnya referensi bahan bacaan kita. Dan tentu saja, tulisan seperti itu
hanya akan menjadi fashion tanpa ada pesan yang ingin disampaikan kepada
pembacanya. Fashion menulis seperti
itu hanya akan menjadi fashion kering
tanpa makna –yang biasa dijumpai di layar televisi. Bila menurut Anda menulis
hanyalah sekedar fashion, maka tak
ada yang salah dari tulisan Anda yang tersebar di jejaring sosial.
Kegiatan menulis hanya untuk mendapatkan apresiasi memang
sangat mudah untuk dilakukan. Kegiatan menulis menjadi sulit ketika dalam
tulisan itu dituntut untuk memiliki makna dan pesan yang jelas serta memberi
efek pada kehidupan sosial –paling tidak kepada orang yang membacaya.
Tulisan ini ditanggapi Oleh Heri Susanto.
Tulisan ini ditanggapi Oleh Heri Susanto.
memprihatinkan ya ..
BalasHapus