Bagai dua sisi mata uang
Satu sisi menyenangkan
Di sisi lain, menyengsarakan
Korupsi
Mati satu, tumbuh seribu
Ditangkap satu, malah menyerbu
Laman
▼
Minggu, 29 September 2013
Marah
Pada langit yang tak berujung, jatuh deras mimpi-mimpi yang kita junjung. Mimpi-mimpi yang membuat tubuh ini hidup, sekaligus mati, terjebak dalam bermacam fantasi. Inikah masa depan? Masa depan yang kita bayangkan dan kelak kita perjuangkan?
Bilamana kita sibuk dan terlupa untuk sekadar mabuk dan bercinta, mereka bilang inilah takdir. Pembangkangan adalah hal bodoh yang tersusun rapi di aturan-aturan kebudayaan. Tetapi selalu saja diri kita ingin berak dan pipis di celana, tanpa perlu berjalan menuju kamar mandi.
Lalu bagaimana kita menjalani hidup semestinya berarti menghayati hidup yang jauh di luar diri kita. Kemudian seseorang menyangkalnya. Seorang lagi ikut serta. Terus begitu, seorang demi seorang, sampai kita terbentuk untuk percaya pada jumlah. Dan keikut sertaan adalah partisipasi menjalankan apa yang disebut kebenaran.
Kemarahan yang terpendam tak pernah terungkapkan. Tapi ia menguntit kita, diam-diam mengikuti kita, seperti bayangan tubuh kita. Maka temukan dan raihlah.
Bilamana kita sibuk dan terlupa untuk sekadar mabuk dan bercinta, mereka bilang inilah takdir. Pembangkangan adalah hal bodoh yang tersusun rapi di aturan-aturan kebudayaan. Tetapi selalu saja diri kita ingin berak dan pipis di celana, tanpa perlu berjalan menuju kamar mandi.
Lalu bagaimana kita menjalani hidup semestinya berarti menghayati hidup yang jauh di luar diri kita. Kemudian seseorang menyangkalnya. Seorang lagi ikut serta. Terus begitu, seorang demi seorang, sampai kita terbentuk untuk percaya pada jumlah. Dan keikut sertaan adalah partisipasi menjalankan apa yang disebut kebenaran.
Kemarahan yang terpendam tak pernah terungkapkan. Tapi ia menguntit kita, diam-diam mengikuti kita, seperti bayangan tubuh kita. Maka temukan dan raihlah.
Monyet yang Lebih Pintar dari Manusia
Monyet yang menginspirasi penulis
Di sebuah hutan yang sangat jauh dari pusat
keramaian, bahkan tak terjamah oleh tangan manusia, ada sekelompok monyet yang
sedang berbincang tentang manusia. Mereka sedang membicarakan kemampuan manusia
yang konon katanya sangat hebat dan melebihi kecerdasan dari kawanan monyet
yang hidup di hutan belantara. Salah satu pemimpin mereka terlhat kurang setuju
bila kawanan mereka yang teramat cerdas dibandingkan dengan level kecerdasan
manusia yang tak seberapa.
“Manusia lebih cerdas dari kita? Mereka hanya
memakai insting untuk hidup, tak seperti kita yang senantiasa menggunakan akal
untuk bertindak!” seperti Iblis yang tidak mau menyembah Adam, ujar pemimpin
monyet itu.
Monyet-monyet yang lain pun hanya bertatap
mata, saling memandang satu sama lain seakan tidak mengerti akan perbincangan
yang sedang mereka bicarakan. Mereka belum pernah melihat manusia secara
langsung, hanya dari kabar burung mereka mengetahui sosok manusia. Begitu sebaliknya,
kabar tentang monyet yang lebih hebat dari manusia hanya ada dalam kata.
Ternyata, ada
monyet yang lebih hebat dari manusia.