Laman
▼
Sabtu, 28 September 2013
Menafsirkan September
Mungkin hari ini, 49 tahun silam, DN. Aidit sedang menyusun
strategi menjahtuhkan Sukarno. Atau mungkin, Soeharto yang sedang merumuskan
tentang pembantaian jenderal-jenderal ABRI yang diprediksi bakal pengganti Sukarno.
Entah. Semua hanya sebatas tafsir.
Tafsir, dalam kamus besar bahasa Indonesia dalam jaringan,
diartikan sebagai keterangan atau penjelasan tentang ayat-ayat Alquran agar
maksudnya lebih mudah dipahami. Dan, menafsirkan memiliki dua makna. Pertama; menerangkan
maksud ayat-ayat Alquran atau kitab suci lain. Dan kedua; menangkap maksud
perkataan (kalimat dsb) tidak menurut apa adanya saja, melainkan diterapkan
juga apa yang tersirat (dengan mengutarakan pendapatnya sendiri).
Sudahlah. Perbendaharaan bahasa kita memang sedikit
menjenggkelkan. Mari kembali ke September.
Kemungkinan-kemungkinan yang muncul adalah buah dari
tafsir-tafsir yang pernah beredar, atau sebaliknya, tafsir-tafsir sembarangan
menghasilkan berbagai kemungkinan. Di sini, manusia dapat menafsirkan secara
bebas tentang kejadian di bulan September 1965, di mana saat itu tafsir dari
seorang manusia bisa berujung ke tempat yang entah dimana.
Partai Komunis Indonesia, yang memiliki pengikut terbesar
setelah Uni Soviet dan China, disinyalir akan melakukan kudeta terhadap
pemerintahan Indonesia. Pihak militer tentu tak bisa diam setelah isu-isu
tersebut beredar. Pasalnya, mereka telah menunggu jatah giliran untuk dapat
meraih kekuasaan.
Di masa itu, perebutan kursi kekuasaan tak semudah saat ini.
Teman saya pernah bilang, Sukarno menjadi presiden setelah mengorbankan ribuan
nyawa dalam kerja paksa Romusha. Dan untuk menggantikan kekuasannya, secara
nalar berpikir yang benar, tentu dibutuhkan tumbal lebih banyak dari yang
pernah dilakukan Sukarno. Siapa yang bisa memberi tumbal, dia yang akan
menggantikan. Mungkin pepatah itulah yang membuat para pengincar kursi presiden
menyusun rencana dengan sangat apik.
Namun, saat ini kita sudah tahu siapa pemenangnya. Maharnya
masih simpang siur. Namun menurut penafsiran saya, antara 500.000 sampai 2 juta
nyawa diserahkan entah ke siapa, untuk menduduki kursi nahkoda di kapal tua
ini.
Hentikanlah tafsir ini. Lagi pula, tafsir hanya diakui dari
seorang yang punya kuasa.