Laman

Rabu, 14 November 2012

Harga yang sepadan untuk CD C'mon Lennon


Dua tahun yang lalu, saya pergi kesebuah toko musik independent dibilangan Jakarta Selatan. Bisa dikatakan saya sering berkunjung kemari sekedar membeli rilisan fisik, t-shirt dan berbagai pernak-pernik lain dari berbagai musisi independen. Saat saya sedang memilih milih CD di rak yang tersusun rapih, seorang penjaga kasir kemudian menghampiri, ”Coba deh lu beli ini (Album C’mon Lennon, Ketika Lalala) keren nih, lu pasti bakal suka”, cerocosnya. Waktu itu saya sekedar tahu C’mon Lennon melalui lagu ‘Aku Cinta J.A.K.A.R.T.A’, sebuah lagu yang memceritakan kecintaan C’mon Lennon akan kesebelasan sepak bola, Persija Jakarta. Timbulnya rasa penasaran dan keingintahuan yang besar, saya kemudian membeli album tersebut dan membayar di kasir. Lima puluh ribu adalah harga yang saya bayar untuk album itu. Sebuah harga yang fantastis untuk ukuran rilisan album musisi independent tanpa ada embel-embel keemasan eksklusif, dan tentunya harga yang mahal untuk ukuran kantong pelajar seperti saya, sudahlah lupakan.

Kemudian saya keluar toko dan duduk sambil menghisap sebatang rokok, sambil menghisap rokok tersebut, saya membuka keemasan CD tersebut. Terlihat cover yang menggambarkan sebuah kepolosan disana. Bagian lirik lagu dituliskan layaknya tulisan anak anak disertai berbagai gambar-gambar mini dan foto para personil semasa kecil. Saya membaca bait demi bait lirik yang ada. Kesan pertama yang muncul adalah bagaimana notasi musiknya dibuat? Mengingat liriknya terkesan tidak biasa. Penjaga kasir tadi keluar dan menyulutkan sebatang rokok ke mulutnya dan berbicara kepada saya, “ga bakal nyesel lu beli ni album, soalnya bandnya udah bubar. Ini juga barangnya tinggal dikit disini. Ditempat laen udah kaga ada” sebuah omongan yang tak bisa di amini sepenuhnya. Mengingat toko ini milik beberapa personil band independent ibukota, Ballads Of The Cliché, dan biasa mengadakan pertunjukan music musisi independent dan tentunya mereka memiliki kedekatan historis dengan para personil C’mon Lennon. Bisa saja ini adalah trik dagang mereka agar sesegera mungkin menghabiskan katalog-katalog rilisan yang sudah lama. Dan kamipun berbincang-bincang mengenai musik dan sepakbola.

Sesampainya dirumah, saya langsung memutar CD tersebut di CD player saya. Track pertama ‘Sudahkah kau minum obat’ mengalun dengan sedang. Lagu ini menceritakan tentang seseorang yang sakit dan kawannya menanyakan apakah obatnya sudah di minum. Sebuah tema yang cukup langka untuk diangkat menjadi sebuah lagu. Notasi yang cukup bisa dinikmati sekali dengar. ‘Kelinci Jantan’ adalah sebuah analogi untuk para Playboy sebagai sosok kelinci dan wortel sebagai sosok perempuan. Mereka mencoba menghaluskan perbendaharaan kata untuk menghaluskan makna yang terkandung. Atau bisa juga untuk membuat tema yang benar-benar polos. ‘Deketektif flamboyan’ tema yang cukup jarang pula untuk dituliskan. Dektektif. Bassline yang cukup unik dan menawan serta ketukan drum yang liar tersaja di track ini.’Kikuk’ lebih bercerita tentang kehidupan masyarakat kelas menengah yang berkunjung ke rumah kawan, melewati hamparan tanah lapang dan sekumpulan anak-anak yang bermain layangan di sore hari. ‘Ambulan’ yang di daulat sebagai lagu penutup mengalun absurd, gelap dan suram. Di balik semua keaneka ragaman warna yang di tawarkan C’mon Lennon. Sampai hari inipun, beberapa lagu mereka masih terselip di MP3 saya. Sebuah pilihan yang tepat untuk para penikmat musik