Laman

Minggu, 28 Oktober 2012

Nasionalisme, untuk Negara ini adalah Pertanyaan


Hari ini, hampir semua orang di Indonesia melakukan cara memperingati sumpah pemuda dengan mengisi kemerdekaan. Sebuah langkah yang meluncurkan dua pertanyaan dari saya pribadi, apakah benar nasionalisme di Negara ini hanya berlangsung pada 17 Agustus serta 28 Oktober? Dan saat kebudayaan Indonesia di klaim oleh Malaysia. Yang saya liat sepertinya demikian.

Dalam pelajaran SD yang bernama PPKN (Pendidikan, Pancasila dan kewarganegaraan), kita sering mendengar bagaimana mengisi kemerdekaan. Seperti menyambung cita cita bangsa, belajar dengan tekun untuk meraih cita-cita, berpartisipasi dalam membela negara dan masih banyak lagi. Kenyataan yang ada justru hampir tak semua poin-poin di atas bisa dipenuhi oleh banyak orang  (termasuk saya peribadi). Semua orang telah sibuk dengan urusan mereka masing-masing.

Siang tadi di twitter, “Selamat Hari Sumpah Pemuda” menjadi trending topic.Hal ini menunjukan kesemuan nasionalisme orang-orang Indonesia yang hanya bisa mengisi nasionalisme dengan bicara atau menjadikan hal itu sebagai Tren Populer, atau yang paling menyedihkan jika mereka berusaha untuk mewujudkan “Selamat Hari Sumpah Pemuda” sebagai Trending Topic nomor satu di Twitter, untuk membuktikan kepada dunia virtual kalau hari ini adalah hari bersejarah bagi bangsa Indonesia? Lantas jika dunia sudah tahu, mengutip pertkataan teman saya yang popular “ terus kenape?”.

Atau beberapa waktu yang lalu, ketika semua orang mendadak menjadi sosok-sosok Nasionalis saat kebudayaan Indonesia diklaim oleh Malaysia. Semua orang mendadak menjadi marah dan anti terhadap Malaysia, celotehan tentang “Ganyang Malaysia”, membakar bendera Malaysia, sampai membuat akun page di Facebook yang berjudul “Anti Malaysia”. Apa yang mereka hasilkan dari aksi-aksi tersebut? Omong kosong dan sinisme yang berlebih muncul ke permukaan. Sebetulnya ada solusi yang cukup baik bila kita benar-benar benci dan anti terhadap Malaysia. Kenapa mereka tidak mendatangi Kedutaan Besar Malaysia dan membakarnya? Itu adalah saran yang kongkrit dari saya daripada terus berteriak-teriak anti Malaysia.
Ini adalah sebuah pandangan saya, semua orang pasti akan berbeda pendapat dengan saya. Dan saya akan menerima itu. Maaf jika tulisan ini terlalu ofensif dan menyindir beberapa pihak. Jika memang ada pihak yang tersinggung oleh tulisan ini, saya pribadi tak peduli.

Ps : Tulisan ini akan semakin nikmat bila dibaca sambil mendengarkan Kenyataan Dalam Dunia Fantasi – Koil. Saya menyarankan hal ini bukan semata saya adalah fans Koil, melainkan sebuah perpaduan yang pas antara kedua hal tersebut.

Masih Layakkah Memperingati Sumpah Pemuda?



Pertama   : Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah   Indonesia.

Kedoewa  : Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.

Ketiga      : Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Apakah Anda masih ingat isi dari sumpah pemuda? Blablabla.... Saat ini sumpah pemuda tidak lebih dari sebuah slogan palsu, yang pada akhirnya kita semua telah melanggarnya. Ya, kita semua telah menjadi pelacur. Pelacur yang malang, yang menjajakan dirinya untuk mendapatkan nilai tukar yang sepadan, atau lebih tepatnya yang menguntungkan.

Kami, putra-putri Indonesia, yang selalu bangga terhadap Indonesia hanya dalam kata-kata, hanya dalam ucapan. Rakyat Indonesia meneriakkan cinta Indonesia. Saya pun meneriakkannya. Tapi, tak terlihat adanya perbuatan nyata. Atau mungkin saya yang kurang peka?

Kami, putra-putri Indonesia berbangsa satu, bangsa yang apatis ketika para kapitalis asing terus menghisap darah bangsa ini. Putra-putri yang semangat membela rakyat ketika muda dan lupa setelah dekat dengan penguasa. Power tends to corrupt.

Kami, putra-putri Indonesia mengaku berbahasa satu, bahasa yang dimengerti dari media massa dan enggan membongkarnya. Hanya terus menerima tanpa memperbarui intelektualitas dalam diri sendiri. Kami, putra-putri Indonesia yang hidup dalam mitos-mitos yang diciptakan melalui bahasa media massa.
Kami, putra-putri Indonesia yang perlahan akan menjadi tua dan bersenang-senang sebagai penguasa. Lupa dengan perjuangan ketika muda. Dan memang nyatanya sumpah ini hanya berlaku bagi pemuda. Setelah tua, langgar saja. Toh, tak ada kutukan yang membuat sumpah ini menjadi sakral.

Masih kurang lacur apa? Mudah-mudahan masih ada putra-putri Indonesia yang mempunyai dan menyebarkan harapannya tentang Indonesia kepada orang yang (kadang) sinis seperti saya.